Boeing 737 Max 8 Retak, Lion Air Tetap Lanjutkan Pemesanan Pesawat

Boeing 737 Max 8 yang dikandangkan Lion Air mengalami keretakan di badan pesawat.

oleh Athika Rahma diperbarui 01 Nov 2019, 15:40 WIB
Boeing 737 MAX-8 pertama di Indonesia yang dioperasikan oleh Lion Air.

Liputan6.com, Jakarta - Maskapai penerbangan Lion Air belum berencana menegosiasi ulang kontrak dengan pihak perusahaan manufaktur asal Amerika Serikat, Boeing Company terkait dengan kecelakaan Boeing 737 Max 8 dan adanya retakan di dua pesawat Boeing 737 NG.

Hal ini disampaikan oleh Managing Director Lion Group Daniel Putut Adi Kuncoro. Dirinya menyebutkan, Lion Air akan terus melanjutkan pemesanan pesawat kepada Boeing dengan jumlah yang sudah ditentukan sebelumnya.

"Kami bangun hubungan baik saja, ya. Tidak ada renegoisasi kita jalin komunikasi yangg baik saja lah. Kita ikuti prosesnya," ujar Daniel di Tangerang, Jumat (01/11/2019).

Daniel melanjutkan, pihaknya akan melihat sejauh mana perbaikan sistem MCAS (Maneuvering Characteristics Augmentation System) yang telah dilakukan Boeing, nanti saat simulasi, apakah memang MCAS benar-benar bisa menyelamatkan pilot saat keadaan genting atau tidak.

Sementara, Daniel mengaku sudah menghitung potensi kerugian yang timbul akibat pelarangan terbang pesawat yang ada. Meski tak menyebutkan nilainya, Daniel mengatakan sudah berkomunikasi dengan Boeing, dan pihak pembuat pesawat tersebut memiliki itikad baik untuk menanggung kompensasinya.

"Berupa kompensasi training (pelatihan), perawatan unit pesawat, loss opportunity hingga loss profit. Semua itu berlaku untuk pesawat Boeing 737-8 MAX saja," ujarnya.

Boeing 787 MAX sendiri dikandangkan akibat insiden jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 dan Ethiopian Airlines. Seluruh penumpang pesawat ini tewas.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Soal Kecelakaan JT 610, Ini 3 Rekomendasi Kemenhub ke Lion Air

Boeing 737 MAX 8 milik Lion Air (foto: Camelia)

Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud) membeberkan evaluasi terhadap operator penerbangan Lion Air terkait kecelakaan pesawat JT-610.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara (Dirjen Hubud) Polana B. Pramesti menyatakan, ada beberapa poin yang ditekankan dalam evaluasi ini.

"Pertama, waktu pengkinian dan sinkronisasi manual (SOP) di Lion Air. Lalu, mengadakan training simulator terhadap pilot sebelum mengoperasikan pesawat. Kemudian, memastikan hazard report yang disampaikan personil penerbangan benar-benar diakses langsung pejabat yang bertanggung jawab," ungkap Polana dalam konferensi pers di Tangerang, Jumat (01/11/2019).

Kemudian, Ditjen Hubud juga akan melakukan kegiatan surveillance (pengawasan) pada area training dan kegiatan operasional di lingkup airworthiness dan flight operations.

 

3 dari 3 halaman

Waktu 3 Bulan

Pesawat maskapai Lion Air terparkir di areal Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Kamis (16/5/2019). Berdasarkan hasil Rapat Koordinasi antara Kementerian Bidang Perekonomian dan Kementerian Perhubungan memutuskan tarif batas atas tiket pesawat turun sebesar 12-16 persen. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Ditjen Hubud memberi waktu hingga 3 bulan bagi Lion Air untuk dapat mengimplementasikan rekomendasi yang diberikan, atau hingga Januari 2020.

"Dalam waktu 3 bulan operator penerbangan harus mengimplementasikan rekomendasi yang diberikan," tutur Polana.

Seperti yang diketahui, 29 Oktober 2019 kemarin Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengumumkan hasil investigasi terkait jatuhnya pesawat Lion Air JT-610. Ditjen Hubud pun telah menerima hasil tersebut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya