APEI Dorong BEI Gencar Sosialisasi Terkait Rencana Hapus Kode Broker

Koordinator Komite Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI), Rudy Utomo mendorong BEI giat melakukan sosialisasi untuk

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 25 Feb 2021, 18:45 WIB
Pekerja tengah melintas di bawah papan pergerakan IHSG usai penutupan perdagangan pasar modal 2017 di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Perdagangan saham di penghujung tahun ini ditutup langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menghapus kode broker dan domisili di running trade atau papan transaksi berjalan. Namun, kebijakan ini menuai pro dan kontra dari sejumlah pihak.

Sehubungan dengan itu, Koordinator Komite Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI), Rudy Utomo menyarankan agar pihak bursa melakukan sosialisasi kepada stakeholder. Hal tersebut dimaksudkan agar ada kesamaan persepsi, sehingga masing-masing pihak terkait dapat mengambil sikap atas keputusan ini.

"APEI dalam hal ini menyarankan BEI untuk melakukan sosialisasi yang lebih intens kepada stakeholder pasar modal agar kebijakan yang diusulkan ini bisa memiliki persamaan persepsi,” ujar dia kepada Liputan6.com, Kamis (25/2/2021).

Rudy menilai Bursa tidak mungkin menerbitkan sebuah kebijakan tanpa pertimbangan matang. “Menurut saya bursa juga enggak mungkin membuat kebijakan yang kontra produktif, yang membuat terjadinya ketidaktransparan-an perdagangan,” sambung dia.

Sebagai gambaran, Rudi menyebutkan sejumlah negara yang tidak memberlakukan kode broker, seperti Singapura,  Malaysia, Hong Kong, dan Tokyo. Alih-alih mengikuti negara-negara tersebut, Rudy berpendapat Bursa memiliki alasan tersendiri atas kebijakan ini.

"Bukannya (di negara lain) enggak ada, berarti kita harus enggak ada juga. Tapi maksudnya pasti ada suatu dasar pemikiran dari BEI untuk melakukan ini,” kata dia.

Rudy mengakui jika kebijakan ini memang menuai pro dan kontra. Namun, sekali lagi ia menekankan, Bursa tak akan serta merta menerbitkan kebijakan tanpa pertimbangan yang matang.

"Jadi ini memang pro kontra. Kita enggak usah membela satu dan lain hal, tapi pasti ada maksud dan tujuan yang mulia dari kebijakan yang akan diterbitkan,” pungkas dia.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Alasan BEI Bakal Hapus Kode Broker

Pengunjung melintas dilayar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (30/12/2019). Pada penutupan IHSG 2019 ditutup melemah cukup signifikan 29,78 (0,47%) ke posisi 6.194.50. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menutup kode broker dan tipe investor di papan transaksi berjalan (running trade). Pada fase pertama, BEI akan terlebih dulu menghapus kode broker pada 26 Juli 2021.

Saat ini, kode broker dan tipe investor (foreign/domestic) ditampilkan sebagai informasi post trade ke publik setiap saat terjadinya transaksi di BEI. Secara umum, bursa lain tidak memberikan informasi kode broker dan tipe investor sebagai bagian dari investor post trade.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota BEI Laksono Widodo menuturkan,  langkah tersebut untuk meningkatkan tata kelola pasar saham yang baik. “Dengan mengurangi herding behavior,” ujar Laksono kepada wartawan, Kamis (25/2/2021).

Ia menuturkan, penghapusan kode broker tersebut juga untuk mengurangi kebutuhan bandwith data yang menyebabkan keterlambatan dalam aktivitas perdagangan karena meningkatnya frekuensi transaksi perdagangan akhir-akhir ini.

"Data-data transaksi lengkap tetap dapat diakses di akhir hari. Ini tidak membuat bursa semakin tertutup karena memang begitu praktiknya di bursa-bursa lain di dunia,” ujar dia.

Laksono menegaskan, di bursa lain di dunia tidak ada kode broker dan domisili. Kebijakan yang dilakukan BEI untuk mengantisipasi meningkatnya frekuensi perdagangan. Rata-rata frekuensi perdagangan harian saham di BEI per 24 Februari 2021 sekitar 1.487.912 kali.

“Ini yang menyebabkan berat beban data tranmisi di BEI. Trading engine yang kita pakai (buatan Nasdaq) dan data protocol yang baru (Itch and Ouch) terpaksa di modifikasi untuk mengakomodasi ini. Kalau frekuensi transaksi masih rendah yang terlalu masalah tapi kalau frekuensi naik mulai terasa bebannya. Kami harus ambil best practices yang ada di bursa lain,” ujar dia.

Laksono menambahkan, BEI juga tidak akan mengganti Jakarta Automatic Trading System (JATS). “Tapi selalu di upgrade sesuai zamannya. Yang diganti adalah protokol data yang sudah kami sebutkan,” ujar dia.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya