Serap Tenaga Kerja, DPR Nilai Industri Rokok Keretek Butuh Insentif

Industri Sigaret Kretek Tangan (SKT) menyerap banyak tenaga kerja. Namun, saat ini keberadaannya terus berkurang.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 16 Okt 2018, 11:30 WIB
Ilustrasi Foto Kemasan Rokok (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Industri Sigaret Kretek Tangan (SKT) menyerap banyak tenaga kerja. Namun, saat ini keberadaannya terus berkurang sehingga berdampak pada pengangguran. Oleh sebab itu, perlu insentif agar mereka tetap bertahan.

Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengatakan ‎penurunan jumlah industri rokok di Indonesia terjadi dengan jumlah yang besar. Kondisi tersebut mengakibatkan pengurangan kesempatan untuk bekerja bagi masyarakat.

"Dahulu industri rokok berjumlah 6 ribu industri dan sekarang menjadi sekitar 600,” kata Misbakhun, di Jakarta, Selasa (16/10/2018).

Industri SKT merupakan industri rokok yang paling banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat kelas bawah. Jadi industri tersebut dapat membantu masyarakat meningkatkan kesejahteraannya.

"Kesempatan untuk bekerja sangat dibutuhkan oleh masyarakat bawah. Dengan begitu bisa keluar dari garis kemiskinan dengan bekerja," tutur dia.

Menurut Misbakhun, agar industri SKT tetap bertahan, pemerintah perlu memberikan insentif kepada industri SKT, terutama golongan kecil dan menengah. Pemberian insentif ini untuk meningkatkan produksi bagi industri yang dapat meningkatkan penerimaan cukai bagi negara. 

"Harus ada relaksasi batasan jumlah produksi bagi kecil dan menengah agar dapat meningkatkan produksinya dan kualifikasinya,” ujar dia.

 

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

 

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Relaksasi ini, menurut dia, tidak terlepas dari penurunan peredaran rokok ilegal atas kinerja Bea Cukai. Penurunan rokok ilegal menciptakan pasar sebanyak 18 miliar batang. Industri kecil dan menengah berbasis SKT memiliki peluang untuk mengisi ceruk pasar yang ditinggalkan rokok ilegal. 

"Penurunan rokok ilegal adalah peluang bagi SKT kelas ini karena dikonsumsi oleh masyarakat kecil," ujar dia. 

Dia melanjutkan, tarif cukai saat ini tidak adil bagi industri SKT yang menyerap banyak tenaga kerja. Seharusnya, ‎cukai bukan hanya mempertimbangkan kesehatan, tapi juga sisi ketenagakerjaan dan penyerapan hasil dari petani tembakau.

"Kalau industri SKT diperkuat, ada kesempatan bekerja untuk masyarakat bawah, dengan begitu ada kesempatan menaikkan taraf hidup dan keluar dari garis kemiskinan," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya