Pengemis dan Gelandangan Berkeliaran di Lampu Merah Cirebon

Beragam cara dilakukan para gepeng di Kota Cirebon untuk mendapatkan uang dari pengguna jalan khususnya yang berehenti di setiap lampu merah

oleh Panji Prayitno diperbarui 27 Jan 2019, 17:02 WIB
Lampu Merah Gunung Sari Kota Cirebon salah satu kawasan yang banyak dikerumuni para gelandangan dan pengemis untuk mendapat uang dari pengguna jalan. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Cirebon - Maraknya gelandangan, pengemis, dan orang terlantar (Gepeng) dianggap mengganggu semangat Kota Cirebon sebagai tujuan wisata di Jawa Barat.

Upaya penertiban terus dilakukan oleh Satpol PP Kota Cirebon. Dengan memasang plang di enam titik terkait Perda Kota Cirebon Nomor 9 tahun 2003.

"Kami pasang di Jalan Cipto Mangunkusumo, Jalan Pemuda, Jalan Slamet Riyadi, kawasan BAT," kata Kepala Satpol PP Kota Cirebon, Andi Armawan, Minggu (2571/2019).

Dalam plang, tercantum larangan bagi setiap orang atau warga untuk melakukan usaha mempekerjakan orang lain dan atau kehendak sendiri sebagai pengemis atau peminta-minta yang menganggu lalu lintas.

Andi mengindikasi maraknya modus para gepeng di sejumlah titik lampu merah Kota Cirebon. Mereka saat ini menjadi peminta dengan cara yang berbeda.

"Mereka meminta-minta dengan menjual barang, seperti tisu, lap, boneka, dan lainnya. Sementara, pemodalnya mengawasi dari jauh," ungkap Andi.

Dia mensinyalir adanya unsur paksaan saat mereka berjualan. Baik secara verbal melalui kata-kata hingga ancaman fisik terhadap kendaraan pelintas.

Tidak sedikit di antara pengemis, gelandangan, dan orang terlantar (PGOT) masih di usia anak-anak. Dia menjelaskan berdasarkan Undang-undang yang berlaku, anak-anak seharusnya mendapat perlindugan.

2 dari 2 halaman

Pengawasan Bersama

Satpol PP Kota Cirebon memasang plang larangan usaha di sejumlah titik lampu merah kota. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Situasi seperti itu akan menimbulkan persaingan usaha yang melahirkan konflik sosial. Dikhawatirkan mendorong tindak kriminal.

"Kami juga pernah menemukan seorang peminta-minta yang sebenarnya orang mampu. Dia melakukan tindakan itu untuk menyicil sepeda motor," sebut dia.

Dia mengungkapkan, selama ini PGOT yang berkeliaran di Kota Cirebon didominasi orang luar kota. Mereka 'meramaikan jalanan Kota Cirebon pada Rabu dan Jumat malam.

Dia mengklaim, selama ini telah melakukan langkah dan upaya penanganan, seperti mediasi dan pembinaan. Namun, diakui upaya tersebut sejauh ini belum dianggap efektif.

"Justru patroli lebih efektif. Kami menjaga titik-titik rawan PGOT untuk mencegah mereka terus berkeliaran. Selain itu dibutuhkan pula pengawasan dari masyarakat sendiri," ujar dia.

Dalam perda tersebut, disertakan pula ancaman sanksi bagi pelanggar. Berupa pidana kurungan selama-lamanya enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5 juta.

Andi mengatakan, pelarangan PGOT berkeliaran di jalanan Kota Cirebon sebagai salah satu upaya mendukung sektor pariwisata Kota Cirebon yang sedang berkembang.

"Kami harap, dengan pemasangan plang ini, wisatawan yang berkunjung ke Kota Cirebon tak terganggu dengan PGOT," ujar dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya