Pilih MU atau Manchester City? Ayah yang Menentukan

Pengalaman Liputan6.com, duduk satu meja dengan suporter Manchester City yang tengah bertandang ke Milan, Italia.

oleh Marco Tampubolon diperbarui 20 Nov 2019, 20:00 WIB
Bus Manchester City terpakir di kawasan stasiun utama Kota Milan di Piazza Quattro. (foto: Liputan6.com/Marco Tampubolon)

Liputan6.com, Milan - Apa yang membuat Anda menjadi pendukung salah satu klub sepak bola? 

Jawabannya bisa beragam. Bukan perkara benar atau salah juga. Sebab ketertarikan itu urusan rasa. Tak ada rumus bakunya. Seperti halnya saat memilih antara dua tim sekota, Manchester United dan Manchester City. Warga Manchester juga punya alasan sendiri.

Satu malam di awal musim dingin yang menggigit di kota Milan, Italia, Liputan6.com menemukan satu dari seribu jawaban yang akhirnya menentukan Anda Merah atau Biru. 

Malam sebenarnya sudah cukup larut, saat saya menyudahi ketikan di laptop. Meski demikian, lounge hotel NYX masih ramai ketika beranjak meninggalkan sofanya yang hangat. Saya rela menembus dinginnya malam setelah kalah bertarung dengan candu nikotin.  

Saat itu merupakan hari kedua saya dan rombongan wartawan dari Indonesia berada di Milan.

Kami baru saja menghadiri acara pameran pameran roda dua EICMA 2019 di Fiera Milano, memenuhi undangan dari Astra Honda Motor (AHM) Indonesia. Selanjutnya, kami akan ke Valencia untuk meliput balapan seri terakhir FIM CEV di sirkuit Ricardo Tormo. 

Kami tiba di Milan pada 5 November 2019 dan masih menyisakan waktu sehari lagi.

Hari sudah hampir berganti saat saya membakar rokok di luar hotel NYX, Piazza Quattro. Hotel bergaya retro ini berada di pusat kota, tidak jauh dari Central Station Milan, stasiun kereta megah yang menjadi salah satu urat nadi transportasi di kota mode tersebut. 

Salah seorang teman jurnalis kemudian ikut bergabung. Meski sudah lewat tengah malam, suasana di luar hotel masih terasa ramai. Bukan oleh warga yang berlalu lalang, tapi pengunjung restoran Vietnam yang berada di sebelah hotel.

Hanya beberapa meter dari tempat saya berdiri, gerombolan pemuda tampak bernyanyi riuh. Tidak jalas apa yang mereka lantunkan, tapi nadanya riang dan penuh semangat. Di dalam tenda terpal, pria-pria lebih tua berkumpul, menahan dingin sembari bertukar cerita. 

Sementara sisanya, memilih menghangatkan badan di dalam restoran yang nyaman. 

Dari bahasa yang digunakan, mereka jelas bukan warga Italia. Dugaan saya mengatakan, mereka adalah suporter Manchester City yang datang ke Italia untuk mendukung timnya kesayangannya bertanding melawan Atalanta pada lanjutan Liga Champions 2019/2020.

Duel ini memang digelar di San Siro, Milan, karena tuan rumah Atalanta tidak punya stadion yang memadai untuk menggelar pertandingan antarklub elite Benua Biru tersebut. Dan sejak pagi, saya sudah melihat bus Manchester City terparkir di depan hotel tak jauh dari NYX. 

Artinya, wajar bila suporternya juga banyak berkeliaran di kawasan Piazza Quattro.

Rasa penasaran segera mendorong saya untuk segera mendekat. Namun ragu juga muncul mengingat rekam jejak suporter Inggris yang identik dengan onar saat berada di negara lain.

Belum sempat mengambil keputusan, seseorang dari kerumunan tiba-tiba mendekat. Dia minta difoto di depan patung pria dan wanita telanjang yang menempel di dinding hotel.

Saya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Tanpa pikir panjang, saya langung menanyakan apakah dia fans Manchester City atau tidak. "Ya benar saya" jawab pria tersebut. 

Mark Turner nama pria itu. Dia salah satu die hard The Citizens. Mendukung si Manchester Biru saat tim itu masih bermain di divisi II. Saat mengetahui saya berasal dari Indonesia dan telah  menempuh 14 jam penerbangan ke Milan, Turner tampak sangat antusias. 

"Ayo ikut bergabung dengan kami. Saya traktir kamu bir," kata Turner. 

Tanpa pikir panjang, saya segera memenuhi ajakan tersebut.

 

 

2 dari 3 halaman

Sambutan Hangat

Pendukung Manchester City saat mendampingi tim kesayangannya di Milan, Italia, 7 November 2019 (Marco Tampubolon/Liputan6.com)

Terlebih dulu saya simpan laptop ke kamar hotel, dan membekali diri dengan sebungkus rokok kretek. Dari pengalaman selama ini, tembakau Indonesia cukup memikat para perokok luar negeri. Paling tidak, ini menjadi modal untuk bisa lebih akrab dengan anak-anak muda dari Manchester tersebut. 

Saya lalu menghampiri Turner di restoran sebelah hotel. Di dalam, sudah banyak pendukung Manchester City lainnya. Botol-botol kosong tampak memenuhi meja mereka. 

Namun tidak ada yang memakai atribut Manchester City. Seluruhnya berpenampilan casual.  

"Hei, mereka ini dari Indonesia, 14 jam penerbangan ke sini," teriak Turner. 

Seluruh bangku terisi penuh. Sebagian bahkan harus berdiri karena tidak kebagian tempat. 

Turner lalu memesan tiga botol bir. Namun saat masih menunggu, keributan pecah di luar restoran. Seorang warga lokal yang mabuk jadi bulan-bulanan pendukung Manchester City. Pengeroyokan tidak berlangsung lama karena seorang pria bertato meminta fans meninggalkan pria tersebut.

Malam itu, ada tiga kelompok suporter Manchester City bila dipilah-pilah berdasarkan lokasi kumpulnya. Yang paling muda berada di luar dan bernyanyi sepanjang malam. Sementara di dalam tenda, fans usia 30-an dan di dalam didominasi orang tua di atas 40 tahunan. 

Saya bergabung dengan meja Turner dan kawan-kawan. Berkenalan satu per satu dengan suporter Manchester City yang ada di kelompok itu. Mereka semua baru tiba dari Inggris.

"Kami menempuh penerbangan 2 jam ke Kota Milan dan menginap sehari sebelum menyaksikan pertandingan besok," kata suporter bernama Liam Garry kepada Liputan6.com.

 

 

 

 

 

3 dari 3 halaman

Penentu City atau MU

Reporter Liputan6.com Marco Tampubolon (kiri) bersama fans Manchester City di Milan, Italia, Rabu (6/11/2019), jelang laga Liga Champions Atalanta kontra Manchester City. (foto: Liputan6.com/Marco Tampubolon).

Sebagian besar pendukung City di sekeliling saya adalah pemegang tiket semusim. Josh Booth salah satunya. Pria berusia 24 tahun tersebut tidak ragu menghabiskan uang sebesar 1000 pound sterling atau setara Rp18 juta untuk tiket semusim.

Dan untuk berangkat ke Milan, Josh juga harus merogoh kocek sendiri untuk tiket pesawat dan laga. 

"Ini kali pertama saya ke Milan," kata pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang kayu itu. 

Josh tidak sendiri. Dia datang ke Milan bersama ayahnya, John yang duduk tak jauh darinya. Selain itu, pamannya, Ed, juga ikut bergabung dengan mereka. "Bagi kami Manchester City adalah segalanya. Manchester City adalah hidup kami," kata Josh penuh semangat. 

Josh tidak akan melupakan momen terindah dalam hidupnya saat menyaksikan gol kemenangan Sergio Aguero ke gawang QPR yang mengantar Manchester City menjadi juara sekaligus memenangkan persaingan dengan rival sekota MU, pada Premier League 2011/12.

Momen haru lain yang melekat dalam diri Josh adalah pengalaman ayahnya sebagai fans City. 

"Ayah saya tidak pernah menangis sebelumnya, tapi saat City akhirnya lolos ke Premier League, dia meneteskan air mata. "Ayah saya bercerita, saat itu saya juga diajak ke stadion dan di taruh di pundaknya. Saya tidak ingat sama sekali," beber Josh menambahkan. 

Tidak semua keluarga Josh, Manchester Biru. Paman dan saudara sepupu dari ibunya justru mendukung klub rival, Manchester United. Lalu apa yang membuat pilihan mereka berbeda?

"Kalau bagi saya, siapapun tim yang didukung ayahmu maka itu menjadi tim yang Anda dukung. Sebab dia yang pertama kali membawa ke pertandingan pertamamu," katanya.

Tidak seluruhnya pendukung City yang berada di restoran berusia muda. Sebagian sudah berumur dan telah mendukung The Citizens sejak masih tampil di divisi II.

Turner juga sama. Dia mengaku sejak lahir sudah menjadi pendukung Manchester City. Artinya, pria paruh baya itu juga mewarisi status fans The Citizens dari ayahnya. 

Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 02.00. Namun suasana masih tetap ramai. Beberapa suporter bahkan baru bergabung dengan menambah sesak restoran.

Saya dan rekan lainnya pun pamit untuk kembali ke hotel. Diiringi gemuruh nyanyian suporter Manchester City yang berjudul Bernaldo Silva dan Pep Guardiola-Arteta, mereka 'melepas' kepulangan kami ke hotel dengan oleh-oleh sepenggal cerita kenapa mereka akhirnya memilih Manchester Biru. 

Saksikan juga video menarik di bawah ini:

 

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya