Perkembangan Pesat Layanan E-Commerce Website Builder di Era Pandemi

Ada dampak positif dari sektor e-commerce berkat tercetusnya era new normal yang membentuk kebiasaan belanja online yang baru pula.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Jun 2020, 11:08 WIB
Ilustrasi belanja Online (iStockphoto)​

Liputan6.com, Jakarta - Jauh sebelum pandemi Covid-19 melanda, perusahaan-perusahaan ritel berjuang untuk mengatasi perubahan pola konsumsi masyarakat di era digital. Karakteristik generasi muda yang lekat dengan teknologi membuat mereka cenderung lebih suka berbelanja online dan perlahan-lahan meninggalkan tradisi belanja konvensional.

Sekarang di masa pandemi ini, para retailer tersebut menghadapi tantangan yang bahkan lebih berat lagi: bagaimana cara untuk bertahan ketika hampir semua toko mereka tutup.

Di Amerika Serikat, (AS) lebih dari 250.000 toko seperti Macy’s, Nordstrom, J.Crew, dan perusahaan ritel lainnya, tutup sementara semenjak pertengahan Maret sebagai upaya memutus rantai penyebaran Covid-19. Angka ini mencakup 60% dari jumlah keseluruhan toko ritel di AS.

Sementara itu, Indonesia juga tidak luput dari krisis ini. Pada April lalu, PT Ramayana Lestari Sentosa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada ratusan karyawannya. Pihak Ramayana mengaku bahwa bisnisnya terganggu oleh pandemi. Dikutip dari informasi yang dirilis di portal Bursa Efek Indonesia, pusat perbelanjaan yang menjual produk fashion ini melakukan PHK terhadap 421 karyawannya.

Transisi ke online

Pandemi corona Covid-19 memang telah mendisrupsi semua sektor bisnis di seluruh belahan dunia, namun ada dampak positif yang dialami oleh sektor e-commerce berkat tercetusnya era new normal yang membentuk kebiasaan belanja online yang baru pula.

Sebenarnya tren transisi ke online—dalam hal ini ke e-commerce—bukanlah cerita baru. Amazon sudah mendominasi e-commerce di AS semenjak 1994, sedangkan Tokopedia sudah memiliki head start di dunia e-commerce Indonesia pada 2009. Kedua marketplace ini sudah menjadi top of mind untuk segala yang berhubungan dengan e-commerce.

Namun, masih banyak yang belum tahu bahwa ada pilihan selain marketplace, yaitu platform pembuatan website online atau biasa disebut sebagai e-commerce website builder. Shopify mungkin merupakan salah satu e-commerce website builder yang paling sering disinggung namanya. Namun, Indonesia juga punya beberapa pemain yang namanya mulai bergaung di dunia bisnis online, salah satunya TokoTalk.

Perlahan tapi pasti, platform-platform ini mulai sukses menghimpun users, baik yang baru mulai transisi ke dunia digital maupun yang berpindah dari marketplace. E-commerce website builder seperti Shopify dan TokoTalk digunakan oleh para pebisnis online karena alasan kepraktisan dan kemudahan yang dimilikinya.

Membuat website pribadi tidak lagi rumit dan memakan waktu. Kedua platform di atas bisa dibilang merupakan jalur cepat untuk memiliki website, bahkan bisa dibilang instan. Dengan platform siap pakai tersebut, para pebisnis online tidak perlu merogoh kocek untuk menyewa developer karena mereka bisa menjalankan setiap langkah sendiri.

E-commerce website builder ini memberikan akses kepada penggunanya untuk membangun website dengan biaya kecil dan effort yang minimal. Jika dibandingkan dengan membuat website dari nol yang membutuhkan banyak setup dan keahlian tertentu (coding, desain, dan sebagainya), tentu platform seperti Shopify dan TokoTalk merupakan alternatif yang tepat.

Banyak alasan mengapa para penjual online mulai berpikiran untuk memiliki website sendiri untuk memasarkan produknya. Marketplace saat ini sangat padat oleh penjual online, yang ribuan di antaranya menjual produk yang serupa bahkan sama. Mau tidak mau, penjual tersebut harus mengikuti perang harga yang kemudian menyebabkan margin keuntungannya semakin kecil.Sementara itu dengan platform pribadi, mereka bisa menentukan harga jual tanpa harus menghiraukan kompetitor.

Selain itu, berdasarkan testimoni yang dihimpun dari penjual online di TokoTalk, dengan berjualan di website pribadi plus mengintegrasikannya ke media sosial, mereka merasa lebih dekat dengan para calon customer. Lain halnya dengan berjualan di marketplace, yang dirasa menimbulkan jarak dengan customer.

Contoh tampilan website toko online CKL Looks yang dibuat menggunakan platform e-commerce website builder TokoTalk. foto: dok. TokoTalk

Go online adalah keharusan

Dengan tutupnya toko-toko dan pemberlakuan pembatasan sosial, wajar bahwa e-commerce akan berkembang semakin pesat. Ini dirasakan dengan penjualan bahan kebutuhan sehari-hari yang melonjak semenjak pandemi Covid-19 pada Maret karena konsumen menghindari berbelanja di supermarket dan pasar.

Peluang ini dimanfaatkan dengan cermat oleh berbagai perusahaan e-commerce, Bukalapak contohnya, telah bermitra dengan beberapa merek fast-moving consumer goods (FMCG). Demikian pula, Tokopedia yang mencatat bahwa penjualan produk-produk perawatan diri dan kesehatan meningkat tiga kali lipat pada Maret dan jumlah seller pada kategori tersebut meningkat lebih dari dua kali lipat pada bulan yang sama.

Tidak hanya marketplace yang berhasil menemukan celah di masa krisis ini. TokoTalk juga mengungkapkan bahwa jumlah penjualan di toko-toko yang menggunakan platform-nya mengalami peningkatan. Berdasarkan data TokoTalk, peningkatan penjualan produk-produk seperti kebutuhan pokok (sembako), makanan kemasan, serta buah-buahan dan sayuran mengalami kenaikan tertinggi.

Ini diikuti dengan produk kesehatan dan suplemen. KlikDokter, salah satu merchant TokoTalk yang menjual kedua produk ini, mengungkapkan bahwa lonjakan pembelian terus berlanjut hingga bulan Juni. Pasar Larangan Sidoarjo, merchant TokoTalk yang juga menjual kebutuhan sehari-hari, mengungkapkan bahwa mereka mengambil keputusan yang tepat dengan beralih ke online pada saat krisis ini.

“Jika kami tidak beralih ke online, pasti pandemi Covid-19 ini akan memukul bisnis kami lebih keras lagi. Untungnya kami menemukan solusi yang tepat. Sejauh ini, menggunakan e-commerce website builder TokoTalk merupakan langkah terbaik yang kami ambil untuk menanggulangi kerugian,” ujar Syuhadak Ismail selaku Ketua Komunitas Pasar Larangan Sidoarjo.

Pada akhirnya, segala bentuk bisnis pada era pandemi ini terpaksa harus mengikuti konsep survival of the fittest. Siapa yang cepat dan cermat dalam beradaptasi, merekalah yang bertahan

“Dengan adanya metode pembayaran cashless, contactless delivery, dan website yang mudah diakses, masyarakat merasa lebih aman dan nyaman berbelanja online. Masyarakat yang mungkin belum pernah berbelanja online sebelumnya mau tidak mau harus mencoba karena ini adalah alternatif terbaik di kala pandemi. Di sisi lain, para pebisnis juga harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan ini jika tidak mau tertinggal dan kemudian gagal bertahan,” ujar Kemas Yunus Antonius, Head of Business Development TokoTalk.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya