Fenomena Munculnya Gerakan Coblos Kotak Kosong di Sragen

Seorang warga Masaran, Eko, 36, menginginkan adanya calon alternatif lainnya daripada calon tunggal

Oleh SoloPos.com diperbarui 20 Sep 2020, 07:00 WIB
Petugas Pemungutan Suara (PPS) mengecek 104 kotak suara di Kelurahan Menteng, Jakarta, Kamis (13/4). Sebagian besar logistik untuk Pilkada DKI 2017 pada 19 April mendatang telah didistribusikan sampai tingkat kelurahan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sragen - Target angka partisipasi 77,5 persen untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sragen yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sragen terhitung cukup tinggi. Terlebih ada gerakan coblos kotak kosong yang mulai menggeliat di Kabupaten Sragen.

Selain itu, kondisi wabah Covid-19 dianggap sedikit banyak berpengaruh pada angka partisipasi tersebut. Sejumlah warga di Sragen menilai angka partisipasi itu cenderung menurun namun sebagian warga lainnya antusias dengan angka partisipasi pilkada akan meningkat.

 

Seorang warga Masaran, Eko, 36, menginginkan adanya calon alternatif lainnya daripada calon tunggal. Eko sebagai warga biasa tak bisa berbuat apa pun saat melihat perkembangan politik Pilkada Sragen itu.

Dalam situasi seperti ini, Eko berpendapat bagi yang akan melawan tentu akan berpikir dua kali karena pertimbangan biaya politik yang tinggi.

“Saya melihat ada fenomena gerakan untuk menyoblos kotak kosong. Gerakan itu mulai muncul di media-media sosial yang bersifat terbatas. Saya lihat mulai ada di status-status WhatsApp. Bahkan ada yang merencanakan untuk membuat kaus dengan slogan menangkan kotak kosong juga. Di sisi lain, wabah Covid-19 juga berpengaruh pada tingkat kehadiran pemilih ke TPS [tempat pemungutan suara],” ujarnya, dikutip Solopos.com.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Kata Warga Soal Partisipasi Pemilih

Ilustrasi – Kotak suara Pilkada serentak. (Istimewa/Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Warga Ngrampal, Agus Prawoto, 59, berpendapat tingkat kehadiran warga ke TPS kemungkinan berkurang karena situasi pilkada yang kurang ramai dengan adanya calon tunggal.

Agus menilai semangat pertarungan dalam Pilkada Sragen tahun ini berkurang tetapi ada pihak-pihak yang menyemangati warga datang ke TPS untuk coblos kotak kosong.

“Berdasarkan opini yang mulai berkembang, muncul istilah gerakan coblos kotak kosong atau GrC-K2. Masyarakat juga kurang gereget [datang ke TPS] karena seolah-olah pemenangnya sudah jelas. Bahkan ada suara-suara untuk penghematan biaya politik lebih baik langsung dilantik. Biayanya untuk pembangunan yang sudah digiatkan petahana yang sudah tampak pula hasilnya,” ujarnya.

Agus mengungkapkan model gerakan coblos kotak kosong itu dengan cara bergerilya karena mengampanyekan kotak kosong katanya dilarang.

Di sisi lain, seorang warga Cantel, Sragen Kota, Suwarlan, 55, mengaku tingkat kehadiran warga ke TPS akan antusias karena masyarakat Sragen sudah sadar tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara yang baik. Adanya wabah Covid-19 itu, ujar dia, tidak akan berpengaruh pada tingkat kehadiran karena warga sudah mengetahui protokol kesehatan dengan baik.

“Situasi seperti ini saya yakin tidak hanya di wilayah perkotaan. Antusias yang sama juga akan terjadi di daerah pedesaan,” terangnya.

Dapatkan berita menarik Solopos.com lainnya, di sini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya