Perpres Diteken, Pabrikan Didorong Penuhi Kandungan Lokal Mobil Listrik 35 Persen

Peraturan Presiden (Perpres) terkait percepatan pengembangan mobil listrik di Indonesia resmi diteken Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

oleh Arief Aszhari diperbarui 09 Agu 2019, 16:04 WIB
Teknologi fast charging pada mobil listrik BMW i8 Roadster dipamerkan dalam GIIAS 2019 di ICE BSD, Tangerang, Jumat (19/7/2019). Konsumsi bahan bakar gabungan dalam siklus pengujian kendaraan plug in hybrid adalah 47,6 km/liter, ditambah 14.5 kWh energi listrik per 100 km. (Liputan6.com/FeryPradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Presiden (Perpres) terkait percepatan pengembangan mobil listrik di Indonesia resmi diteken Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Nantinya, dengan payung hukum tersebut, pabrikan didorong untuk segera merancang dan membangun pengembangan mobil listrik di Tanah Air.

Dijelaskan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, kebijakan mengenai mobil listrik berkaitan erat dengan pengembangan ekosistem yang terkait dua hal.

Hal Pertama, yaitu Perpres mobil listrik mengenai tentang percepatan, terdapat pembagian tugas-tugas bagi kementerian, antara lain penyediaan infrastruktur, research and development (R&D) dan regulator.

Kedua, pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2013 yang terkait dengan sistem fiskal perpajakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang akan mengacu pada tingkat emisi kendaraan.

"Nantinya akan ada insentif, apabila full electric vehicle atau fuel cell dengan emisi nol, maka PPnBM-nya juga nol. Jadi, berbasis kepada emisi yang dikeluarkan. Mobil listrik akan jalan apabila insentifnya pun jalan. Karena saat ini, mobil listrik harganya 40 persen lebih mahal daripada mobil biasa,” ujar Airlangga dalam keterang resmi yang diterima Liputan6.com, Jumat (9/8/2019).

 

Saksikan Juga Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Dorong impor ke Australia

Lanjutnya, dalam revisi PP Nomor 41, dimasukkan juga roadmap mengenai teknologi berbagai kendaraan berbasis listrik, termasuk untuk mengantisipasi teknologi kendaraan berbasis hidrogen atau fuel cell vehicle.

"Jadi keseluruhan perkembangan teknologi sudah diadopsi," tambahnya.

Sementara itu, dalam Perpres terkait mobil listrik diatur juga Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang harus mencapai 35 persen pada 2023. Hal itu juga memungkinkan upaya ekspor otomotif nasional ke Australia.

"Karena dalam Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), ada persyaratan 40 persen TKDN, sehingga kami sinkronkan dengan fasilitas yang ada," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya