Ragam Jurus Pimpinan Pemerintah Daerah Cegah Korupsi

9 Desember merupakan peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia, di mana, baik KPK maupun pimpinan daerah lainnya melakukan beragam kegiatan.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Des 2019, 12:42 WIB
Spanduk aspirasi dari BEM KM Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk KPK terpampang di Gedung KPK, Jakarta, Senin (10/12). Aksi simpatik ini untuk memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - 9 Desember merupakan peringatan Hari Antikorupsi Sedunia. Untuk memperingatinya, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK pun menyelenggarakan berbagai macam kegiatan.

Tak hanya sehari, lembaga antirasuah ini melakukan serangkaian giat peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2019 di KPK yang telah berlangsung sejak tanggal 6 hingga 13 Desember 2019.

Lewat rangkaian kegiatan tersebut, KPK mengajak seluruh pihak membangun kesadaran dan semangat perlawanan terhadap korupsi melalui pendekatan humanis.

Rupanya, tak hanya KPK, gerakan pencegahan antikorupsi ini juga digalakkan oleh pimpinan-pimpinan pemerintah daerah atau Pemda.

Misalnya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang menggelar aksi antikorupsi bersama para pelajar di Provinsi Jawa Tengah pada Minggu, 8 Desember 2019

Dalam kegiatan itu, Ganjar mengajak ribuan pelajar menempel sticker anti korupsi di sejumlah mobil dinas Pemprov Jateng. Stiker bertuliskan Nek Aku Korupsi, Ora Slamet ditempel di mobil-mobil pelat merah Pemprov Jateng.

Selain itu, Pemerintah Kabupaten atau Pemkab Kebumen, Jawa Tengah menerapkan whistle blowing system. Yaitu, sebuah sistem yang memungkinkan seseorang bisa mengadukan dugaan korupsi yang akan atau sudah terjadi di sebuah instansi di mana si pelapor bekerja.

Berikut berbagai ragam cara pimpinan-pimpinan Pemerintah Daerah untuk mencegah korupsi dihimpun Liputan6.com:

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 5 halaman

Stiker dari Ganjar Pranowo

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.

Sebanyak 3.000 pelajar dari berbagai sekolah di Jawa Tengah menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Gubernur Jateng, Jl Pahlawan Kota Semarang, Minggu, 8 Desember 2019.

Uniknya, aksi demo dalam rangka peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2019 itu dipimpin Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.

Sejak pagi, ribuan pelajar itu sudah memenuhi kawasan Simpanglima Kota Semarang. Sambil berjalan menuju depan kantor Gubernuran, mereka meneriakkan yel-yel anti korupsi dan mengangkat tinggi poster-poster berisi tuntutannya.

Uniknya, poster yang dibawa para pelajar itu tidak seperti poster demo biasanya. Khas dengan generasi millenial, kalimat-kalimat unik seperti 'Jangan Makan Uangku, Makan Saja Mantanku', 'Cukup Atiku Sing Ambyar, Negoroku Ojo', 'Mending Ketemu Tikus Tanah, Dibanding Tikus Berdasi', dan lainnya, menghiasi poster-poster mereka.

Sesampainya di depan kantor Gubernuran, ribuan pelajar itu langsung satu komando dan menggelar aksi. Ganjar yang mengenakan kaos putih bertuliskan 'Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi' dan berikat kepala merah putih, langsung naik panggung memimpin aksi.

"Tadi malam saya mendapat kabar, ada ribuan pelajar yang mau demo melawan korupsi. Saya minta para orator, ayo langsung ke atas panggung," kata Ganjar.

Selain itu, Ganjar juga mengajak ribuan pelajar menempel stiker bertuliskan ‘Nek Aku Korupsi, Ora Slamet’ di mobil-mobil pelat merah Pemprov Jateng.

Demo di tengah Car Free Day itu semakin meriah dengan adanya instalasi mosaik. Ribuan kertas warna warni ditempelkan para pelajar dan warga pada sembilan panel.

Sebelumnya mereka menuliskan harapan, doa, kritik, dan dukungan untuk pemberantasan korupsi. Sembilan panel itu kemudian digabung membentuk gambar tikus dicoret.

"Saya senang dan bangga pada pelajar yang hebat-hebat ini, mereka menegaskan diri untuk siap menjadi agen anti korupsi. Sejak dini kami ajak mereka untuk terlibat, merasakan, mengkritik bahkan mencaci terhadap hal-hal berbau korupsi," kata Ganjar, Minggu 8 Desember 2019.

Menurut Ganjar, aksi demonstrasi yang digelar oleh para pelajar itu merupakan hal yang luar biasa. Mereka berani untuk menyerukan perlawanan terhadap praktik korupsi demi masa depan bangsa.

"Tadi keren, ada seruan mereka misalnya, PNS yang koruptor, tidak usah masuk kantor, langsung didor. Ini merupakan ungkapan kejengkelan dari mereka yang mudah-mudahan menjadikan mereka generasi berintegritas," tegas Ganjar.

Kepedulian anak muda akan gerakan antikorupsi lanjut Ganjar memang penting diterapkan sejak dini. Mulai dari hal-hal kecil, semisal tidak mencontek, disiplin masuk sekolah, tidak berbohong dan lainnya.

"Mereka kelak akan menjadi pemimpin bangsa, semoga ini awal yang bagus untuk menanamkan integritas. Saya minta guru-guru membimbing," tegasnya.

 

3 dari 5 halaman

Pemkab Kebumen Terapkan Whistle Blowing System

Peserta kompetisi mandiri Hackaton 2016 saat berlomba membuat aplikasi di Jakarta, (26/2). Ajang adu kreativitas developer IT ini digelar Bank Mandiri untuk mengembangkan bibit digital technopreneur potensial di Tanah Air. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah meraih penghargaan tiga kali berturut-turut pada 2015-2017 dalam tata kelola pemerintahan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keberhasilan ini memicu kabupaten atau kota di Jawa Tengah mereformasi birokrasi.

Semangatnya sama, menjauhkan korupsi di lembaga pemerintahan. Kebumen adalah salah satu yang lantas bertekad membersihkan diri.

Di wilayah pesisir selatan Jawa ini Pemkab menerapkan Whistle blowing System, sebuah sistem yang memungkinkan seseorang bisa mengadukan dugaan korupsi yang akan atau sudah terjadi di sebuah instansi di mana si pelapor bekerja.

Inovasi sistem ini harapannya mampu mencegah tindakan koruptif. Dan untuk mencapai good governance Pemkab terus berupaya mencegah korupsi.

"Di antaranya, dengan Peraturan Bupati Tentang Pengendalian Gratifikasi, pembangunan aplikasi Whistle blowing System, dan Kanal Pengaduan Saber Pungli Sidumas," kata Bupati Kebumen, Yazid Mahfudz, Kamis, 21 November 2019.

Dia mengatakan Pemkab juga menetapkan organisasi perangkat daerah (OPD) sebagai zona integritas dan secara konsisten meningkatkan manajemen pencegahan korupsi melalui Korsupgah atau koordinasi supervisi Pencegahan KPK.

4 dari 5 halaman

Program E-Budgeting

Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan saat peluncuran program Jakarta Satu di Balai Kota, beberapa waktu lalu.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berterimakasih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena telah mengapresiasi langkah pemerintahnya memperbarui pengaturan anggaran elektronik atau e-budgeting.

"Saya berterima kasih kepada KPK. Spirit-nya adalah memang membuat proses budgeting itu transparan, kemudian kita bisa mengendalikan perilaku orang," kata Anies di CFD Jakarta, Minggu, 3 November 2019.

Anies mengakui memang dalam sebuah organisasi kerap ditemui aktor yang kurang rajin atau tidak jujur. Itu sebabnya, sistem mesti menaklukkan aktor-aktor yang bermasalah tersebut. Termasuk di dalam sistem e-budgeting.

"Tapi kalau sistem itu hanya berfungsi jika penggunanya jujur, jika penggunanya rajin, maka akan kecolongan terus. Karena itulah, yang kita lakukan adalah upgrading agar kita bisa memastikan tidak ada penyimpangan lagi," katanya.

Menurut Anies, sistem e-budgeting saat ini tidak bisa mengetahui motif dari kesalahan seorang pegawai menginput anggaran. Hal ini menurutnya lebih dikarenakan kurang menunjangnya sistem saat ini.

"Kalau ada penyimpangan seperti anggaran yang lucu-lucu itu, tidak bisa dibedakan ini adalah (akibat) kemalasan, ini adalah keteledoran, atau ini adalah titipan. Tidak bisa dibedakan itu. Kenapa? Ya karena sistemnya bebas gitu," papar Anies Baswedan.

"Tapi bila nanti di-upgrade, kita akan bisa cek itu, karena ada verifikasi-verifikasi. Ini contoh yang akan kita lakukan," ia menambahkan.

Anies sendiri mengatakan untuk lebih lengkapnya terkait pembaruan e-budgeting akan diinformasikan pada saat peluncuran nanti.

"Dan kami mengetahui (kelemahan sistem e-budgeting) ini sejak tahun lalu. Tapi ya itu tadi, kami ini di pemerintahan. Kalau ada masalah, ya dikoreksi, diperbaiki, bukan diramaikan. Insyaallah nanti segera beres," tutup dia.

5 dari 5 halaman

Cara Walikota Semarang

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi bersama manajer operasional Sanggar Batik Semarang 16, Endah Purwanti. (foto: Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi melakukan sejumlah cara untuk mengantisipasi setiap celah yang berpotensi menjadi pintu awal gratifikasi maupun korupsi di jajarannya.

Salah satunya adalah dengan mengajak para istri Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang untuk berperan memerangi gratifikasi dan korupsi.

Hal itu diwujudkan melalui sosialisasi bersama para istri ASN yang terhimpun dalam organisasi Tim Penggerak PKK dan Dharma Wanita dengan menggandeng SPAK (Saya Perempuan Anti Korupsi) Pusat, di Gedung Lokakrida, Kompleks Balai Kota Semarang, Rabu 20 Februari 2019.

Dalam kegiatan sosialisasi tersebut, dilakukan pula pembacaan deklarasi Perempuan Anti Korupsi Kota Semarang yang dipimpin oleh Ketua Dharma Wanita Persatuan Kota Semarang, Ana Agus Riyanto.

"Di balik seorang pria hebat, ada istri yang hebat pula. Sebaliknya, di balik suami yang tidak hebat, ada istri atau wanita yang merongrong suaminya itu. Karenanya, pasangan suami istri harus berjalan seiringan dan saling mendukung satu sama lain," ujar Hendi, sapaan akrab Wali Kota Semarang tersebut.

Hendi menjelaskan, saat ini roda pemerintahan Kota Semarang terus didorong menuju pemerintahan yang transparan, terbuka, clear and good government. Karenanya, saat ini sistem pemerintahan di Kota Semarang sudah dirancang untuk tidak ada celah bagi gratifikasi.

"Sehingga, di rumah jangan sampai digoda atau diributi berbagai keinginan yang tidak sesuai dengan kemampuan," imbuhnya.

Hendi menyakini, istri memegang peran penting untuk selalu mengingatkan suami agar tidak tergoda untuk menerima gratifikasi.

Melalui sosialisasi yang dilakukan itu, harapannya para istri akan semakin tahu celah-celah gratifikasi sehingga akan lebih kuat berkomitmen untuk melawannya.

Menurut Hendi, ada dua kelompok yang berpotensi terjerat perbuatan gratifikasi serta KKN, yakni kelompok yang tidak mau tahu alias ndableg dan kelompok yang tidak tahu. Untuk kelompok pertama, diyakini Hendi, sudah sangat minim ada di jajarannya. Namun, untuk kelompok yang tidak tahu, pemberian gratifikasi dianggap sebagai ucapan terima kasih yang wajar.

"Kalau dirasa ada yang kurang wajar, langsung ditanyakan saja kepada suami dan tegas menolak kalau ada hal-hal yang sifatnya gratifikasi dan korupsi," tegasnya.

 

(Rizki Putra  Aslendra)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya