Gelombang Penolakan Kenaikan Tarif Cukai Rokok 2021 Kian Masif

Penolakan terhadap kenaikan cukai rokok terus disampaikan oleh pelaku usaha di Industri Hasil Tembakau (IHT)

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 30 Okt 2020, 20:22 WIB
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

 

Liputan6.com, Jakarta - Penolakan terhadap kenaikan cukai rokok terus disampaikan oleh pelaku usaha di Industri Hasil Tembakau (IHT) termasuk dari Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (FORMASI).

Selain berharap Pemerintah lebih peka dan menaikkan cukai sewajarnya, FORMASI tegaskan agar tarif cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT) tidak dinaikkan.

Seperti diketahui SKT merupakan sektor padat karya yang menyerap banyak sekali tenaga kerja. SKT terus tertekan akibat kenaikan cukai sebesar 23 persen pada 2020. Atas kondisi ini, pekerja SKT terancam kehilangan pekerjaannya jika cukai naik secara eksesif. Tak hanya itu, SKT juga didominasi tenaga kerja perempuan yang merupakan tulang punggung keluarga.

“Untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan 3,2,1 saya harap jangan dinaikkan karena di situ banyak tenaga kerja,” tegas Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (FORMASI) Heri Susanto, Jumat (30/10/2020).

Heri menyatakan kenaikan cukai rokok di 2021 tentunya akan membebani pelaku usaha IHT karena praktis baik barang maupun peredarannya akan dibatasi dan diawasi. Untuk itu Heri mendesak pemerintah untuk kenaikan cukai pada single digit saja.

“Coba kita hitung-hitungan, komponennya sudah jelas, pakar-pakar ekonomi sudah jelas, inflasinya berapa, pertumbuhan ekonominya berapa. Sebaiknya tarif cukai rokok di 7-10 persen,” kata Heri.

Heri mengungkapkan Pemerintah untuk ketiga kalinya berbeda dalam menentukan tarif dan langsung melakukan rapat terbatas. Menurut Heri, dulu rapat dilakukan dengan Badan Kebijakan Fiskal dan Menteri Keuangan saja, saat ini sudah berubah.

Heri menambahkan, Pemerintah juga harus dengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan industri hasil tembakau, termasuk petani tembakau dan pabrikan.

“Biar yang happy pengusaha, karyawan, petani, masyarakat. Kalau pemerintah saja yang happy tapi pekerjanya tidak enak kan tidak baik,” tambahnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Penolakan Lainnya

Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Malang menolak kenaikan tarif cukai rokok untuk tahun depan. Alasannya, industri hasil tembakau tengah terdampak pandemi COVID-19. Hal ini dinilai akan menurunkan serapan tenaga kerja dan bahan baku tembakau.

Senada dengan Gaperoma, Ketua Gapero Surabaya Sulami Bahar juga mendesak pemerintah agar tidak menaikkan cukai rokok dengan alasan yang sama yakni penurunan produksi dan serapan tenaga kerja.

“Kalau cukai naik sampai 17% itu benar kami prediksi produksi akan terjadi penurunan sekitar 40-45% pada 2021,” kata Sulami.

Itulah sebabnya Gapero meminta agar pemerintah tidak mengubah kebijakan tarif cukai yang sudah ada. Saat ini memang belum ada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), namun Gapero tidak bisa menjamin serapan tenaga kerja jika cukai tembakau terlalu tinggi.

Gapero berharap jika pemerintah harus menaikkan cukai rokok 2021, kenaikannya jangan terlalu tinggi. “Ya naik moderatlah,” tuturnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya