Bercermin dari Kasus Siswi SN, Cermati Cara Mencegah Bunuh Diri

Kasus bunuh diri yang menghebohkan kembali terjadi. Kali ini menimpa seorang siswi SMPN 147 Jakarta berinisial SN pada Selasa, lalu (14/1).

oleh Fitri Syarifah diperbarui 20 Jan 2020, 13:30 WIB
Ilustrasi Foto Bunuh Diri (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus bunuh diri yang menghebohkan kembali terjadi. Kali ini menimpa seorang siswi SMPN 147 Jakarta berinisial SN pada Selasa, lalu (14/1). Ia tewas usai lompat dari lantai empat gedung sekolahnya. Banyak dugaan kalau siswi ini dirundung oleh teman sekolahnya. Kendati demikian, pihak sekolah membantah adanya bullying.

Bagaimana pun, kejadian ini bisa menjadi pelajaran bahwa sebenarnya ada banyak faktor hingga akhirnya seseorang memutuskan bunuh diri. Biasanya badai emosi dan tekanan hidup lebih kuat dibanding pertimbangan hidup yang cermat.

Psikiater di RS Siloam Bogor dan National Hypnotherapy Instructor, dr. Jiemi Ardian mengatakan kejadian bunuh diri seperti siswi SMP in memang tidak pernah sederhana.

"Sama seperti sakit gigi ga akan hilang hanya dengan disuruh jadi kuat, pikiran bunuh diri juga ga akan hilang dengan dikuat-kuatin," ujar Dr. Jiemi dalam menganalogikan salah satu jenis penyakit mental ini, seperti dikutip dalam tweet @jiemiardian.

Menurut Jiemy, bunuh diri bukan soal seseorang bermental lemah. "They are in painful experience. Kecenderungan bunuh diri perlu ditolong profesional," katanya.

"Saya memahami banyak dari kita mulai aware tentang gangguan jiwa, juga peduli pada kejadian bunuh diri. Tapi mari tidak ikut menyebarkan informasi pribadi korban. Mari bicara tentang pencegahan, tapi tanpa menyalahkan #RIPNadia,"

Saran dr. Jiemi dalam tweet-nya yang sudah di-retweet lebih dari 2.000 orang.

 

 

Simak juga video berikut ini:

2 dari 3 halaman

Penyebab Bunuh Diri

Ilustrasi Bunuh Diri (iStockphoto)

Seperti dilansir Medicalnewstoday, kebanyakan orang yang memiliki pikiran untuk bunuh diri tidak berhasil menemukan solusi lain. Penyebabnya yaitu depresi, kecemasan, anoreksia (gangguan makan), dan penyalahgunaan zat aditif. Perlu diperhatikan, bahwa orang dengan riwayat keluarga memiliki penyakit mental lebih cenderung memiliki pikiran untuk bunuh diri.

Gejala seseorang yang mengalami atau memiliki pikiran untuk bunuh diri dapat menunjukkan tanda atau gejala berikut:

- tampak merasa terjebak atau putus asa

- merasakan sakit emosional yang tak tertahankan

- tampak memiliki keasyikan yang abnormal dengan kekerasan, sekarat, atau kematian- mengalami perubahan suasana hati, baik senang atau sedih

- berbicara tentang balas dendam, rasa bersalah, atau rasa malugelisah, atau dalam kondisi kecemasan yang tinggi

- mengalami perubahan dalam kepribadian, rutinitas, atau pola tidur- mengkonsumsi obat-obatan atau lebih banyak alkohol dari biasanya, atau mulai minum ketika mereka sebelumnya tidak melakukannya

- terlibat dalam perilaku berisiko, seperti mengemudi sembarangan atau menggunakan narkoba

- memegang senjata, obat-obatan, atau zat yang bisa mengakhiri kehidupan- mengalami depresi, serangan panik, gangguan konsentrasi- peningkatan isolasi (semakin mengurung diri dari keramaian)

- berbicara tentang menjadi beban bagi orang lain- agitasi psikomotor, seperti mondar-mandir di sekitar ruangan, meremas-remas tangan seseorang, dan melepas pakaian dan mengenakannya kembali

- mengucapkan selamat tinggal kepada orang lain seolah-olah itu adalah yang terakhir kalinya

- tampak tidak memiliki emosi senang dari kegiatan sehari-hari yang biasanya menyenangkan seperti makan, olahraga, interaksi sosial, atau seks

- penyesalan hebat dan kritik diri- berbicara tentang bunuh diri atau mati, mengungkapkan penyesalan tentang masih hidup atau pernah dilahirkan

Sejumlah besar orang dengan ide bunuh diri merahasiakan pikiran dan perasaan mereka dan tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ada sesuatu yang salah.

Penyebab

Ide bunuh diri dapat terjadi ketika seseorang merasa mereka tidak lagi mampu menghadapi situasi yang luar biasa. Bisa berasal dari masalah keuangan, kematian orang yang dicintai, hubungan yang hancur, atau penyakit yang menghancurkan atau melemahkan.

Situasi paling umum atau peristiwa kehidupan yang mungkin menyebabkan pikiran bunuh diri adalah kesedihan, pelecehan seksual, masalah keuangan, penyesalan, penolakan, putusnya hubungan, dan pengangguran.

Faktor-faktor risiko berikut mungkin berdampak pada probabilitas seseorang mengalami ide bunuh diri:

- sejarah keluarga masalah

- kesehatan mental

- riwayat keluarga penyalahgunaan zat- sejarah kekerasan keluarga

- riwayat bunuh diri keluarga

- perasaan putus asa

- perasaan pengasingan atau kesepian

- sedang bermasalah dengan hukum

- berada di bawah pengaruh alkohol atau narkoba

- untuk anak-anak, memiliki masalah disiplin, sosial atau sekolah- memiliki masalah dengan penyalahgunaan zat

- mengalami gangguan kejiwaan atau penyakit mental

- pernah mencoba bunuh diri sebelumnya

- rentan terhadap perilaku sembrono atau impulsif

- diketahui dan dikaitkan dengan seseorang yang telah melakukan bunuh diri

Kondisi yang berisiko lebih tinggi untuk bunuh diri termasuk:

- gangguan penyesuaian

- anorexia nervosa (gangguan makan)

- gangguan bipolar

- gangguan dysmorphic tubuh (kecemasan berlebih terhadap penampilan fisik)- gangguan kepribadian borderline

- gangguan identitas disosiatif

- disforia gender, atau gangguan identitas gender

- gangguan depresi mayor- gangguan panik

- gangguan stres pasca-trauma (PTSD)

- skizofrenia

- gangguan kecemasan sosial

- gangguan kecemasan umum

- penyalahgunaan zat

- paparan perilaku bunuh diri

Faktor genetik dapat meningkatkan risiko ide bunuh diri. Individu dengan pikiran untuk bunuh diri cenderung memiliki riwayat bunuh diri sebelumnya atau dalam riwayat keluarga.

 

3 dari 3 halaman

Pencegahan bunuh diri

(Ilustrasi: Pexels.com)

Keluarga dan teman teman dekat akan membantu seseorang yang berniat bunuh diri. Mereka bisa menyarankannya untuk berbicara dengan dokter.

National Institute for Mental Health (NIMH) menyarankan kiat-kiat berikut untuk membantu seseorang yang mungkin sedang mengalami krisis:

1. Bertanya. Studi menunjukkan bahwa bertanya tidak meningkatkan risiko.

2. Menjaga mereka tetap aman dari lingkungan sekitar dan menjauhkan alat bunuh diri, seperti pisau, jika memungkinkan.

3. Mendengarkan mereka dan menemani mereka.

4. Mendorong mereka untuk menelepon saluran bantuan (misalnya 119 nomor layanan darurat untuk memanggil ambulans dan 110 nomor layanan darurat untuk menghubungi polisi jika orang tersebut membawa benda berbahaya) dan menghubungi seseorang yang paling dipercayainya, misalnya, seorang teman, anggota keluarga, atau mentor spiritual (misalnya guru agama).

 

5. Menindaklanjuti setelah krisis berlalu, karena ini mengurangi risiko terulangnya upaya bunuh diri.

Upaya lainnya yaitu dapat menghubungi psikiater atau menghubungi LSM yang peduli kesehatan mental, seperti Into The Light, Pijar Psikologi, Kariib, sehatmental.id, dan sebagainya.

Kementerian Kesehatan juga melayani panggilan telepon konseling pencegahan bunuh diri, yakni:

- RSJ Amino Gondohutomo Semarang (024) 67225652.

- RSJ Marzoeki Mahdi Bogor (0251) 8324024, 8324025, 83204673.

- RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta (021) 56828414.

- RSJ Prof Dr Soerojo Magelang (0293) 3636015.

- RSJ Radjiman Wediodiningrat Malang (0341) 423444

Ada pula nomor hotline Halo Kemkes di 1500-567 yang bisa dihubungi untuk mendapatkan informasi di bidang kesehatan, 24 jam.

 

Pengobatan

Ide bunuh diri bisa menjadi gejala dari masalah kesehatan mental, seperti depresi atau gangguan bipolar.

Sejumlah besar masalah kesehatan mental, termasuk depresi, dapat berhasil diobati atau ditangani dengan obat-obatan dan terapi berbicara, seperti terapi perilaku kognitif (CBT) atau konseling.

Penting untuk mencari pengobatan jika Anda atau orang yang dicintai sedang mengalami masalah kesehatan mental.

Setelah pengobatan dimulai, penting untuk mengikuti rencana perawatan, menghadiri janji tindak lanjut, minum obat sesuai instruksi, dan sebagainya.

Mengurangi risiko

Berikut ini dapat membantu menurunkan risiko ide bunuh diri dan upaya bunuh diri:

- mendapatkan dukungan keluarga, misalnya, berbicara dengan mereka tentang perasaan Anda dan meminta mereka untuk bertemu dengan dokter Anda dan mungkin menghadiri sesi dengan Anda

- menghindari alkohol dan obat-obatan terlarang

- menghindari isolasi dan tetap terhubung dengan dunia luar sebanyak mungkin

- melakukan latihan

- makan dengan gizi seimbang, diet sehat- tidur setidaknya 7-8 jam setiap periode 24 jam

- menjauhi semua senjata, pisau, dan obat-obatan berbahaya- mencari hal-hal yang memberi Anda kebahagiaan, seperti bersama teman atau keluarga yang Anda sukai, dan berfokus pada hal-hal baik yang Anda miliki

- menghadiri suatu perkumpulan, di mana Anda dapat mendiskusikan masalah dengan orang-orang yang memahami, mendapatkan bantuan dari orang lain, dan membantu orang-orang dengan masalah serupa untuk melewati kesulitan mereka, misalnya IntoTheLight, Kariib, dan sebagainya.

- mencari dan mengikuti perawatan

Ingatlah bahwa banyak orang memiliki pemikiran bunuh diri pada suatu waktu, dan banyak dari mereka berhasil menemukan solusi, misalnya, dengan berbagi masalah mereka dengan seseorang.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya