Alat Pengendali Emisi Bikin Beban Subsidi Listrik Bengkak hingga Rp 10 Triliun

Pemasangan alat pengendali emisi akan berdampak pada peningkatan biaya pokok produksi (BPP) sebesar Rp 104 per KWH

oleh Tira Santia diperbarui 25 Agu 2020, 15:00 WIB
Progress sebaran pembangkit listrik dan jaringan tranmisi yang telah dibangun PT. PLN demi program 35.000 MW untuk Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini mengatakan pemasangan alat pengendali emisi akan berdampak pada peningkatan biaya pokok produksi (BPP) sebesar Rp 104 per KWH, yang menyebabkan penambahan beban subsidi listrik sebesar Rp 10,7 triliun setiap tahun.

Kendati begitu, ia optimis PLN tetap berkomitmen penuh untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan memenuhi ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri LHK nomor 15 tahun 2019 tentang baku mutu emisi pembangkit listrik tenaga termal.

Menurutnya, peraturan tentang baku mutu emisi pembangkit termal tersebut merupakan pengganti regulasi sebelumnya, yaitu permen lingkungan hidup Nomor 21 Tahun 2008 dengan melakukan pengetatan baku mutu emisi  baik untuk pembangkit existing maupun pembangkit baru yang akan dibangun.  

“Peraturan ini sangat berdampak kepada PLTU existing saat dibangun dan selama beroperasi pembangkit-pembangkit tersebut, telah memenuhi standar baku mutu emisi berdasarkan Permen LH nomor 21 tahun 2008,” kata Zulkifli dalam Paparannya pada RDP dengan DPR komisi VII, di Jakarta, Selasa (25/8/2020).

Selain itu, Zulkifli berpendapat peraturan ini berdampak pada PLTU yang sedang dalam tahap pembangunan, dan PLTU yang Power Purchase Agreement (PPA)-nya sudah ditandatangani sebelum peraturan ini diundangkan.

Sementara, berdasarkan kondisi operasi saat ini terdapat beberapa Unit pembangkit existing yang perlu dilengkapi dengan alat pengendali emisi, baik untuk mengendalikan emisi Sulfur Dioksida (SO2), maupun pengendalian Nitrogen Oksida (NOx).

Sehingga, seperti yang sudah disebutkan di atas pemasangan alat pengendali emisi akan berdampak pada peningkatan BPP, yang menyebabkan penambahan beban subsidi listrik.

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Upaya PLN

Pekerja memperbaiki kabel listrik Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Banten 3 Lontar, di Kabupaten Tangerang, Rabu (29/4/2020). PLN (Persero) memutuskan untuk menunda sejumlah proyek listrik meski berpotensi mengganggu jalannya program 35.000 MW. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Maka dari itu PLN melakukan beberapa upaya yang sudah, sedang dan akan  dilakukan ke depan oleh PLN yakni, pertama pengendalian kadar sulfur batubara.

“Kegiatan ini sudah kami lakukan dengan cara koleksi dan pemilihan batubara dengan komposisi campuran sulfur yang dapat memenuhi baku mutu emisi SO2,” ujarnya.

Kedua,  pengalihan bahan bakar pembangkit termal, kegiatan ini juga telah dilakukan yaitu dengan menggantikan penggunaan HSD ke bahan bakar gas atau B30 biofuel 30 persen. Ketiga, penggunaan teknologi rendah karbon.

Keempat, pemasangan CEMS (Continuous emissions monitoring system) di semua PLTU dengan kapasitas diatas 25 megawatt untuk melakukan pengendalian emisi secara real-time. Kelima, co-firing  yaitu pemanfaatan biomassa sampah yang merupakan renewable energi sebagai pencampur batubara untuk bahan bakar PLTU.

Keenam, pengembangan pembangkit EBT sesuai dengan RUPTL dan juga telah masuk dalam inisiatif strategis 2020-2024. Dan upaya ketujuh, yakni pemasangan pengendali emisi.

“Untuk pemasangan pengendali emisi pada pembangkit existing memiliki beberapa tantangan antara lain waktu konstruksi, selama lebih kurang 2 sampai 3 tahun dan perlu disesuaikan dengan jadwal pemeliharaan agar ketersediaan pasokan listrik tetap terjamin,” pungkasnya.   

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya