Komisi VI DPR Pertanyakan Skema Penyelamatan Garuda oleh Pemerintah

Deddy mengungkapkan, dana talangan itu berbentuk pinjaman yang harus dikembalikan beserta bunganya.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Jun 2020, 17:52 WIB
Pesawat maskapai Garuda Indonesia terparkir di areal Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (16/5/2019). Pemerintah akhirnya menurunkan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat atau angkutan udara sebesar 12-16 persen yang berlaku mulai Kamis hari ini. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Sitorus menilai skema penyelamatan Garuda Indonesia semakin tidak jelas. Dia menilai skema tersebut terkesan hanya akan menyelamatkan pemegang saham minoritas.

Hal itu disampaikan setelah Kementerian BUMN menyatakan dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI bahwa skenario penyelamatan Garuda menggunakan skema dana talangan.

Deddy mengungkapkan, dana talangan itu berbentuk pinjaman yang harus dikembalikan beserta bunganya. Menurut Deddy, patut dipertanyakan motivasi dan aspek legal dari skema ini sebab bentuknya sangat tidak lazim dan berpotensi mendatangkan masalah di kemudian hari.

"Mari kita lihat nanti rancangan Peraturan Kementerian Keuangan (PMK), yang saya dengar sedang difinalisasi oleh Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan,” kata anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini, melalui keterangan tertulis, Senin (15/6/2020).

Lebih lanjut, menurut anggota DPR RI dari Dapil Kalimantan Utara ini, lazimnya cara yang ditempuh bagi perusahaan yang sudah listed di bursa adalah dengan menerbitkan saham baru (right issue).

Dengan cara ini maka para pemegang saham harus menambahkan modal, jika tidak maka otomatis porsi sahamnya berkurang (terdelusi).

"Pemerintah bisa menginjeksi PMN untuk membeli saham baru dan para pemegang saham yang lain juga harus menyetorkan dananya," ujar Deddy.

Sebab, lanjut Deddy, Garuda Indonesia membutuhkan injeksi dana segar untuk mempertahankan kondisi ekuitas yang bermasalah. Deddy oun mengaku heran lantaran Garuda yang kondisinya sedang memprihatinkan justru disodori pinjaman. Hal itu malah menambah beban baru. 

Bagi Deddy, skema dana talangan membuat pemerintah dan Garuda seolah disandera dan tidak berdaya.

"Semua maskapai penerbangan sedang menghadapi masalah, khusus Garuda sebelum pandemi Covid-19 pun sudah bermasalah. Tetapi skenario pemerintah ini adalah yang paling menimbulkan tanda tanya,” lanjut Deddy.

Pemerintah berencana memberikan pinjaman dengan bunga sebesar Rp8,5 triliun kepada Garuda Indonesia. Pinjaman dengan bunga yang harus dikembalikan serta tidak bisa dikonversi itu menurut rencana akan dikucurkan melalui SMI sebesar Rp5 triliun, LPEI sebesar Rp1 triliun, dan instrumen utang lainnya sebesar Rp2,5 triliun.

Deddy menyampaikan, dana sebesar Rp1 triliun itu adalah jaminan utang jangka panjang, dan sekitar Rp5 triliun dalam bentuk Convertible Bond (CB) yang ditanggung Garuda dan bisa di-redeem setiap saat oleh para pemegang saham.

Konfigurasi pemegang saham Garuda Indonesia saat ini menurut data adalah Pemerintah Indonesia 60,5%, publik 9%, dan TransAirways beserta proxinya menurut informasi sekitar 30,5%.

“Kita jangan lupa sejarah, BUMN punya pengalaman buruk dengan Rekening Dana Investasi (RDI), ini skema dukungan dana yang dimasukkan ke BUMN bukan dalam bentuk PMN tetapi dalam bentuk kerja sama investasi. Skema ini membawa akibat yang berat bagi BUMN sendiri karena terlilit utang buga dan pokok kepada pemerintah yang notabene adalah pemegang saham,” ujar Deddy.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya