Dunia Berlomba Dapatkan Vaksin COVID-19, Sejumlah Negara Ini Belum Terima Sama Sekali

Sejumlah negara ini belum menerima vaksin COVID-19 sama sekali.

Oleh DW.com diperbarui 16 Apr 2021, 11:33 WIB
Petugas medis menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada lansia secara drive thru di RSUI, Depok, Jawa Barat, Kamis (25/3/2021). XL Axiata bekerja sama dengan RSUI yang didukung Kemenkes dan Pemkot Depok menggelar program Sentra Vaksinasi Indonesia Bangkit untuk lansia. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

, Jakarta - Seluruh dunia tengah berlomba-lomba untuk mendapatkan vaksin COVID-19 guna menjalankan program inokulasi untuk warganya.

Di saat Amerika Serikat telah berhasil memberikan kedua dosis vaksin kepada 30 persen warganya, sejumlah negara ini masih belum menerima vaksin sama sekali.

Seperto Nikaragua yang masih menunggu menerima dosis vaksin corona pertama mereka.

Mengutip DW Indonesia, Jumat (16/4/2021), Sekretaris Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut situasi ini sebagai "lelucon." Dia menyerukan agar produksi global ditingkatkan dan vaksin didistribusikan secara adil untuk mengatasi fase akut pandemi.

Di peta vaksinasi global, masih ada banyak negara Afrika yang menunggu pasokan, mulai dari Libya hingga Madagaskar. Negara-negara tersebut bahkan tidak ditampilkan dalam statistik vaksinasi WHO.

Gambaran serupa terjadi di Asia Tengah, serta di Korea Utara, Kuba, dan Bosnia dan Herzegovina. Meskipun, tidak berarti bahwa masing-masing negara itu hingga saat ini sama sekali tidak menerima vaksin.

Bosnia akan menerima pengiriman vaksin skala besar pertamanya pada akhir Mei, namun sebelumnya telah menerima beberapa vaksin yang disumbangkan oleh negara tetangganya Serbia. 

2 dari 3 halaman

10 Negara Afrika Belum Dapat Vaksin

Seorang pengurus keluar dari ruang pendingin tempat penyimpanan jenazah pasien virus corona COVID-19 di rumah duka AVBOB, Soweto, Afrika Selatan, 21 Juli 2020. (MARCO LONGARI/AFP)

"Berkenaan dengan Afrika, kami mendapat kabar baik bahwa 44 negara telah menerima pasokan vaksin. Tetapi, sebaliknya, ini juga berarti, tentu saja, 10 negara belum menerima vaksin hingga saat ini," kata Clemens Schwanhold, pejabat politik di organisasi non-pemerintah ONE.

Madagaskar, Burundi, dan Eritrea adalah di antara negara-negara yang pemerintahnya percaya bahwa virus dapat dilawan dengan cara lain.

Sementara, Tanzania mulai alami perubahan, setelah Presiden John Magufuli yang skeptis dengan virus corona, meninggal secara mendadak menyusul rumor infeksi COVID-19 yang belum dikonfirmasi.

Schwanhold yakin pemerintahan Tanzania yang kini dipimpin Presiden Samia Suluhu Hassan, kemungkinan akan memesan pasokan vaksin dalam beberapa pekan mendatang. 

3 dari 3 halaman

WHO Pastikan Semua Dapat Vaksin

Sejumlah polisi membujuk seorang warga untuk pulang ke rumah di Johannesburg, Afrika Selatan, Senin (30/3/2020). Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menetapkan karantina wilayah atau lockdown nasional selama 21 hari untuk mencegah penularan virus corona COVID-19. (Xinhua/Yeshiel Panchia)

WHO kembali menegaskan,  perlu menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity) guna melawan pandemi virus corona, hingga ke masyarakat di pelosok bumi terpencil sekalipun.

Saat virus bertemu inang baru, virus dapat terus bermutasi dan pada titik tertentu kemungkinan  berkembang varian yang dapat kebal dari semua vaksin yang ada.

"Tak ada satu pun dari kita yang aman, sampai kita semua aman" adalah ungkapan umum tentang COVID-19, sekaligus gagasan di balik program COVAX untuk pengadaan global terhadap vaksinasi.

Negara-negara anggota WHO telah dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, terdiri dari 98 negara lebih makmur yang mendanai pasokan vaksin bersubsidi atau gratis untuk kelompok kedua, yakni 92 negara yang lebih miskin. Jerman adalah salah satu penyumbang terbesar program COVAX, yang menyediakan dana hampir € 1 miliar (Rp 17,5 triliun).

"Masalahnya adalah tidak banyak lagi dosis vaksin yang tersedia karena Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) telah mengamankan sebagian besar dosis vaksin," kata Sonja Weinreich, yang bertanggung jawab atas masalah kesehatan di Brot für die Welt (Bread for the World), lembaga bantuan yang dijalankan oleh gereja-gereja Protestan di Jerman.

"Jadi mekanisme ini belum bisa berjalan dengan baik karena solidaritas ini tidak ada." 

Koalisi besar organisasi bantuan dan kelompok lain telah menyerukan untuk mengabaikan paten vaksin COVID-19 guna membantu mengatasi masalah ini.

"Ini akan memungkinkan negara-negara miskin atau semua perusahaan di seluruh dunia yang mampu memproduksi vaksin untuk melakukan hal itu. Dapat berjalan seiring dengan transfer teknologi yang relevan," kata Weinreich kepada DW.

Brot für die Welt adalah salah satu organisasi di balik permintaan ini. Salah satu argumennya adalah sebagian vaksin dikembangkan dan diproduksi dengan dana publik: "Tidak dapat diterima sesuatu yang didanai publik dan kemudian keuntungannya diprivatisasi."

Pasokan vaksin AstraZeneca yang ditujukan untuk negara-negara Afrika, misalnya, sebagian besar diproduksi oleh Serum Institute of India, pabrik vaksin terbesar di dunia. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya