Semakin Banyak Anak di AS Berpikir dan Berusaha Bunuh Diri

Untuk sementara, para peneliti menduga tingginya kasus bunuh diri terkait dengan meningkatnya tingkat depresi pada anak di AS.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 18 Mei 2018, 06:54 WIB
Ilustrasi Foto Bunuh Diri (iStockphoto)

Liputan6.com, Washington DC - Menurut hasil penelitian yang dimuat di jurnal Pediatrics, jumlah anak-anak yang dirawat di rumah sakit di Amerika Serikat (AS), karena memikirkan atau mencoba bunuh diri, berlipat ganda dalam waktu kurang dari satu dekade.

Pada tahun 2008, sebanyak 0,66 persen dari semua kunjungan rumah sakit anak-anak di Negeri Paman Sam adalah karena upaya bunuh diri, atau pemikiran untuk bunuh diri.

Pada tahun 2015, menurut penelitian, jumlah itu telah melonjak menjadi 1,82 persen, dengan tingkat kenaikan di seluruh kelompok usia dan demografi.

Dikutip dari Time.com pada Kamis (17/5/2018), peningkatan terbesar terlihat di antara remaja antara pada dua kelompok usia, yakni 15-17 tahun dan 12-14 tahun. Peningkatan kasus bunuh diri juga tercatat lebih tinggi di antara anak perempuan daripada anak laki-laki,

Menariknya, para peneliti turut mengamati secara signifikan, bahwa ditemukan lebih banyak upaya atau ide bunuh diri selama usia sekolah, di mana berbanding cukup kontras pada kondisi serupa yang dialami oleh orang dewasa.

Untuk mencapai temuan ini, peneliti menggunakan data penagihan dari pusat data Sistem Informasi Kesehatan Pediatrik, yang melacak ruang gawat darurat remaja dan kunjungan rawat inap di seluruh rumah sakit di AS.

Pusat data tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 115.800 percobaan bunuh diri terjadi selama tujuh tahun periode penelitian.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Naiknya Tingkat Depresi

Ilustrasi Foto Bunuh Diri (iStockphoto)

Sementara itu, data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) telah menunjukkan bahwa jumlah remaja yang meninggal karena bunuh diri juga meningkat di Amerika Serikat.

Alasan mengapa tingkat bunuh diri remaja merambat naik, menurut peneliti, masih sulit untuk diuraikan.

Peneliti menduga hal tersebut kemungkinan berhubungan dengan naiknya tingkat depresi dan kesepian di antara orang-orang muda.

Selain itu, muncul pula asumsi bahwa dokter anak semakin sering merujuk anak-anak dengan masalah kesehatan mental ke psikolog, atau bahkan rumah sakit jiwa.

"Prevalensi media sosial juga dapat berperan," ujar Dr. Gregory Plemmons, seorang profesor pediatri klinis di Vanderbilt University School of Medicine.

"Saya tidak memiliki satu pun jawaban ajaib yang menjelaskan mengapa kami melihat ini," kata Plemmons.

"Kami tahu bahwa kecemasan dan depresi meningkat pada kelompok muda maupun orang dewasa. Saya pikir beberapa orang telah berteori bahwa media sosial mungkin memainkan peran, bahwa anak-anak tidak merasa terhubung seperti dulu," lanjutnya menjelaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya