Presiden Meksiko Andres Manuel: Antibodi Saya Cukup Tak Perlu Divaksin COVID-19

Presiden Meksiko seharusnya memperoleh vaksin AstraZeneca minggu lalu, berdasarkan tempat tinggalnya di pusat kota, sebuah apartemen di National Palace.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Apr 2021, 13:56 WIB
Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador (AFP/Alfredo Estrella)

Liputan6.com, Meksiko City - Presiden Meksiko Andrés Manuel López Obrador., pada Senin (5/4) mengatakan tidak akan disuntik vaksin COVID-19.

Dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (6/4/2021) hal itu ia sampaikan usai berkonsultasi dengan dokter pribadinya yang menyatakan bahwa ia masih memiliki antibodi tinggi sejak terinfeksi pada Januari 2021.

"Saya mempunyai cukup antibodi dan tidak penting bagi saya untuk divaksinasi saat ini," kata Presiden Andrés Manuel López Obrador.

López Obrador seharusnya memperoleh vaksin AstraZeneca minggu lalu, berdasarkan tempat tinggalnya di pusat kota, sebuah apartemen di National Palace.

Pada akhir Maret lalu, López Obrador mengatakan akan mendapat vaksin COVID-19 minggu lalu, ketika kelompok masyarakat yang berusia di atas 60 tahun di wilayah pusat Meksiko City mendapatkan dosis pertama mereka.

Akan tetapi ia mengemukakan setelah berkonsultasi dengan dokter kedua dirinya dinyatakan tidak membutuhkan vaksin, meski tidak tertutup kemungkinan diberi vaksin kedua pada bulan Juni mendatang.

 

Saksikan Video Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Tolak Lockdown

Pekerja mengenakan alat pelindung diri saat mengubur korban meninggal akibat virus corona COVID-19 di pabrik semen No. 13 di Tijuana, Baja California, Meksiko, 21 April 2020. (Photo by Guillermo Arias/AFP)

Presiden Obrador berulang kali menyatakan bahwa ia akan menunggu giliran untuk divaksinasi, dan tidak menginginkan hal itu menjadi sebuah "tontonan."

Pemimpin berusia 67 tahun itu dikritik pada awal pandemi karena tidak memberitahukan parahnya situasi yang dihadapi.

Ia secara konsisten menolak pemberlakuan lockdown yang lebih drastis sebagaimana diberlakukan oleh negara-negara lain, sekaligus menyebut taktik seperti itu sebagai "otoriter."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya