BMKG Sebut Kajian Ilmiah Peneliti Asing soal Gempa M 9,5 Dibelokkan

BMKG menegaskan hingga kini belum ada satu pun teknologi yang mampu memprediksi gempa bumi secara presisi.

oleh Muhammad Ali diperbarui 27 Agu 2018, 18:04 WIB
Ilustrasi kerusakan struktur tanah yang retak akibat gempa. Foto: Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyayangkan beredarnya berita di beberapa media sosial yang membelokkan informasi dari peneliti asing, Ron Harris. Peneliti dari Brigham Young University itu mengungkap adanya potensi gempa besar bermagnitudo (M) 9,5 di wilayah Indonesia.

Informasi tersebut pun menimbulkan keresahan dan kecemasan masyarakat.

"Setelah kami cek, berita yang beredar baru-baru ini merupakan berita lama dan disebar ulang ke masyarakat. Namun, disayangkan ada pihak yang mengemas dan membumbui pesan ilmiah tersebut, sehingga diinterpretasikan sebagai ramalan," kata Deputi Bidang Geofisika BMKG, Muhamad Sadly, di Jakarta, Senin (27/8/2018).

Dia menegaskan, hingga kini belum ada satu pun teknologi yang mampu memprediksi gempa bumi secara presisi mengenai kapan dan berapa kekuatannya.

Terkait dengan pernyataan Harris, kata Sadly, mengkaji terkait sejarah tsunami di masa lalu. Ia mengakui Indonesia pernah mengalami gempa besar yang mengakibatkan tsunami selain di Aceh. Kondisi ini terlihat dari endapan purba di Pulau Jawa, Bali, Lombok dan Sumba di Bagian Selatan.

Hal ini karena Indonesia terletak berada di jalur gempa teraktif di dunia karena dikelilingi Cincin Api Pasifik dan berada di atas tiga tumbukan lempeng benua, yakni Indo-Australia dari sebelah Selatan, Eurasia dari Utara, dan Pasifik dari Timur. Akan tetapi, penjelasan kapan dan di mana tempatnya secara pasti masih tanda tanya besar.

Indonesia merupakan satu dari sedikit negara di dunia yang sepenuhnya terletak di dalam kawasan cincin api sehingga bencana bisa terjadi sewaktu-waktu. Fakta kondisi ini yang perlu dipahami masyarakat Indonesia sehingga perlu dibutuhkan sikap kesiapsiagaan dan mitigasi.

"Harus terus dibudayakan melalui sosialisasi dan edukasi publik secara terus-menerus, yang disertai dengan praktik-praktik gladi siaga dan evakuasi gempa bumi. Ini merupakan kunci pengurangan risiko bencana gempa. Selain kewajiban memperketat penerapan building code bangunan tahan gempa di lokasi rentan," ucap Sadly.

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

Saksikan tayangan video menarik berikut ini:

2 dari 2 halaman

Gempa Bisa Terjadi Kapan pun

Gempa Lombok: Badan SAR Nasional (Basarnas) melakukan evakuasi sekitar 700 orang yang berada di Gili Trawangan, Nusa Tenggara Barat (NTB). (Ilustrasi: iStockphoto)

Hal itu lebih baik dilakukan ketimbang larut dalam diskusi perhitungan, ramalan, dan perkiraan mengenai kapan lagi gempa bumi akan terjadi.

"Gempa bisa terjadi sewaktu-waktu, kapan pun dan di mana pun. Namun, kita berupaya jangan sampai ada korban dan dapat meminimalisasi risiko dampak gempa bumi, dengan cara tidak panik dan paham apa yang harus disiapkan sebelum, saat, dan setelah gempa bumi," terangnya.

Sadly mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan tidak mudah percaya informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan ketepatan informasinya. “Pastikan informasi terkait gempa bumi bersumber dari BMKG. Silakan akses info BMKG melalui website maupun media sosial infobmkg bukan yang lain. Kami terus memantau selama 24 jam," tambah dia.

Sadly kembali menegaskan terkait informasi hoaks yang muncul dan viral di medsos, sepatutnya para netizen dapat menyaring secara bijak aneka kabar berupa teks, foto dan video yang begitu gampang diakses publik.

"Perlu proses saring sebelum sharing sehingga (informasi hoaks) tidak menjadi viral. Jangan membuat masyarakat resah dengan kabar yang dapat menyesatkan," kata Sadly.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya