Rilis Data Pengangguran AS Dorong Penguatan Rupiah

Sejak pagi hingga siang hari ini rupiah bergerak di kisaran 14.147 per dolar AS hingga 14.155 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 08 Apr 2019, 11:30 WIB
Teller tengah menghitung mata uang dolar di penukaran uang di Jakarta, Junat (23/11). Nilai tukar dolar AS terpantau terus melemah terhadap rupiah hingga ke level Rp 14.504. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap doalr Amerika Serikat (AS) menguat pada perdagangan hari ini. Penguatan ini karena data ekonomi AS yang melemah. 

Mengutip Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), Senin (8/4/2019), rupiah dipatok di angka 14.145 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan Jumat lalu yang ada di angka 14.158 per dolar AS.

Berbeda, berdasarkan Bloomberg, rupiah dibuka di angka 14.150 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.133 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini rupiah bergerak di kisaran 14.147 per dolar AS hingga 14.155 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih menguat 1,65 persen.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, rupiah berpeluang menguat pasca rilis tingkat pengangguran di AS yang tercatat stagnan.

"Data ketenagakerjaan menjadi indikator penting The Fed dalam kebijakan suku bunganya. Kemungkinan The Fed masih belum akan mengubah kebijakan suku bunganya saat ini yang masih bertahan pada 2,25 -2,5 persen," ujar Lana dikutip dari Antara.

Tingkat pengangguran di AS untuk Maret 2019 tercatat 3,8 persen, tetap sebagaimana Februari 2019. Padahal sebelumnya pada minggu yang berakhir pada 30 Maret 2019, jumlah tingkat klaim pengangguran (jobless claims) tercatat terendah sejak minggu yang berakhir pada 6 Desember 1969.

Selama Maret 2019 tersebut, data tenaga kerja non-pertanian (non-farm payroll) AS bertambah sebanyak 196.000, naik tajam dari bulan sebelumnya yang hanya bertambah 33.000. Data ketenagakerjaan AS kembali menguat setelah pada Februari lalu sempat melambat.

Lana memperkirakan pada hari ini rupiah akan bergerak menguat di kisaran 14.100 per dolar AS hingga 14.130 per dolar AS.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

BI Perkirakan Nilai Tukar Rupiah Lebih 'Jinak' di 2019

Petugas melayani nasabah di gerai penukaran mata uang di Ayu Masagung, Jakarta, Senin (13/8). Pada perdagangan jadwal pekan, senin (13/08). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh posisi tertingginya Rp 14.600. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, Bank Indonesia memperkirakan volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada 2019 tak setinggi 2018. Ini lebih karena sentimen utama, yaitu The Fed, mulai melunak.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah menjelaskan, pasalnya, pada Rabu (20/3) malam waktu setempat, The Fed mempertahankan suku bunga acuan pada 2,25 - 2,5 persen atau median 2,375 persen.

Penetapan suku bunga itu menguatkan ekspetasi pelaku pasar untuk kebijakan yang lebih melunak (dovish). The Fed juga mengubah sinyalemen untuk arah kebijakan suku bunga dalam jangka menengah, yang menyiratkan jumlah kenaikan suku bunga acuan yang lebih rendah dalam dua tahun ke depan. 

"Seperti hasil FOMC di tanggal 21 Maret, memberi sinyal semakin jelas bahwa mereka tidak akan menaikkan suku bunga, setidaknya untuk tahun 2019 ini. Artinya, satu faktor global itu sudah jelas akan memberikan dukungan terhadap stabilitas rupiah," ujar Nanang pada Minggu 24 Maret 2019.

3 dari 3 halaman

Antisipasi

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat, Jakarta, Kamis (23/10/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Meski demikian, Nanang menegaskan, Bank Indonesia tidak akan mengendorkan antisipasinya terhadap berbagai potensi gejolak ekonomi global yang mempengaruhi pergerakan rupiah.

Bank Indonesia, saat ini masih mewaspadai dinamika ekonomi global yang bisa memberikan efek rambatan terhadap negara berkembang seperti dari perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara maju, yakni Amerika Serikat, China, Jerman, dan Prancis.

"Memang ada faktor lain yang muncul yaitu situasi ekonomi global yang belakangan semakin melemah atau merosot. Tapi berdasarkan beberapa referensi itu akan bangkit di akhir tahun 2019," ujarnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya