Penjelasan J Resources Terkait Gugatan Anak Usaha Merdeka Copper Gold

Anak usaha PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), yakni PT Pani Bersama Tambang (PBT), secara resmi menggugat anak usaha PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB).

oleh Dian Tami Kosasih diperbarui 09 Feb 2021, 11:40 WIB
Suasana pergerakan perdagangan saham perdana tahun 2018 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/1). Perdagangan bursa saham 2018 dibuka pada level 6.366 poin, angka tersebut naik 11 poin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menanggapi fakta meterial yang disampaikan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) Rabu 3 Februari 2021, PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) mencoba memberikan pembelaan dengan memberikan sejumlah fakta-fakta melalui keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI).

"Dengan ini menyampaikan fakta-fakta berikut untuk meluruskan pernyataan-pernyataan yang salah dalam keterbukaan MDKA tersebut," ujar Direktur Utama PT J Resources Asia Pasifik Tbk, Edi Permadi.

Sebelumnya, anak usaha PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), yakni PT Pani Bersama Tambang (PBT), secara resmi menggugat anak usaha PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB), yakni PT J Resources Nusantara (JRN).

Hal ini dilakukan sehubungan dengan pelaksanaan Conditional Shares Sale and Purchase Agreement (CSPA) yang semula dijadwalkan pada 25 November 2019 diubah menjadi 16 Desember 2019.

Oleh karena itu, PBT mengklaim JRN telah gagal melakukan kewajibannya. Sebagai dispensasi, PBT meminta JRN untuk memenuhi seluruh kewajibannya atau membayar ganti rugi sekitar USD500 juta hingga USD600 juta.

Dalam penjelasannya, PSAB menegaskan, tuduhan yang diberikan PBT terhadap JRN salah. Hal ini karena CSPA tidak mewajibkan JRN untuk memenuhi syarat pendahuluan yang memerlukan tindakan pihak ketiga.

"Faktanya, CSPA tidak mewajibkan JRN untuk memenuhi syarat pendahuluan yang memerlukan tindakan pihak ketiga, dan PBT tidak mengajukan tuntutan tersebut dalam arbitrase," tulisnya.

JRN juga menilai, kewajibannya dalam CSPA hanya kepada penggunaan seluruh upaya yang wajar untuk memastikan syarat pendahuluan dapat terpenuhi.

 

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Tuntutan Dinilai Tak Berdasar

Berdasarkan ketentuan dalam CSPA, kewajiban untuk menyelesaikan transaksi tidak akan timbul. Faktanya, tidak ada satu pun pihak yang secara resmi mengakhiri CSPA, sehingga kesimpulan tersebut tidak relevan.

"Selain itu, besarnya ganti rugi yang diklaim oleh PBT dalam arbitrase sama sekali tidak berdasar dan tidak memiliki dasar hukum atau fakta," tulisnya.

JRN juga akan mempertahankan haknya dengan segala upaya. Menurut PSAB, tuntutan ini juga tidak berdasar dan tidak beralasan.

3 dari 3 halaman

Anak Usaha Merdeka Copper Gold Gugat PSAB

Sebelumnya, anak usaha PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), yakni PT Pani Bersama Tambang, secara resmi menggugat anak usaha PT J Resources Asia Pasifik Tbk, yakni PT J Resources Nusantara (JRN).

Hal ini dilakukan sehubungan dengan pelaksanaan Conditional Shares Sale and Purchase Agreement yang semula dijadwalkan pada 25 November 2019 diubah menjadi 16 Desember 2019.

"Pada tanggal 1 Februari 2021, salah satu anak perusahaan Perseroan, yaitu PT Pani Bersama Tambang (PBT) telah menerima dokumen Response to the Notice of Arbitration dari PT J Resources Nusantara (JRN)," dilansir keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis, 4 Februari 2021.

Dokumen Response to the Notice of Arbitration disampaikan oleh PT J Resources Nusantara sehubungan dengan kasus SIAC Case No. ARB001/21/ARK antara PBT dan JRN pada Singapore International Arbitration Centre (SIAC) di mana PBT merupakan pihak Penggugat (Claimant) terhadap JRN sebagai pihak Tergugat (Respondent).

"Pada arbitrase tersebut, PBT memandang bahwa JRN telah gagal untuk melakukan kewajibannya dalam memenuhi persyaratan-persyaratan pendahuluan yang diperlukan untuk penyelesaian CSPA dan meminta Singapore International Arbitration Centre (SIAC) memutuskan bahwa JRN harus memenuhi seluruh kewajibannya berdasarkan CSPA," tulisnya

Apabila tak bisa memenuhi kewajiban tersebut, PBT meminta pembayaran ganti rugi dalam jumlah sekitar USD 500 juta hingga 600 juta. "Perkara ini diperiksa oleh majelis arbiter di Singapura oleh Singapore International Arbitration Centre (SIAC)," tulisnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya