Pertamina Produksi Avtur dan Pertamax Sufur Rendah di Kilang Balongan

Produksi Avtur di RU VI Balongan merupakan salah satu breakthrough project (BTP) sebagai komitmen Pertamina dalam melayani konsumen.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 25 Sep 2018, 19:20 WIB
Petugas PT. Pertamina (Persero) melintas Refinery Unit (RU) atau kilang VI Balongan di Indramayu, Jawa Barat, (14/1). RU VI Balongan merupakan tumpuan produksi BBM jenis Pertamax Series milik PT. Pertamina (Persero). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta Upaya memenuhi permintaan bahan bakar, PT Pertamina melalui fasilitas pengolahan minyak (kilang) Refinery Unit (RU) VI Balongan memproduksi Avtur, Pertamax dan Pertamax Turbo rendah sulfur.

General Manager RU VI Joko Widi Wijayanto mengatakan, RU VI telah dapat memproduksi 1.500 kiloliter (kl) Avtur setiap harinya. Produksi Avtur di RU VI Balongan merupakan salah satu breakthrough project (BTP) sebagai komitmen Pertamina dalam melayani konsumen.

"Juga langkah inisiatif dalam melihat peluang untuk meningkatkan margin perusahaan dan sebagai bentuk kontribusi terhadap peningkatan deviden negara," kata Joko, di Jakarta, Selasa (25/9/2018).

Untuk dapat mendukung produksi dan penyaluran avtur tahap II, RU VI melakukan beberapa investasi dan modifikasi peralatan berupa pebuatan jalur pipa avtur dari tangki ke jetty (dermaga).

Kemudian pemeliharaan tangki penyimpanan avtur, pembuatan fasilitas-fasilitas tambahan dalam tangki penyimpanan avtur, pembuatan fasilitas loading avtur di jetty dan relokasi pompa avtur.

Berdasarkan data yang ada, kebutuhan avtur nasional mencapai 14.250 kl per hari. Saat ini yang dapat dipenuhi dari kilang Pertamina sebesar 10.100 kl per hari sehingga masih dibutuhkan impor avtur sekitar 4.150 kl per hari. Dengan potensi produksi avtur dari RU VI sebesar 1.500 kl per hari akan menurunkan impor avtur sebanyak 36 persen‎.

"Penyaluran avtur ke wilayah Indonesia sesuai kebutuhan, dapat menggunakan moda transportasi laut (kapal tanker avtur) maupun melalui truk tangki,"‎ ujarnya.

‎Joko menambahkan, Kilang Pertamina RU VI Balongan juga telah mampu memproduksi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax dan Pertamax Turbo Low Sulfur High Quality dengan standar emisi Euro IV.

Kemampuan produksi Pertamax Turbo Low Sulfur High Quality di RU VI Balongan sebesar 60 ribu barel per bulan. Saat ini, RU VI Balongan masih menjadi satu-satunya kilang Pertamina yang mampu memproduksi Pertamax Turbo yag memiliki RON 98 tersebut. Sedangkan kemampuan produksi Pertamax Low Sulfur kurang lebih 700 ribu barel per bulan.

Produksi Pertamax Turbo dan Pertamax 92 Low Sulfur High Quality di RU VI Balongan merupakan salah satu bentuk sebagai komitmen Pertamina, dalam memenuhi kebutuhan bahan bakar yang syarat akan nilai-nilai lingkungan hidup.

"Hal ini sesuai dengan peraturan No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017, tentang Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dengan kandungan sulfur maksimal 50 ppm. Aturan ini dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia‎," jelasnya.

2 dari 2 halaman

Pertamina Kelola Blok Rokan, Negara Bisa Dapat Rp 825 Triliun

Tampak kilang VI Balongan di Indramayu, Jawa Barat, (14/1). Pengolahan minyak mentah 125.000 barel per hari dan BBM hasil produksinya 100 persen dipasok untuk memenuhi kebutuhan BBM di Jakarta dan sekitarnya. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Negara akan mendapat banyak manfaat, atas keputusan pemerintah‎ menyerahkan pengelolaan Blok Minyak dan Gas (Migas) Rokan. Salah satu potensinya penerimaan negara sebesar Rp 825 triliun dari produksi blok Rokan.

Staf Khusus Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Hadi Djuraid mengatakan,‎ Pertamina menjanjikan bonus tanda tangan atas pengelolaan Blok Rokan sebesar USD  784 juta atau Rp 11,3 triliun. Dengan begitu, pemerintah akan mendapatkan dana segar sebesar Rp 11,3 triliun dalam bentuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). 

"Ini bisa jadi PNBP terbesar selama ini dalam satu kali transaksi," kata ‎Hadi, dikutip dari cu‎itan akun twitter @HadiMDjuraid, ‎di Jakarta, Rabu (1/8/2018).

Bonus tanda tangan adalah dana yang harus dibayarkan kontraktor ke pemerintah, sebelum kontrak ditandatangani. Ini untuk menunjukan keseriusan skaligus kesiapan kontraktor.

‎Hadi melanjutkan, potensi pendapatan negara dalam berbagai bentuk dari Blok Rokan, selama 20 tahun mncapai sekitar USD 57 miliar atau Rp 825 triliun. "Belum lagi multiplier effect yang amat signifikan bagi perekonomian," tambah dia.

Rokan adalah blok onshore terbesar Indonesia. Rata-rata produksi 207,148 barel per hari,  dengan cadangan hingga 1,5 miliar barel. Tantangan pasca alih kelola adalah menjaga tingkat produksi, agar  kontribusi Blok Rokan sebesar 26 persen dari total produksi migas nasional tetap terjaga, bahkan ditingkatkan. 

Dengan mengelola Blok Rokan, kontribusi Pertamina terhadap produksi migas nasional akan melonjak hingga 60 persen. Pada 2018, kontribusi Pertamina baru 36 persen dan 39 persen dalam porsi produsen minyak nasional pada 2019.

"Kita yakin Pertamina mampu menjawab tantangan itu.Wajar jika banyak kontraktor migas besar tertarik untuk mengelolanya," ujar dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya