Investor Menanti Paket Stimulus COVID-19, Wall Street Bervariasi

Wall street ditutup bervariasi dengan indeks saham Dow Jones dan S&P 500 melemah pada perdagangan Selasa, 9 Februari 2021.

oleh Agustina Melani diperbarui 10 Feb 2021, 05:56 WIB
Director of Trading Floor Operations Fernando Munoz (kanan) saat bekerja dengan pialang Robert Oswald di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street bervariasi pada perdagangan saham Selasa waktu sempat. Indeks saham S&P 500 mencatatkan penurunan dari level tertinggi. Investor menanti paket stimulus COVID-19 bayangi pasar saham.

Pada penutupan perdagangan wall street,Selasa, 9 Februari 2021, indeks saham S&P 500 turun 0,1 persen ke posisi 3.911,23. Indeks saham Dow Jones melemah tipis 9,93 poin atau kurang dari 0,1 persen ke posisi 31.375,83.

Penurunan indeks saham Dow Jones itu pertama secara harian dalam tujuh sesi perdagangan. Sementara itu, indeks saham Nasdaq naik 0,1 persen ke posisi 14.000.

Di sisi lain, indeks saham The Russell 2000 menguat 0,4 persen ke level tertinggi baru. Indeks saham acuan kapitalisasi kecil ini sudah naik lebih dari 16 persen. Indeks saham kapitalisasi kecil ini telah mengungguli indeks saham S&P 500.

Investor mengambil posisi saham-saham unggulan setelah reli yang kuat didorong oleh optimisme pemulihan saat pembukaan perdagangan di tengah peluncuran vaksin COVID-19.

Sektor siklikal yang telah mengungguli dalam beberapa pekan terakhir memimpin penurunan. Sektor saham energi melemah 1,5 persen sehingga mengurangi kenaikan bulanan 11,1 persen. Sektor bahan material juga mencatat kerugian.

“Pasar telah memperkirakan optimisme kembali pembukaan, dan dalam jangka pendek hal itu mungkin dapat membuat naik lebih tinggi. Yang sedikit mengkhawatirkan saya adalah realitas ekonomi yang sesuai dengan harapan. Harapannya begitu tinggi sehingga Anda bertanya-tanya ketika kita sampai di sana, apa yang akan kita lakukan selanjutnya,” ujar Chief Market Strategist TD Ameritrade, JJ Kinahan seperti dilansir dari CNBC, Rabu (10/2/2021).

 

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Bakal Terjadi Koreksi Saham

Ekspresi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Sementara itu, Bank of America menyatakan, koreksi pasar bisa terjadi karena kenaikan baru-baru ini telah menunjukkan tanda-tanda overheating. Akan tetapi, koreksi pasar saham dapat menjadi kesempatan beli untuk investor saham.

“Kami mengharapkan koreksi 5-10 persen pada kuartal pertama 2021, sehingga dapat jadi momen beli. Ini karena hal-hal yang tidak diketahui yang besar bertepatan dengan posisi yang meriah, rekor pasokan saham, dan revisi pendapatan,” tulis  Jared Woodard, Investment and ETF Strategist Bank of America dalam sebuah catatan.

Sementara itu, anggota parlemen di Washington tampaknya bergerak mendekat untuk RUU bantuan ekonomi lainnya.  Partai Demokrat mengungkapkan rincian proposal bantuan yang mencakup pemberian langsung  dana USD 1.400.

Presiden AS Joe Biden bertemu dengan Menteri Keuangan Janet Yellen dan pimpinan perusahaan terbesar di AS untuk membahas rencana stimulus USD 1,9 triliun dan prospek ekonomi.

Sementara itu, CEO Johnson&Johnson Alex Gorsky mengatakan, kalau seseorang mungkin perlu divaksinasi COVID-19 setiap tahun seperti suntikan flu, selama beberapa tahun ke depan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya