Ketua KPK Jelaskan Alasannya Hentikan 36 Kasus Korupsi

KPK menghentikan 36 kasus dugaan korupsi yang masih di tahap penyelidikan.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 21 Feb 2020, 08:49 WIB
Plt Jubir KPK Ali Fikri (kanan) bersama Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan keterangan terkait pengembangan kasus proyek jalan Bengkalis di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (17/1/2020). Proyek jalan Bengkalis juga ikut menjerat Bupati Amril Mukminin. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan 36 kasus dugaan korupsi yang masih di tahap penyelidikan. Menurut Ketua KPK Firli Bahuri, penghentian kasus tersebut memiliki alasan yang kuat.

"Tujuan hukum harus terwujud, kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Tidak boleh perkara digantung-gantung untuk menakut-nakuti pencari kepastian hukum dan keadilan," jelas Firli saat dikonfirmasi, Jumat (21/2/2020).

Firli melanjutkan, 36 kasus dihentikan pengusutannya oleh KPK diyakini tidak mengandung dugaan tindak pidana korupsi. Dia juga meyakini, jika 36 kasus tersebut tak diputuskan berhenti pengusutannya, maka berpotensi disalahgunakan.

"Kalau bukan tindak pidana, masa iya tidak dihentikan. Justru kalau tidak dihentikan maka bisa disalahgunakan untuk pemerasan dan kepentingan lainnya," tegas Firli.

Penghentian pengusutan 36 kasus dugaan tindak pidana korupsi oleh KPK dikonfirmasi oleh Plt Jubir KPK Ali Fikri. Menurut dia, penghentian dilakukan sudah sesuai dengan prosedur dan kecermatan.

"Kami mengkonfirmasi telah menghentikan 36 perkara di tahap penyelidikan. Hal ini kami uraikan lebih lanjut sesuai dengan prinsip kepastian hukum, keterbukaan dan akuntabilitas pada publik sebagaimana diatur di Pasal 5 UU KPK," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis 20 Februari 2020.

Ali menegaskan 36 kasus dihentikan masih berstatus penyelidikan. Sebab dalam penyelidikan, menurut dia, dapat dipahami bahwa dimungkinkan sebuah perkara ditingkatkan ke penyidikan atau tidak dapat dilanjutkan.

"Ketika di tahap penyelidikan ditemukan peristiwa pidana dan bukti permulaan yang cukup, maka perkara ditingkatkan ke penyidikan. Dan, sebaliknya sebagai konsekuensi logis, jika tidak ditemukan hal tersebut maka perkara dihentikan penyelidikannya," beber Ali Fikri.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikti membeberkan pertimbangan pihaknya dalam menghentikan kasus di tahap penyelidikan.

"Jadi selama proses penyelidikan dilakukan tak memenuhi syarat untuk ditingkatkan ke penyidikan, seperti belum cukup bukti permulaan, bukan tindak pidana korupsi dan alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum (bisa dihentikan)," jelas Ali.

Ali melanjutkan, untuk tahun 2020, jenis penyelidikan yang dihentikan cukup beragam, seperti dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, dan DPR/D.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Bukan Hal Baru KPK Hentikan Penyelidikan Kasus

Ali Fikri mengatakan penghentian penyelidikan kasus korupsi bukan hal yang baru di dalam tubuh komisi antitasuah.

Tercatat, sejumlah penyelidikan pernah dilakukan di tahun 2011, 2013, 2015. Dia menyebut, pada KPK periode sebelumnya atau dalam kurun 5 tahun terakhir KPK sudah menghentikan penyelidikan kasus sebanyak 162 kasus.

"Data 5 tahun terakhir sejak 2016 KPK pernah menghentikan penyelidikan sebanyak total 162 kasus," jelas Ali.

KPK menghentikan penyelidikan kasus bukan tanpa landasan hukum. Undang-Undang KPK hasil revisi memungkinkan hal tersebut.

UU Nomor 19 Tahun 2019 menyebut KPK diberi ruang secara terbatas bagi untuk menghentikan perkara hingga di tingkat penyidikan dan penuntutan. Artinya bila kasus masih di tingkat penyelidikan, KPK memiliki kapasitas lebih kuat untuk menghentikannya bila tidak ditemukan cukup bukti.

"KPK tetap wajib menangani perkara secara hati-hati. Pada Pasal 40 UU Nomor 19 Tahun 2019 penghentian penyidikan dapat dilakukan jika belum selesai dalam jangka waktu 2 tahun," kata Ali memungkasi.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya