Motif Megalitikum Tutari Pulau Asei Sentani Menuju Peradaban Baru

Kebanyakan wisatawan asing lebih suka motif asli Sentani dengan warna asli.

oleh Katharina Janur diperbarui 22 Sep 2020, 07:00 WIB
Corry Ohee melihat motif megalitik Tutari. (Dok foto: Balai Arkeologi Papua/Hari Suroto)

Liputan6.com, Sentani - Pelukis kulit kayu di Pulau Asei Sentani, Kabupaten Jayapura memadukan motif megalitikum tutari, peninggalan prasejarah dengan motif modern dari Pulau Asei atau motif khas Sentani lainnya. Situs Megalitik Tutari terdapat di Kampung Doyo Lama, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura. Situs ini merupakan peninggalan zaman neolitikum akhir.

Diberi nama Tutari karena berada di Bukit Tutari. Konon suku yang pernah mendiami wilayah sekitar situs adalah Suku Tutari. Suku ini memperoleh makanan dengan berburu, menangkap ikan, beternak, dan bercocok tanam.

Lukisan pada situs megalitikum tutari banyak digoreskan pada sebuah batuan beku peridiotit. Sedangkan batu-batu hitam sebagai media lukis disebut batu gabbro. Motif pada bebatuan itu banyak dijumpai seperti motif ikan, kadal, geometris dan kura-kura, tikus tanah.

Walaupun ada juga gambar seperti manusia, flora, dan motif lingkaran. Corry Ohee, seorang pelukis kulit kayu dari Pulau Asei Sentani menyebutkan motif megalitikum tutari lebih sederhana dibandingkan motif khas dari Sentani atau Pulau Asei yang sangat detail.

"Motif-motif megalitik tutari merupakan motif tertua karena merupakan peninggalan manusia prasejarah di Danau Sentani. Walaupun kelihatan sederhana, motif megalitik tutari ketika dilukiskan pada kulit kayu membutuhkan pengamatan dan waktu yang lebih lama, agar detail seperti aslinya dan hasilnya lebih artistik," jelasnya, Minggu (20/9/2020).

Corry mengakui motif megalitikum tutari biasa digemari kolektor seni dan wisatawan asing, sebab motif yang ditampilkan lebih tua dan bernilai tinggi.

Simak Video Pilihan Berikut:

2 dari 3 halaman

Menjaga Seni Asli Asei

Corry Ohee melihat motif megalitik Tutari. (Dok foto: Balai Arkeologi Papua/Hari Suroto)

Corry mengakui hampir sebagian besar pelukis kulit kayu di Pulau Asei saat ini hanya membuat lukisan seperti sebuah kerajinan dengan mengerjakan lukisan lebih praktis, misalnya ada mal atau pola motif dan pelukis hanya tinggal mewarnai dengan kuas.

"Gaya melukis yang saya jumpai saat ini ibarat seperti sablon saja, bukan lagi sebuah karya seni asli dari pelukis, tapi lebih cocok disebut sebagai sebuah kerajinan," ujarnya.

Corry menambahkan, pelukis Asei saat ini hanya melukis apa yang disukai atau diminati wisatawan, misalnya melukis tentang burung cenderawasih dengan tulisan Papua, lalu lukisan tifa dengan tulisan Papua, honai, atau motif-motif Sentani dengan pewarnaan cerah atau kekinian dengan bahan pewarna cat dari toko.

"Padahal, lukisan asli kulit kayu Asei hanya memiliki warna aslinya hitam, putih, dan merah yang dibuat dari arang, kapur dan tanah liat. Dengan alat melukis kuas dari serabut kelapa, bukan dengan kuas,” ujarnya.

Walau begitu, Corry dan sejumlah pelukis kulit kayu di Pulau Asei tetap mengingatkan pelukis lainnya untuk mempetahankan nilai asli dari lukisan kulit kayu Asei. "Seperti menorehkan motif megalitik tutari sebagai sumber inspirasi dan berkreasi," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Motif Tutari Menuju Ekonomi Kreatif

Corr Ohee menunjukan lukisan kulit kayu bermotif megalitik Tutari. (Dok foto: Balai Arkeologi Papua/Hari Suroto)

Peneliti pada Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto menyebutkan telah dilakukan penelitian ilmiah terkait motif megalitikum tutari. Penelitian ini diolah menjadi buku populer untuk siswa sekolah menengah.

"Kami berharap pembaca terinspirasi pada buku tersebut untuk berkreasi berdasarkan motif tutari. Pak Corry ternyata terinspirasi dari baca buku tersebut dan menggoreskan sejumlah motif pada lembaran kulit kayu," katanya.

Hari yang sedang melakukan penelitian di Danau Sentani menyebutkan motif megalitikum tutari dapat dijadikan sumber kreativitas. "Selain untuk lukisan kulit kayu juga desain sablon kaus, desain logo, atau sumber inspirasi bagi pelukis kanvas," ujarnya.

Hari menyebutkan pada buku muatan lokal juga memuat tentang panduan praktik motif megalitikum tutari untuk produk ekonomi kreatif termasuk batik motif megalitik tutari. Hari juga mengamati bahwa kebanyakan wisatawan asing lebih suka motif asli Sentani dengan warna asli. Sementara wisatawan domestik lebih suka warna yang cerah, terang, kekinian, dan sebuah lukisan di kulit kayu.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya