UU Cipta Kerja Bawa Angin Segar bagi Industri Penerbangan

Pelaku industri menyambut baik disahkannya Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, khususnya bagi industri penerbangan.

oleh Athika Rahma diperbarui 15 Okt 2020, 21:38 WIB
Sejumlah pesawat maskapai penerbangan terparkir di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Senin (6/7/2020). PT Angkasa Pura II (Persero) akan mengkordinasikan permintaan maskapai untuk slot penerbangan, rute penerbangan dan frekuensi penerbangan di dalam satu rute. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) menyambut baik disahkannya Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja khususnya bagi industri penerbangan.

Ketua INACA Denon Prawiraatmadja menilai, Omnibus Law akan membantu membangkitkan industri penerbangan karena memuat ketentuan birokrasi yang lebih sederhana.

"Saya melihat dalam Omnibus Law ini banyak aturan teknis yang diubah dan dimasukkan ke dalam peraturan menteri," ujar Denon dalam tayangan virtual, Kamis (15/10/2020).

Sebelumnya, lanjut Denon, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan memuat banyak aturan teknis. Misalnya, kewajiban pesawat mengantongi sertifikasi kelaikkan dari negara manufaktur dan sertifikat operator pesawat udara (Air Operator Certificate/AOC).

Dalam Omnibus Law, lanjutnya, banyak hal-hal teknis yang disederhanakan sehingga diharapkan nantinya beleid ini bisa meningkatkan kompetensi, lalu berperan sebagai Public Service Obligation (PSO) yang menghadirkan servis transportasi udara bagi publik dengan baik agar dapat mendukung perekonomian nasional Indonesia.

"Kita semua dalam industri penerbangan berharap aturan yang ditulis dalam omnibus memberikan napas segar bagi pelaku industri, menjadi penyederhanaan yang sifatnya adaptif," ujarnya.

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Cerita Miris Maskapai Penerbangan Terpuruk Akibat Covid-19

Pesawat maskapai Garuda Indonesia terparkir di areal Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (16/5/2019). Pemerintah akhirnya menurunkan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat atau angkutan udara sebesar 12-16 persen yang berlaku mulai Kamis hari ini. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dampak pandemi Covid-19 yang menghantam hampir seluruh lini bisnis belum menunjukkan tanda akan mereda. Di industri penerbangan yang mengandalkan pergerakan masyarakat, dampak ini terasa makin berat dan menyulitkan.

Ketua Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) Denon Prawiraatmadja menyatakan, tahun 2019 industri penerbangan mengalami kejayaan meskipun kinerjanya menurun 20 persen dari tahun sebelumnya.

"Namun saat banyak kegiatan transportasi udara tumbuh dan berkembang, siapa yang menduga Covid-19 merebak," ujar Denon dalam tayangan virtual, Kamis (15/10/2020).

Denon melanjutkan, maskapai Indonesia memiliki pasar rute domestik sebesar 80 persen. Namun gara-gara Covid-19, angkanya terjun bebas hingga 5 persen (per Mei 2020).

Oleh karenanya, pihaknya bersama dengan stakeholder industri penerbangan yang lain harus terus mendukung kegiatan penerbangan dalam menumbuhkan kegiatan ekonomi nasional.

"Terlebih, negara Indonesia merupakan suatu kepulauan, tidak mudah untuk ktia bisa melangsungkan kegiatan transportasi tanpa koordinasi yang baik," ujar Denon.

Sejak April dan pertengahan Mei, INACA bersama dengan Kemenhub sudah memetakan tantangan yang dihadapi oleh industri penerbangan, yang ternyata berupa kendala birokrasi yang berbelit. Untuk itu, langkah pemerintah dalam mengesahkan Omnibus Law untuk industri penerbangan dapat diapresiasi.

"Kita semua, dalam industri penerbangan, berharap aturan yang ditulis dalam Omnibus Law memberikan napas segar bagi pelaku industri penerbangan serta menjadi penyederhanaan yang sifatnya adaptif," kata Denon.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya