Jokowi Apresiasi Capaian Ekspor 1 Juta Unit Milik Toyota

Jokowi resmikan pencapaian kegiatan ekspor kendaraan (completely built-up/CBU) milik PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia

oleh Merdeka.com diperbarui 05 Sep 2018, 10:38 WIB
Peluncuran ekspor 1 juta CBU Toyota (Foto:Merdeka.com/Dwi Aditya Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan pencapaian kegiatan ekspor kendaraan (completely built-up/CBU) milik PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) yang tembus mencapai satu juta unit, di Tanjung Priok Car Terminal, Jakarta Utara.

Turut hadir dalam acara yang bertajuk Realisasi 1 Juta Unit Ekspor CBU tersebut, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, serta jajaran pejabat Kementerian dan Kabinet Kerja lainnya.

Selain itu ada juga, Managing Officer Toyota Motor Corporation dan President of Toyota Motor Asia Pacific (TMAP) Susumu Matsuda, Presiden Direktur TMMIN  Warih Andang Tjahjono, Presiden Direktur TAM Yoshihiro Nakata, beserta jajaran manajemen Toyota Indonesia lainnya.

Dalam sambutannya, Jokowi mengapresiasi atas pencapaian kinerja ekspor yang dilakukan Toyota. Pencapaian ini, menurut dia cukup baik, mengingat pemerintah saat ini berupaya untuk menggenjot ekspor dan mendorong investasi dalam negeri untuk menutupi devisit neraca perdagangan.

"Saya ingin menggaris bawahi dan berkali-kali saya sampaikan, bahwa dua hal yang dilakukan demi perbaikan ekonomi kita yang pertama ekspor dan kedua investasi, ini dua-duanya kena. PT Toyota Motor ini dua-duanya kena. Ada investasi dan ada ekspornya dua-duanya kena," kata Jokowi saat memberikan sambutan dalam acara seremoni realisasi 1 Juta Unit Ekspor CBU milik Toyota, di Jakarta, Rabu (5/9/2018).

Seremoni ekspor ini merupakan salah satu penanda realisasi komitmen yang telah disampaikan kepada Pemerintah Indonesia pada 2015 oleh President TMC Akio Toyoda kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo di Aichi, Jepang,  yaitu dalam hal peningkatan investasi dan kegiatan ekspor. 

"Saya kejar terus, saya nanti ke Jepang mau ketemu lagi dengan Toyota. Pertama ucapkan terima kasih, kedua saya ingin tambah lagi, kita tidak mau kalah dengan Thailand. Gak mau," ungkap Jokowi.

Sementara itu, Presiden Direktur TMMIN, Warih Andang Tjahjono mengungkapkan, secara kumulatif, volume ekspor kendaraan bermerek Toyota telah mencapai angka lebih dari 1 juta unit sejak kegiatan pengapalan perdana. Angka ini sekaligus menjadi bukti keseriusan Toyota dalam memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan industri otomotif Indonesia terutama melalui kegiatan ekspor.

"Merupakan sebuah kebanggaan bagi kami untuk bisa memberikan sumbangsih nyata bagi perkembangan industri otomotif Indonesia melalui kegiatan ekspor. Kami memaknai capaian ini sebagai pemicu semangat untuk bisa meningkatkan performa ekspor sehingga dapat membantu peningkatan devisa negara di sektor otomotif. Kami juga mengucapkan terimakasih atas dukungan pemerintah Indonesia sehingga capaian ini bisa terwujud dengan baik," kata Warih.

Dirinya pun ke depan berharap agar performa ekspor ke negara-negara tujuan yang sudah eksis dapat ditingkatkan serta perluasan ke negara-negara tujuan baru dapat dilaksanakan.

Diketahui, aktivitas ekspor Toyota, melalui produk-produk bermerek Toyota yang diproduksi di fasilitas manufaktur TMMIN dan PT Astra Daihatsu Motor (ADM) sebagai bagian dari grup Toyota di Indonesia,  diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam keseimbangan neraca perdagangan terutama dari sektor otomotif.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

2 dari 2 halaman

Rupiah Kian Lesu, RI Harus Perkuat Sektor Ekspor

Persiapan keberangkatan kapal besar (Direct Call) pembawa kontainer yang membawa ekspor Indonesia ke Amerika Serikat (AS) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/5). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terus merosot pada awal September ini. Mengutip data Bloomberg, Selasa sore 4 September 2018. Rupiah berada di kisaran 14.935 per dolar AS (USD).

Agar tidak semakin memburuk, pemerintah disarankan untuk memperkuat sektor ekspor agar nilai tukar rupiah tidak terus melemah di tengah keperkasaan mata uang Negeri Paman Sam.

Meski begitu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani menilai, kondisi saat ini masih jauh lebih baik dibanding masa krisis 1998. Sebab, menurut dia, sektor perbankan dalam negeri kini masih kuat.

"Dulu problemnya dipicu oleh sektor perbankan sekarang perbankan kita jauh lebih kuat dan sehat. Sekarang problemnya dari global," ungkap dia kepada Liputan6.com, Selasa 4 September 2018

Sebagai informasi, nilai tukar Rupiah terhadap USD pada saat krisis moneter 20 tahun silam sempat berada pada kisaran 16.500.

Dia lantas coba mengkaji mengapa rupiah terus membumbung tinggi hingga hari ini. Haryadi menilai, hal ini sebenarnya sudah diprediksi sejak lama lantaran beberapa faktor, antara lain komponen impor yang tinggi, beban fiskal yang terus bertambah, serta beban luar negeri yang juga besar.

Hariyadi pun memberikan beberapa saran untuk menanggulangi hal ini. "Yang perlu dilakukan, salah satunya all out ekspor di sektor perikanan. (Menteri Kelautan dan Perikanan) harus mau ubah kebijakan, khususnya untuk bisa ekspor ikan hias," ujar dia.

Di samping itu, dia juga menyarankan regulasi ekspor batubara harus dipermudah, serta mengimbau agar restitusi pajak jangan dipersulit lantaran itu merupakan modal kerja eksportir.

"Saat ini mengurus restitusi pajak bisa lebih dari 3 bulan bahkan setahun. Perusahaan eksportir yang mengajukan restitusi harus diperiksa laporan pajaknya, yang terkadang malah membuat mereka mengalami temuan yang menyebabkan pengenaan pajak lainnya. Sehingga itu membuat eksportir jadi enggan mengurus restitusi pajak yang seharusnya menjadi hak mereka," tutur dia.

Hal lain yang perlu segera diinisiasi, lanjutnya, antara lain melakukan subtitusi impor, percepatan kebijakan Biodiesel 20 Persen (B20), memberikan insentif dan kemudahan untuk sektor industri yang produknya dipersiapkan mengganti barang impor, serta imbauan agar penambahan tarif pajak penghasilan (PPh) jangan membatasi bahan baku, barang modal, dan minuman beralkohol untuk konsumsi turis.

"Proyek infrastruktur yang belum mendesak diperlukan dan akan menjadi beban baru juga harusnya segera ditunda. Contohnya, kereta cepat Jakarta-Bandung," pungkas Hariyadi.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya