Vaksin MR Belum Halal tapi Boleh

Akhirnya MUI membolehkan penggunaan Vaksin Measles Rubella (MR). Namun dengan sejumlah catatan.

oleh Shinta NM Sinaga diperbarui 22 Agu 2018, 09:19 WIB
Banner Vaksin MR (Liputan6.com/Triyasni)

Liputan6.com, Jakarta - Akhirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) membolehkan penggunaan Vaksin Measles Rubella (MR). Namun dengan sejumlah catatan.

Vaksin MR dari Serum Institute of India (SII) dinyatakan positif mengandung unsur babi. MUI pun menggelar rapat pleno Komisi Fatwa pada Senin 20 Agustus 2018.

Hasilnya, MUI mengeluarkan fatwa membolehkan penggunaan vaksin MR dari SII karena kondisi keterpaksaan. Sebab, belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci.

Apa saja catatan MUI tentang penggunaan vaksin MR dari SII? Simak selengkapnya dalam Infografis berikut ini:

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

Infografis Vaksin MR (Liputan6.com/Triyasni)
2 dari 3 halaman

Bahaya Mengintai

Infografis Vaksin Measles Rubella (MR). (Liputan6.com/Abdillah)

Ada tiga alasan yang membuat penggunaan vaksin MR dibolehkan. Pertama, kondisi keterpaksaan (darurat syar'iyyah). Kedua, belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci. Ketiga, ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi.

"Kebolehan penggunaan vaksin MR sebagaimana dimaksud tidak berlaku jika ditemukan adanya vaksin yang halal dan suci," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni'am Sholeh.

3 dari 3 halaman

Rekomendasi MUI

Imunisasi vaksin MR sudah dilakukan Dinkes Palembang ke sekolah-sekolah di Palembang meskipun vaksin MR belum mengantongi sertifikasi halal dari MUI (Liputan6.com / Nefri Inge)

MUI mengeluarkan empat rekomendasi. Pertama, pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat. Kedua, pihak produsen wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan mensertifikasi halal produk vaksin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketiga, pemerintah harus menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam imunisasi dan pengobatan. Keempat, pemerintah hendaknya mengupayakan secara maksimal, serta melalui WHO dan negara-negara berpenduduk muslim, agar memperhatikan kepentingan umat Islam dalam hal kebutuhan akan obat-obatan dan vaksin yang suci dan halal.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya