KSPI: UU Cipta Kerja Diteken Jokowi, Rezim Upah Murah Dimulai

KSPI menilai berlakunya UU Cipta Kerja mengembalikan sistem pengupahan pada rezim upah murah.

oleh Tira Santia diperbarui 03 Nov 2020, 11:30 WIB
Presiden KSPI Said Iqbal (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, menilai berlakunya UU Cipta Kerja mengembalikan sistem pengupahan pada rezim upah murah.

“Berlakunya UU Cipta Kerja mengembalikan kepada rezim upah murah. Hal yang sangat kontradiktif, apalagi Indonesia sudah lebih dari 75 tahun merdeka,” kata Said, di Jakarta, Selasa (3/11/2020).

Hal ini terlihat dengan adanya sisipan Pasal 88C Ayat (1) yang menyebutkan gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi, dan Pasal 88C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.

“Penggunaan frasa “dapat” dalam penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sangat merugikan buruh,” katanya.

Menurutnya penetapan UMK bukan kewajiban, bisa saja gubernur tidak menetapkan UMK. Hal ini akan mengakibatkan upah murah.

“Kita ambil contoh di Jawa Barat. Untuk tahun 2019, UMP Jawa Barat sebesar 1,8 juta. Sedang UMK Bekasi sebesar 4,2 juta. JIka hanya ditetapkan UMP, maka nilai upah minimum di Bekasi akan turun,” ujarnya.

Apalagi ditambah dengan dihilangkan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota (UMSK dan UMSP), karena UU No 11 Tahun 2020 menghapus Pasal 89 UU No 13 Tahun 2003.

Dihilangkannya UMSK dan UMSP sangat jelas sekali menyebabkan ketidakadilan. Bagaimana mungkin sektor industri otomotif seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai upah minimumnya sama dengan perusahan baju atau perusahaan kerupuk.

Itulah sebabnya, di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDP negara.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Merugikan Buruh

Presiden KSPI Said Iqbal saat memimpin aksi buruh di sekitar Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (2/10/2019). Puluhan ribu buruh dari berbagai daerah berunjuk rasa dalam rangka menolak revisi UU Ketenagakerjaan dan PP Nomor 78 Tahun 2015. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Oleh karena itu KSPI meminta agar UMK harus tetap ada tanpa syarat dan UMSK serta UMSP tidak boleh dihilangkan. Jika ini terjadi, maka akan berakibat tidak ada income security (kepastian pendapatan) akibat berlakunya upah murah.

“Setelah kami pelajari, isi undang-undang tersebut khususnya terkait klaster ketenagakerjaan hampir seluruhnya merugikan kaum buruh,” imbuhnya.

Maka, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama buruh Indonesia secara tegas menyatakan menolak dan meminta agar undang-undang tersebut dibatalkan atau dicabut. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya