Jika Perang Dunia III Terjadi pada 2019, Ini 4 Lokasi yang Berpotensi jadi Medan Tempur

Tempat-tempat berikut akan menjadi medan pertempuran, jika Perang Dunia III benar-benar terjadi.

oleh Afra Augesti diperbarui 24 Des 2018, 19:40 WIB
Pulau Pag-asa, bagian dari gugus kepulauan Spratly di Laut China Selatan. Gugus kepulauan Spratly menjadi salah satu lokasi yang kerap dimiliterisasi oleh China (AP Photo/Rolex Dela Pena, Pool, File)

Liputan6.com, Manila - Dunia telah terbebas dari perang yang memperebutkan kekuasaan besar sejak tahun 1945. Perang Dunia I dan Perang Dunia II yang dahulu menghantui penduduk di muka Bumi telah usai, tapi memanasnya hubungan sejumlah negara belakangan ini disebut-sebut berpotensi memicu terjadinyaPerang Dunia III.

Namun, melihat fakta bahwa meningkatnya konflik antara Rusia dan Ukraina, China dan Amerika Serikat, Korea Utara dan Negeri Paman Sam, serta senjata-senjata nuklir yang marak dibangun, membuat banyak orang berspekulasi bahwa Perang Dunia III kemungkinan besar akan terjadi.

Lalu, apabila Perang Dunia III terjadi, di manakah tempat berlangsungnya pertempuran itu? Berikut empat lokasi yang diduga bakal menjadi medan perang, seperti dikutip dari nationalinterest.org pada Senin (24/12/2018).

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 5 halaman

1. Laut China Selatan

(ilustrasi) Kapal perang di Laut China Selatan (Intelligence Specialist 1st Class John J Torres)

Laut Cina Selatan telah lama menjadi wilayah perebutan antara Amerika Serikat dan China. Untuk saat ini, konflik itu terjadi karena adanya sanksi perdagangan yang dijatuhkan AS terhadap China.

Sebagai bentuk pembalasan, Tiongkok pun tak segan berlaku 'kasar' terhadap perusahaan-perusahaan AS yang bermarkas di Negeri Tirai Bambu.

Sampai sekarang, baik AS dan China, kedua negara ini masih akrab dengan perang dagang dan perselisihan yang sedang berlangsung di Laut China Selatan.

Jika RRC (Republik Rakyat China) dan AS menyimpulkan bahwa hubungan perdagangan mereka berada pada risiko yang substansial, dan juga menyimpulkan bahwa konflik lebih lanjut tidak dapat dihindari, maka salah satu dari mereka mungkin memutuskan untuk "menabuh genderang perang" di Laut China Sealatan.

3 dari 5 halaman

2. Ukraina

Tiga kapal Ukraina ditahan oleh militer Rusia di bawah jembatan Selatan Kerchc, Minggu 25 November 2018 (AP Photo)

Perseteruan antara Ukraina dan Rusia bermula ketika kapal patroli Ukraina ditembaki, digeruduk, dan ditahan oleh serdadu Rusia di Laut Azov. Rusia mengklaim bahwa Ukraina telah melanggar batas teritori, sedangkan Ukraina menyebut mereka tak memasuki wilayah Rusia.

Sementara itu, isu mengenai adanya intersepsi atau penyadapan yang dilakukan oleh Rusia terhadap Ukraina menjelang pemilihan umum, kembali menyalakan ketegangan dalam krisis yang telah membara selama beberapa tahun terakhir.

Deklarasi darurat militer pun dikeluarkan oleh pemerintah Ukraina dan hal tersebut menyeret Eropa Timur dalam kekacauan.

4 dari 5 halaman

3. Teluk Persia

Kapal patroli AS saat berpapasan dengan kapal patroli Korps Garda Revolusi Iran di Teluk Persia (25/7/2017) (US Naval Institute)

Krisis politik dan militer berkepanjangan di Timur Tengah telah menjadi sorotan dunia. Tekanan ekonomi terhadap Iran terus meningkat, karena Amerika Serikat mengambil langkah yang lebih agresif untuk membatasi perdagangan.

Perang di Yaman juga tidak menunjukkan tanda-tanda mereda. Begitu pula dengan Suriah. Baik Amerika Serikat dan Rusia, keduanya tetap berkomitmen untuk berperang bersama mitra dan proksi mereka.

Di satu sisi, gejolak politik di Iran dapat membuat ketidakstabilan di kawasan Teluk Persia. Ketegangan yang terjadi antara Kurdi, Turki, Suriah, dan Irak, bisa pecah menjadi konflik terbuka kapan saja.

5 dari 5 halaman

4. Semenanjung Korea

Jet tempur Angkatan Udara AS F-35 dan jet tempur F-15 Korea Selatan terbang di atas Semenanjung Korea, Korea Selatan (31/8). (South Korea Defense Ministry via AP)

Ketegangan yang terjadi di Semenanjung Korea dikatakan telah menurun, ketika Kim Jong-un telah bertemu dengan Donald Trump di Singapura, dan kemudian dilanjut dengan Moon Jae-in. 

Namun AS dan Korea Utara tampaknya masih enggan untuk menurunkan ego mereka terkait kekuasaan. Kim Jong-un berkali-kali kembali mengancam AS jika kemauannya tidak dituruti. Sedangkan Trump enggan tunduk terhadap Korea Utara.

Kedua pemimpin itu beselisih bak bocah kecil. Namun bila perang terjadi, nuklir dan rudal balistik adalah senjata andalan mereka. Jika Trump memburuk pada Kim atau jika unsur-unsur pemerintahan AS mencoba merusak perjanjian mereka dalam KTT di Singapura, maka hubungan antara Washington dan Pyongyang bisa berakhir hanya dalam kedipan mata.

Terlebih lagi, di satu sisi, baik China maupun Jepang tidak sepenuhnya setuju dengan rekonsiliasi antara Korea Selatan dan Korea Utara.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya