Beragam Kekerasan Berbasis Gender di Jatim dan Upaya Mengatasinya

Direktur Reserse dan Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Timur, Totok Suharyanto mengatakan terkait perlindungan bagi perempuan dan anak, sudah ada delapan aturan yang diterapkan.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 07 Mei 2021, 05:00 WIB
Ilustrasi Perempuan. Foto: (Ade Nasihudin/ Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta Direktur Reserse dan Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Timur, Totok Suharyanto mengatakan terkait perlindungan bagi perempuan dan anak, sudah ada delapan aturan yang diterapkan.

Namun, yang paling sering dioperasionalkan adalah Undang-Undang terkait Perlindungan Anak, Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), dan Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

“Dalam mengatasi hal ini, kita tidak semata-mata melakukan penegakan hukum, tapi juga mencari solusi. Di Jawa Timur, hingga 2020 terdapat 309 kasus kekerasan terhadap perempuan,” ujar Totok mengutip keterangan pers Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Senin (3/5/2021).

Ia menambahkan, kekerasan tersebut mencakup pemerkosaan, pencabulan, KDRT, dan tipu gelap. Untuk kasus KDRT, masih ada kasus yang tidak dilaporkan, persoalan utamanya karena korban masih mempertimbangkan keutuhan rumah tangga.

Guna mengatasi masalah-masalah serupa pihak Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur meluncurkan wadah penegakan dan penanganan hukum yang fokus pada kasus berbasis gender.

Wadah itu disebut Center of Women Empowerment in Law Enforcement Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga.

Menurut ketuanya, Juansih, wadah ini merupakan bentuk kolaborasi antara Polwan RI dengan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman, edukasi, sosialisasi, serta pendampingan yang difokuskan bagi perlindungan perempuan dan anak.

“Wadah ini terutama agar bermanfaat bagi perempuan yang bergerak di bidang penegakan hukum,” katanya dalam keterangan yang sama.

Simak Video Berikut Ini

2 dari 3 halaman

Sesuai SDG’s Poin 5

Lebih lanjut, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Badri Munir Sukoco menjelaskan Pendirian Center of Women Empowerment in Law Enforcement dilatarbelakangi oleh Sustainable Development Goals (SDG’s) poin 5 (lima).

Poin itu terkait kesetaraan gender, terutama agar perempuan berdaya di bidang ekonomi maupun penguatan hukum.

“Transformasi ekonomi bisa berjalan bila ada kepastian hukum dan penegakan hukum yang baik. Keterlibatan perempuan dalam penegakan hukum sangat menentukan berjalannya ekonomi suatu negara,” kata Badri.

“Jika semakin banyak perempuan yang terlibat menjadi pelaku bisnis, pelaku ekonomi, dan penegak hukum, maka akan mempercepat transformasi ekonomi,” tutup Badri.

 

3 dari 3 halaman

Infografis Kekerasan dalam Pacaran

Infografis Kekerasan dalam Pacaran (liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya