Perbaiki Neraca Perdagangan Tak Perlu Harus Benci Produk Asing

Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih merasa jengkel akibat produk luar negeri mendominasi pasar Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Mar 2021, 18:45 WIB
Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan ekspor barang dan jasa kuartal II/2020 kontraksi 11,66 persen secara yoy dibandingkan kuartal II/2019 sebesar -1,73. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah sebaiknya tidak perlu mengkampanyekan benci produk asing untuk memperbaiki neraca perdagangan. Pemerintah cukup memangkas impor barang konsumtif yang bukan merupakan kebutuhan primer.

Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya menjelaskan, langkah memangka impor tersebut lebih efektif ketimbang mengampanyekan benci produk asing yang justru melahirkan kontroversi.

"Impor barang konsumtif inilah yang harus dibenci, seperti tas-tas mahal, jam, sepatu, atau elektronik yang upscale, kalau mau dikurangi ya bagus. Tapi kalau bahan baku, bahan penolong atau bahan modal jangan dibenci," tuturnya dalam konferensi pers dengan bertajuk Produk Asing: Benci Tapi Rindu, Senin (8/3/2021).

Dia mengungkapkan, dengan tidak mengurangi impor akan bahan penolong atau bahan modal maka akan berdampak positif bagi kinerja industri manufaktur tanah air di tengah pandemi Covid-19. Menyusul adanya kesediaan bahan penolong untuk aktivitas produksi di masa kedaruratan kesehatan ini.

"Kalau bahan modal atau bahan penolong dikurangi ya produksi industri manufaktur dalam negeri terganggu. Jadi harus akurat kalau mau benci, impor-impor yang mana yang dibenci," tambahnya.

Selain itu, memangkas praktik korupsi yang masih merajalela di tanah air juga harus terus diupayakan pemerintah. Mengingat praktik kotor ini berpotensi untuk mengganggu kepercayaan negara mitra terkait hubungan dagang hingga menutup peluang untuk mendapatkan investasi baru.

"Kalau kita mau menjadi negara yang kuat produksi, ekonomi, dan ekspornya ya harus bagus iklim bisnis dan rendah korupsinya. Di mana rangking persepsi korupsi ini mengganggu," ucap dia mengakhiri.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Pernyataan Jokowi

Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan pengarahan kepada para peserta Rapat Koordinasi Nasional Kebakaran Hutan dan Lahan 2020 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (6/2/2020). Jokowi memperingatkan Polri dan TNI untuk menindak tegas pelaku pembakaran hutan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih merasa jengkel akibat produk luar negeri mendominasi pasar Indonesia. Padahal, dirinya selalu menekankan agar Kementerian, Lembaga dan BUMN untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri.

"Komponen dalam negeri ini harus terus, jangan sampai proyek pemerintah, BUMN, masih memakai barang-barang impor. Kalau bisa dikunci itu (impor) bisa menaikkan permintaan (lokal) yang tidak kecil, gede banget," ujar Presiden Jokowi dalam pembukaan Rakernas HIPMI 2021 secara daring, Jumat (5/3).

Presiden Jokowi mencontohkan penggunaan pipa proyek pembangunan yang pengadaannya masih impor. Padahal, Indonesia sudah dapat memproduksi pipa sendiri.

"Pipa sudah bisa produksi banyak masih impor, untuk apa gitu. Pada dipakai proyek pemerintah, proyek BUMN, saya ngomong tidak boleh," katanya.

 Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya