Pekerja Industri Tolak Kenaikan Tarif Cukai Rokok 2021

Keputusan Pemerintah akan menaikkan cukai hasil tembakau akan menentukan nasib jutaan tenaga kerja

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 20 Nov 2020, 17:45 WIB
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP-RTMM-SPSI) meminta Pemerintah untuk tak menaikkan tarif cukai di 2021.

Sebab, keputusan dari Pemerintah akan menentukan nasib jutaan tenaga kerja Sigaret Kretek Tangan (SKT) terhadap ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).

Ketua Umum RTMM Sudarto menjelaskan, produksi Industri Hasil Tembakau (IHT) terutama di segmen SKT merupakan mata pencaharian utama para buruh pelinting.

Namun, produksi terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun akibat tekanan regulasi. Termasuk agenda rutin tahunan kenaikan cukai yang membebani para buruh di IHT.

“Kami meminta kepada Pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai SKT sektor padat karya dan segera mengumumkan kebijakan cukai 2021 demi kepastian hukum,” jelas Sudarto pada diskusi virtual - Perlindungan Tenaga Kerja SKT Di Tengah Resesi Ekonomi, Jumat (20/11/11).

Sudarto mengungkapkan, saat ini FSP RTMM-SPSI menaungi 244.021 anggota. Dimana hampir 61 persen (148.693 anggota) bekerja sebagai buruh IHT. Mayoritas buruh berada di segmen SKT yang padat karya.

Jumlah buruh IHT ini jauh merosot dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dalam 10 tahun terakhir, tercatat 60.889 orang yang sudah terimbas regulasi yang ketat.

“Mereka terpaksa kehilangan pekerjaan karena banyak pabrikan tutup dan melakukan rasionalisasi tenaga kerja akibat regulasi pengendalian konsumsi rokok, yang kenyataannya mengarah kepada mematikan IHT,” ungkap Sudarto.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Cegah PHK

Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Di tengah himpitan pandemi COVID-19 dan banyaknya PHK, pemerintah seharusnya fokus mempertahankan lapangan kerja yang ada, termasuk di SKT.

Sudarto menyebutkan, mayoritas atau lebih dari 80 persen pekerja SKT adalah ibu–ibu berusia lebih dari 40 tahun dengan pendidikan minim. KEbanyakan dari mereka juga merupakan tulang punggung keluarganya. Untuk itu FSP RTMM-SPSI berharap hati nurani pemerintah terbuka.

Sudarto membeberkan, sudah banyak sumbangan yang diberikan IHT kepada negara mulai dari besarnya penyediaan lapangan pekerjaan bagi 6 juta orang, cukai yang lebih dari Rp 160 triliun per tahun, hingga nilai eskpor yang melampaui USD 1 miliar.

“Selayaknya, industri ini juga mendapat perlindungan,” pungkas Sudarto.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya