Jangan Salah Sangka, UU Cipta Kerja Tak Atur Mekanisme PHK

Kemnaker membantah wacana Undang-Undang Cipta Kerja mempermudah proses pemutusan hubungan kerja (PHK).

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Okt 2020, 11:15 WIB
Ribuan buruh melakukan aksi jalan kaki menuju Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (6/2/2016). Dalam aksi tersebut mereka meminta agar tidak terjadi PHK secara besar-besaran. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan membantah wacana Undang-Undang Cipta Kerja mempermudah proses pemutusan hubungan kerja (PHK). Wacana yang berkembang di masyarakat, dalam regulasi tersebut perusahaan bisa dengan mudah melakukan PHK kapan pun.

Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indahsari mengatakan tata cara PHK tetap sama. Ada beberapa tahapan PHK yang merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Jadi ada 4 layer buat PHK dan ini adopsi dari keputusan MK," kata Dita dalam Webinar bertajuk UU Cipta Kerja dan Dampaknya Bagi Kepentingan Publik, Jakarta, Selasa (13/10).

Dita menegaskan aturan PHK masih merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sebelum melakukan PHK, perusahaan wajib memberikan pemberitahuan kepada pekerja yang dimaksud.

Bila pekerja tidak setuju dengan keputusan perusahaan tersebut, maka pekerja boleh melakukan perundingan dengan perusahaan. Dalam hal ini, pekerja bisa berunding sendiri atau didampingi dengan serikat pekerja. Bila masih belum menemukan kesepakatan, pekerja bisa menghadirkan pemerintah dalam hal ini dinas terkait untuk ikut dalam perundingan.

"Jadi PHK tidak boleh dilakukan secara sepihak. Saat berunding pekerja juga boleh didampingi serikat pekerja atau pemerintah," tutur Dita.

Isu serupa juga terjadi pada tenaga kerja alih daya (outsourcing). Dia membantah pekerja alih daya ini akan dipermudah dan merugikan pekerja. Dita menjelaskan hubungan kerja alih daya sama saja dengan hubungan kerja lainnya baik itu untuk pekerja kontrak maupun pekerja tetap.

"Prinsipnya pekerja ini (alih daya) harus tetap dapat hak dasar yang sama, gaji harus sesuai upah minimum, wajib BPJS, wajib dapat libur, kerja 8 jam," Dita menjelaskan.

Sebaliknya, kelebihan pengaturan tenaga kerja alih daya ini dalam UU Cipta Kerja lebih diuntungkan. Sebab, jika kontrak habis dan tidak diperpanjang, pekerja akan mendapatkan pesangon sebanyak 1 kali gaji.

Pemberian pesangon ini kata Dita, sebagai bekal pekerja untuk mendapatkan pekerjaan baru lagi. "Kalau dulu aturan ini tidak ada pekerja kontrak tidak dapat pesangon kalau selesai kontrak. Sekarang mereka akan mendapatkan pesangon," kata Dita.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

KSPI Nilai UU Cipta Kerja Permudah PHK Buruh

Ribuan massa buruh di Kota Tangerang kembali turun ke jalan menggelar demo menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja. (Liputan6.com/Pramita Tristiawati)

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memutuskan untuk membuat gugatan melalui jalur hukum dalam membatalkan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja.

Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan, ada sejumlah alasan mengapa kelompok buruh bakal memproses UU Cipta Kerja secara hukum. Salah satunya, aturan baru tersebut dianggap menguntungkan perusahaan dalam melakukan aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawannya kapanpun secara sepihak.

"Omnibus law juga mempermudah PHK, sebagaimana terlihat dalam Pasal 154A, khususnya Ayat 1 huruf (b) dan (i) yang mengatur: Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan: (huruf b) perusahaan melakukan efisiensi; dan (huruf i) pekerja/buruh mangkir," jelasnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/10/2020).

Padahal, Iqbal mengatakan, Mahkamah Konstitusi sebelumnya sudah memberikan putusan bahwa PHK karena efisiensi hanya bisa dilakukan ketika perusahaan tutup permanen.

"Dengan pasal ini (154A UU Cipta Kerja), bisa saja perusahaan melakukan PHK dengan alasan efisiensi meskipun sedang untung besar,"

Poin berikutnya yang ia soroti, aksi PHK bisa dilakukan dengan alasan buruh mangkir bekerja. Menurut dia, ketentuan tersebut sangat ambigu lantaran tidak dijelaskan mangkirnya berapa lama, sehingga bisa hanya 1 hari.

Iqbal menjelaskan, dalam UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, PHK karena mangkir hanya bisa dilakukan setelah terjadi 5 hari berturut-turut dan dipanggil minimal 2 kali secara tertulis.

"Adapun permintaan buruh, semua hal yang mengatur mengenai PHK dikembalikan kepada UU Nomor 13 Tahun 2003," seru Iqbal. 

3 dari 3 halaman

RUU Cipta Kerja Jadi Undang-Undang, Serikat Buruh Kecewa

Massa dari berbagai serikat buruh menggelar aksi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di kawasan JIEP, Jakarta, Selasa (6/10/2020). Ratusan buruh berpawai sambil berorasi mengajak pekerja turun ke jalan menolak UU Omnibus Lawa Cipta Kerja yang dinilai merugikan buruh. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Jumisih, mengutarakan sikap kekecewanya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Pengesahan tersebut, dianggal terlalu cepat dan sangat merugikan buruh di tengah kondisi terjadi sekarang ini.

"Pasti kami sangat kecewa sekali, kita marah, ingin nangis, ini kekecewaan yang luar biasa buat buruh dan pekerja yang masih bekerja di pabrik," kata dia saat dihubungi, Senin (5/10/2020).

Dia menuturkan, dengan disahkannya UU Cipta Kerja semakin menunjukkan keyakinan bahwa sebetulnya pemerintah dan DPR tidak berpihak kepada rakyat. Keduanya, justru berpihak kepada pihak-pihak tertentu seperti korporasi dan pemilik modal.

"Mereka yang punya uang punya kuasa, jadi sebagai negara yang punya cita-cita tetapi secara hukum tidak mendapatkan itu dengan diberlakukannya omnibus law," kata dia.

Menurutnya, sikap DPR hari ini betul-betul tidak mendengarkan aspriasi dari rakyat yang setiap menit melakukan upaya untuk menggunakan ruang demokrasi untuk menyampaikan aspirasi. "Tetapi betul-betul mengecewakan," singkat dia.

Dalam pandangannya, kehadiran UU Cipta Kerja akan sangat mengerikan. Sebab UU ini akan memberikan ruang yang sangat panjang untuk mengekspoitasi rakyat dan alam.

"Jadi sebetulnya pemerintah sedang mewariskan kehancuran untuk generasi kita dan generasi akan datang. Jadi pemerintah mewariskan bukan kebaikan tapi kehancuran untuk rakyatnya sendiri, per hari ini," tandas dia. 

Infografis Pasal-Pasal Fokus UU Cipta Kerja. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya