Tolak Omnibus Law, Ribuan Buruh Gelar Demo Besar-besaran pada 25 Agustus

KSPI bersama-sama dengan elemen serikat buruh yang lain akan kembali melakukan aksi besar-besaran serentak di 20 provinsi pada 25 Agustus 2020.

oleh Tira Santia diperbarui 18 Agu 2020, 10:00 WIB
Massa buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyemut di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (10/11). Puluhan ribu buruh berunjuk rasa menuntut agar UMP di Jakarta direvisi dari Rp3,6 juta menjadi Rp3,9 juta. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai, cita-cita kemerdekaan sulit diwujudkan jika RUU Cipta Kerja (omnibus law) disahkan.

Hal ini, karena, di dalam RUU yang saat ini sedang dibahas di DPR itu ada sejumlah pasal yang justru akan mereduksi hak-hak kaum buruh dan masyarakat kecil yang lain.

“Jadi bukannya keadilan sosial yang akan didapatkan kaum buruh. Tetapi masa depan dan hak-hak kami akan dikorbankan dengan adanya undang-undang sapu jagad itu,” kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (18/8/2020).

Karena sejumlah pasal yang merugikan tersebut, tidak berlebihan jika dari waktu ke waktu, gerakan penolakan terhadap omnibus law semakin membesar. Tidak hanya disuarakan oleh kaum buruh, tetapi juga elemen masyarakat yang lain.

Menurut Said Iqbal, KSPI bersama-sama dengan elemen serikat buruh yang lain akan kembali melakukan aksi besar-besaran serentak di 20 provinsi pada tanggal 25 Agustus 2020. Dalam aksi tersebut hanya ada dua tuntutan yang akan disuarakan, menolak omnibus law dan stop PHK massal.

“Sampai saat ini kami belum melihat apa strategi pemerintah dan DPR untuk menghindari PHK besar-besara akibat covid-19 dan resesi ekonomi. Mereka seolah-olah tutup mata dengan adanya ancaman PHK yang sudah di depan mata, tetapi yang dilakukan justru ngebut membahas omnibus law.”

Aksi di Jakarta akan diikuti puluhan ribu buruh di DPR RI dan ribuan buruh di kantor Menko Perekonomian. Bersamaan dengan aksi di Jakarta, aksi juga serentak dilakukan di berbagai daerah dengan mengusung isu yang sama.

“Beberapa provinsi yang akan melakukan aksi antara lain, Jawa Barat di Gedung Sate Bandung, Banten di Serang, Jawa Tengah di Semarang, Jawa Timur di Gedung Grahadi Surabaya,” kata Said Iqbal.

Lebih lanjut dia mengatakan, aksi demo KSPI serupa juga akan dilakukan di Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bengkulu, Riau, Batam, Lampung, Banjarmasin, Samarinda, Gorontalo, Makasar, Manado, Kendari, Mataram, Maluku, Ambon, Papua, dan sebagainya.

“Bilamana DPR dan Pemerintah tetap memaksak untuk pengesahan RUU Cipta Kerja, bisa saya pastikan, aksi-asi buruh dan elemen masyarakat sipil yang lain akan semakin membesar,” pungkasnya.

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Pembahasan RUU Cipta Kerja Telah Capai 70 Persen

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) menyerahkan draft RUU Omnibus Law kepada Ketua DPR Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2020). Pemerintah mengajukan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Omnibus Law Perpajakan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan pembahasan RUU Cipta Kerja (Ciptaker) sudah mencapai 70 persen. Penyelesaian RUU ini memang cukup alot, mengingat banyak pihak yang terkait. Terutama kebijakan dari sisi pekerja yang banyak mendapatkan kritik.

“Pembahasan RUU Cipta Kerja sudah mencapai 70 persen. Sudah disampaikan di pidato ketua DPR, cipta kerja akan dibahas dan ditargetkan bisa selesai dalam masa sidang ini,” ujar Airlangga dalam Konferensi Pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2021, Jumat (14/8/2020).

Menurutnya, dengan progres yang telah mencapai 70 persen ini, beberapa isu krusial sudah disepakati. Baik terkait ketenagakerjaan, antara tripartit pekerja, pengusaha dan pemerintah dalam rapat yang dipimpin Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.

Di sisi lain, Airlangga mengatakan RUU Cipta Kerja ini akan memangkas obesitas regulasi yang selama ini menghambat investasi. Sehingga pemulihan ekonomi dapat berlangsung lebih cepat jika investasi dapat segera masuk dengan aturan yang lebih efisien.

“Investasi dan kaitannya dengan RUU cipta kerja, tentu yang ingin diselesaikan ciptaker adalah obesitas regulasi. Ini akan jadi kesempatan untuk pemulihan ekonomi dan percepatan penguatan reformasi atau transformasi perekonomian,” kata Airlangga.

Dalam RUU Cipta Kerja ini, lanjut Airlangga, juga mencakup perizinan terkait UMKM beserta kepastian hukumnya.

“Kita berharap dengan diselesaikannya RUU Cipta Kerja dan dengan trade war, diharapkan ada inflow dari FDI yang bisa masuk dari negara-negara yang ingin melakukan investasi dengan melihat domestic market Indonesia dan tersedianya resource atau bahan baku di RI terkait global value chain,” jelas Airlangga.

3 dari 3 halaman

Puan: DPR Akan Hati-Hati Godok RUU Cipta Kerja

Massa yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) membawa poster saat berunjuk rasa di Jalan Gerbang Pemuda, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020). Dalam aksinya mereka menolak rencana pengesahan RUU Cipta Kerja atau omnibus law. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan, pembahasan RUU Cipta Kerja akan dilakukan DPR RI dengan hati-hati dan transparan. 

"Pembahasan RUU Cipta Kerja dilakukan secara cermat, hati-hati, transparan, terbuka, dan yang terpenting adalah mengutamakan kesinambungan kepentingan nasional, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang," ujar Puan dalam pidatonya pada rapat paripurna pembukaan masa sidang I 2020-2021 di Gedung Paripurna, Kompleks Parlemen, Jumat (14/8/2020).

Kelanjutan pembahasan RUU, termasuk RUU Ciptaker, menurut Puan lantaran DPR harus bisa bekerja menjalankan fungsi legislasi kendati dihadapkan pada kendala berupa pandemi Covid-19.

"Dengan mempertimbangkan upaya pencegahan penyebaran Covid-19 dan kebutuhan untuk melaksanakan tugas legislasi secara maksimal, DPR RI mengesahkan metode rapat virtual melalui Peraturan DPR RI No. 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang," tutur Puan Maharani.

Selain itu, Puan menyatakan DPR bersama Pemerintah dan DPD telah mengevaluasi Prolegnas Prioritas 2020 pada masa persidangan IV tahun 2019-2020.

"Ini dilakukan agar capaian fungsi legislasi lebih realistis dan terukur," kata Puan. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya