Pengamat: Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Bukan Solusi Atasi Defisit

Untuk menambal defisit BPJS Kesehatan tidak harus dengan menaikkan iuran.

oleh Athika Rahma diperbarui 10 Mar 2020, 16:00 WIB
Petugas BPJS Kesehatan melayani warga di kawasan Matraman, Jakarta, Rabu (28/8/2019). Sedangkan, peserta kelas mandiri III dinaikkan dari iuran awal sebesar Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan. Hal itu dilakukan agar BPJS Kesehatan tidak mengalami defisit hingga 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Iuran BPJS Kesehatan batal naik. Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran BPJS dari Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Tony Richard.

Masyarakat merespon positif hal ini, demikian juga ekonom yang menilai pembatalan kenaikan ini adalah hal yang tepat.

Ekonom Center of Reforms on Economic (CORE) Piter Abdullah menyatakan, memang untuk menambal defisit BPJS Kesehatan tidak harus dengan menaikkan iuran, karena justru akan menurunkan daya beli masyarakat.

"Kenaikan iuran BPJS itu seperti yang kita tahu akan menggerus daya beli masyarakat, padahal dalam keadaan perlambatan ekonomi saat ini kita butuh pertumbuhan konsumsi," ujar Piter saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (10/03/2020).

Pemerintah, lanjut Piter, harusnya meningkatkan daya beli masyarakat, bukan menguranginya. Soal defisit BPJS, masih ada beberapa langkah alternatif yang bisa dilakukan.

Misalnya, meningkatkan disiplin peserta BPJS Kesehatan dalam membayar iuran.

"Atau dengan mengurangi pengeluaran BPJS, termasuk dalam hal ini meninjau kembali cakupan layanan BPJS, menghilangkan moral hazard yang sering terjadi baik dari sisi rumah sakit, dokter maupun pasien," jelasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Efisiensi Sistem

Ada 6 rumah sakit yang belum berkomitmen menerapkan verifikasi digital klaim (Vedika) BPJS Kesehatan. (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Dengan ini, efisiensi sistem internal maupun eksternal BPJS harus ditingkatkan, namun layanan dan jaminan yang diberikan tetap berada pada level yang baik.

Jika benar-benar mentok dan seluruh langkah sudah dilakukan maksimal namun hasilnya nihil, pemerintah perlu memanfaatkan dana kontingensi atau dana cadangan yang disiapkan khusus.

"Kalau masih defisit meskipun usaha sudah maksimal, baru dikeluarkan dana cadangan. Pemerintah juga sudah menambah jumlah dana tersebut dalam APBN 2020," kata Piter.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya