Parpol Koalisi Mematok Kursi Menteri, Ini Komentar Mahfud Md

Mahfud mengatakan penyusunan kabinet, harus melakukan sistem pemerintahan presidensil.

oleh Arfandi Ibrahim diperbarui 07 Jul 2019, 02:30 WIB
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud Md berada dalam mobil ketika meninggalkan Gedung KPK, Rabu (27/2). Mahfud Md memenuhi undangan para unsur pimpinan KPK untuk berdiskusi tentang tindak pidana korupsi dan pencegahannya. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri di kabinet Pemerintahan Jokowi Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin masih jadi perbincangan. Sejumlah nama terus muncul atau diusulkan mengisi posisi menteri di kabinet Jokowi jilid II.

Selain itu, kabar sejumlah partai politik koalisi (Jokowi)-Ma'ruf Amin meminta jatah menteri menjadi sorotan.

Hal tersebut mendapatkan tanggapan dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud Md. Ia mengatakan penyusunan kabinet, harus melakukan sistem pemerintahan presidensil.

"Sistem presidensil, urusan kabinet itu merupakan hak progratif Presiden, dan tidak ada tawar menawar dengan calon atau apapun," kata Mahfud Md, Sabtu (6/7/2019) disela kunjunganya ke Gorontalo.

Nama-nama yang disusulkan menjadi menteri, menurut Mahfud Md, secara politik itu bisa. Namun secara konstitusional, tetap keputusannya ada di presiden.

"Dari nama-nama yang diusulkan, dan berapa yang diusulkan, itu sepenuhnya ada di tangan presiden," Kata Mahfud.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Seleksi Nama Calon Menteri

Mahfud MD menyampaikan pesan Idul Fitri yang kontekstual dan sesuai dengan kondisi politik negara saat ini (Liputan6.com /Switzy Sabandar)

Namun, dalam penyusunan kabinet, Mahfud Md mengingatkan, ada undang-undang kementerian, di mana jumlah menteri paling banyak 34.

"Jika 5 partai politik ajukan masing-masing 10 menteri, jadi jumlahnya sudah 50, belum ditambah lagi dengan profesional. Jadi kita harus mengacu kepada undang-undang kementerian itu," jelasnya.

Usulan yang sudah ada, menurutnya, presiden bisa menyeleksi nama yang masuk dan selanjutnya memutuskan karena itu hak prerogatif Presiden.

"Hak prerogatif itu, menentukan keputusannya sendiri, tanpa tergantung pada instansi atau pejabat lain. Mendengar boleh, tapi dipaksa tidak boleh," tuturnya

Ia berharap, semoga presiden memilih menterinya dengan nyaman tanpa ditekan oleh siapapun. "Memiliki sesuai dengan visinya sendiri, itu adalah hak presiden," tutup Mahfud Md.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya