Organda: Aturan PSBB Bikin Kita Repot, Tak Tahu Kapan Beroperasi Lagi

Organda meminta kepastian kepada pemerintah khususnya Kementerian Perhubungan terkait kejelasan operasional di tengah wabah Corona covid-19.

oleh Tira Santia diperbarui 26 Apr 2020, 19:00 WIB
Sejumlah angkutan umum terparkir saat menunggu penumpang di Terminal Kampung Melayu, Jakarta, Selasa (21/4/2020). Ketua DPP Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan menyatakan hanya 10 persen dari 85.900 kendaraan yang masih beroperasi selama pandemi Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Organisasi Angkutan Darat (Organda) meminta kepastian kepada pemerintah khususnya Kementerian Perhubungan terkait kejelasan operasional di tengah wabah Corona covid-19. 

Ketua DPC Organda Surabaya H. Sunhaji Ilahoh menjelaskan, beberapa daerah termasuk di Jawa Timur telah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dengan adanya aturan PSBB ini maka angkutan umum dibatasi selama dua pekan yaitu mulai 28 April sampai 11 Mei.

Ia mengatakan bahwa dalam Peraturan Gubernur di Jawa Timur, bahwa ke depan tidak menutup kemungkinan PSBB ini akan diperpanjang sesuai dengan wewenang pemerintah daerah.

“Kami merasa bahwa Pergub ini tidak memberi penjelasan terkait normalisasi transportasi, maka kalau mengacu pada Peraturan itu masih bisa di evaluasi sampai batas tak ditentukan,” ujarnya.

Kalau mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) nomor 25 tahun 2020 disebutkan PSBB mengalami perpanjangan dari 24 April sampai 31 Mei. Ia mempertanyakan apakah evaluasi itu juga mencakup batasan maksimal.

“Artinya setelah 31 Mei transportasi umum ini beroperasi, kenapa ini sangat penting karena berkaitan dengan kepastian bagi anggota kami di organda karena ini berkaitan dengan kehidupan ekonomi,” tegasnya.

Ia menilai bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan tidak membantu hak-hak ekonomi pelaku usaha angkutan umum termasuk kru dan pengemudi.

“Kita sekarang serba repot kita menghadapi kebijakan yang tidak ada kejelasan kapan bisa beroperasi lagi, bagaimana hak-hak ekonomi kita, dari Permenhub tidak ada yang mengatur hak-hak ekonomi,” ujarnya.

Maka dari itu pihaknya dari organda Surabaya ingin menegaskan pemerintah perlu memerhatikan pelaku usaha transportasi umum dengan melindungi dari dampak negatif, baik melalui insentif dan diperjelas secara teknis, perlu ada koordinasi terkait teknis dengan pemerintah daerah, karena banyak yang mengeluh pemerintah mengeluarkan kebijakan tanpa berbicara dengan pelaku usaha transportasi.

“Kami rasa perlu dibahas hal-hal teknis dan penjelasan kapan kami bisa beroperasi kembali,” ujarnya.

Oleh karena itu, setelah wabah covid-19 ini selesai perlu duduk kembali untuk membahas terkait kebijakan yang jelas dalam konteks melindungi bagi pelaku usaha.

“Awak angkutan kami merasa gelisah karena tidak ada kepastian kapan beroperasi lagi, sedangkan kebutuhan mereka setiap hari ada, serta belum ada kepastian kapan kembali bekerja,” kata Direktur PO Putra Jaya Vicky Hosea Wakil Sulawesi.

 

 

2 dari 2 halaman

Aturan OJK

Sejumlah angkutan umum terparkir saat menunggu penumpang di Terminal Kampung Melayu, Jakarta, Selasa (21/4/2020). Ketua DPP Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan menyatakan hanya 10 persen dari 85.900 kendaraan yang masih beroperasi selama pandemi Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Selain itu, Vicky juga mengeluhkan bahwa terkait Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) mengani relaksasi kredit masih dalam tahap pengajuan, dan dinilai lambat dalam proses persetujuan untuk ajuan tersebut. Maka dirinya meminta agar skema bantuan dari pemerintah melalui POJK bisa dipantau dengan baik di lapangan. 

“Bahwa POJK yang sudah diatur sebagai lembaga yang mengatur perlu melakukan pengawasan pada beberapa perbankan, apakah perbankan ini mengikuti intsruksi dari pemerintah terkait instruksi penurunan bunga,” tutupnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya