ICW Kirim Surat ke KPK, Minta Nurhadi Dijerat Tindak Pidana Pencucian Uang

Kurnia menyebut, dari data yang dikumpulkan ditemukan kekayaan Nurhadi yang tidak berbanding lurus dengan penghasilan resminya.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 22 Jul 2020, 11:39 WIB
Mantan Sekretaris MA Nurhadi saat akan menjalani pemeriksaan penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (30/6/2020). Nurhadi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur MIT Hiendra Soenjoto terkait dugaan suap gratifikasi pengurusan perkara di MA Tahun 2011-2016. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Lokataru Foundation menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dijerat dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"ICW dan Lokataru mengirimkan surat kepada KPK agar segera mengembangkan dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Rabu (22/7/2020).

Kurnia menyebut, dari data yang dikumpulkan ditemukan kekayaan Nurhadi yang tidak berbanding lurus dengan penghasilan resminya. Dalam penelusuran yang dilakukan, kata Kurnia, ditemukan sejumlah aset yang diduga milik Nurhadi yang dihasilkan dari uang haram.

Yakni, tujuh aset tanah dan bangunan dengan nilai ratusan miliar rupiah, empat lahan usaha kelapa sawit, delapan badan hukum, baik dalam bentuk PT maupun UD, 12 mobil mewah, dan 12 jam tangan mewah.

Menurut Kurnia, KPK semestinya menyelidiki potensi pihak terdekat Nurhadi yang menerima manfaat atas kejahatan yang dilakukannya.

"Instrumen hukum yang dapat digunakan oleh lembaga antirasuah ini adalah Pasal 5 UU TPPU (pelaku pasif) dengan ancaman pidana penjara lima tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar," kata dia.

Kurnia mengungkapkan beberapa keuntungan bagi KPK ketika menindak pelaku kejahatan dengan aturan pencucian uang. Pertama, kata dia, penyelidikan dan penyidikan tidak akan diwarnai dengan resistensi dan intervensi pihak tertentu karena menggunakan metode follow the money.

Kemudian, sejalan dengan konsep pemidanaan yang berorientasi pada pemberian efek jera bagi pelaku kejahatan korupsi. Ketiga, memudahkan proses unjuk bukti bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU), sebab Pasal 77 UU TPPU mengakomodasi model pembalikan beban pembuktian.

"Sehingga Jaksa tidak sepenuhnya dibebani kewajiban pembuktian, melainkan berpindah pada terdakwa itu sendiri," kata Kurnia.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Usut TPPU lewat Keterangan Saksi

Juru Bicara KPK, Ali Fikri memberikan keterangan terkait OTT di Sidoarjo di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/1/2020). Keenam tersangka tersebut adalah Sidoarjo Saiful Ilah, Sunarti Setyaningsih, Judi Tetrahastoto, Sanadjihitu Sangadji dan Ibnu Ghopur dan Totok Sumedi. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Sebelumnya, Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan penyidik saat ini melakukan pemeriksaan secara komprehensif. Tidak hanya fokus kepada dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA saja.

"Kami juga sudah menginformasikan kepada rekan-rekan semua terkait dengan saksi-saksi yang diperiksa itu terkait dengan konfirmasi aset-aset atau benda yang diduga milik tersangka NHD. Baik itu pada vila, kemudian beberapa kendaraan dan tas, barang-barang mewah, sepatu. Termasuk juga dengan kelapa sawit ini," kata Ali.

Atas dasar tersebut, Ali memastikan pihak lembaga antirasuah tengah mengusut dugaan pencucian uang yang dilakukan Nurhadi lewat para saksi. Jika ditemukan dua alat bukti yang cukup, maka KPK akan menjerat Nurhadi dengan pasal TPPU.

"Kemudian nanti dalam perkembangannya disimpulkan, ditemukan dua bukti permulaan yang cukup tentu akan didapatkan lebih lanjut ke penyidikan TPPU," kata Ali.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya