Mogok Kerja Nasional Bisa Picu Gelombang PHK

Dunia usaha menyayangkan rencana aksi mogok kerja yang akan dilakukan serikat pekerja pada 6-8 Oktober.

oleh Tira Santia diperbarui 05 Okt 2020, 12:17 WIB
Ilustrasi Demo Buruh | via: kaskus.co.id

Liputan6.com, Jakarta - Dunia usaha menyayangkan rencana aksi mogok kerja yang akan dilakukan serikat pekerja pada 6-8 Oktober 2020. Sebab, hal itu semakin menunjukkan kepada calon investor bahwa tenaga kerja kita kurang produktif dan kompetitif.

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, jika Serikat Pekerja/Buruh akan tetap memaksakan mogok kerja dengan unjuk rasa, diprediksikan tidak akan efektif dan takut mendapatkan sanksi lantaran aksi mogok kerja yang ilegal atau tidak sah.

"Mogok kerja memang hak dasar pekerja/dan buruh yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, mogok kerja dinyatakan sah jika perundingan gagal antara Serikat Pekerja/Buruh dengan Perusahaan atas masalah hubungan industrial yang terjadi," kata Sarman kepada Liputan6.com, Senin (5/10/2020).

Ia menjelaskan, lalu SP/SB wajib memberitahukan 7 hari kerja sebelum mogok secara tertulis kepada pengusaha dan Dinas Tenaga Kerja. Diluar ketentuan tersebut diatas tidak sah dan jika pekerja/buruh ikut ajakan mogok kerja tersebut diatas maka pengusaha dapat memberikan sanksi.

"Dalam situasi seperti ini kita harus menjaga psikologi pengusaha agar jangan sampai melakukan PHK, akibat dari isu mogok kerja yang dilakukan tidak sesuai aturan ketenagakerjaan," jelasnya.

Kata Sarman, harusnya Serikat Pekerja/Buruh mengutamakan kepentingan yang lebih luas dan strategis demi masa depan ekonomi Indonesia dan nasib pekerja/buruh dan jutaan pengangguran.

Lantaran, RUU Cipta Kerja dirancang menjadi solusi bagi persoalan fundamental yang menghambat transformasi ekonomi nasional selama ini, seperti obesitas regulasi, rendahnya daya saing, dan terus meningkatnya angkatan kerja yang membutuhkan lapangan kerja baru.

Jelasnya, RUU Cipta Kerja bisa menjadi jalan bagi perbaikan drastis struktur ekonomi nasional sehingga bisa meraup angka pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,7-6 persen dengan target Penciptaan Lapangan Kerja sebanyak 2,7 - 3 juta/tahun.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Kompetensi Pekerja

Sejumlah buruh menyalakan bom asap saat menutup aksi Hari Buruh Internasional di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (5/1/2019). Aksi May Day 2019 di Jakarta ditutup oleh buruh dengan menyalakan kembang api sebagai simbol berjalannya demo dengan damai. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Lalu, peningkatan kompetensi pencari kerja dan kesejahteraan pekerja, peningkatan Produktivitas Pekerja, yang berpengaruh pada peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi, peningkatan Investasi sebesar 6,6-7,0 persen yang akan menciptakan lapangan kerja baru.

Dan meningkatkan kesejahteraan pekerja dan Pemberdayaan UMKM dan Koperasi, yang mendukung peningkatan kontribusi UMKM terhadap PDB menjadi 65 persen.

"Secara umun RUU ini mampu menjawab berbagai tantangan ketenagakerjaan dalam dari sisi produktivitas dan daya saing dan relatif rendah dibanding negara lain. Menyikapi RUU Cipta Kerja ini Serikat Pekerja/Buruh seharusnya berani keluar pola pikir konvensional,membawa pekerja/buruh yang berdaya saing dengan skill dan kompotensi yang mampu menyesuaikan dengan teknologi terkini," ujarnya.

Sehingga kita tidak lagi terjebak dengan issu Upah akan tetapi upah akan disesuaikan dengan kompetensi atau skill pekerja. Jika dalam RUU Cipta Kerja ini masih ada hal hal yang dianggap belum sesuai dengan keinginan Serikat Pekerja/Buruh tentu masih dapat di masukkan dalam aturan turunan seperti Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri.

"Harapan kami agar Serikat Pekerja/Buruh dapat bersama sama membangun perekonomian,meningkatkan kompetensi pekerja dan memikirkan nasib jutaan pengangguran yang terkena PHK dan dirumahkan," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya