Sebelum Wafat, Stephen Hawking Ungkap Rahasia Dunia Paralel

Sebelum wafat, Stephen Hawking disibukkan oleh sebuah karya tulis terkait semesta paralel dan hari akhir. Hawking percaya, umat manusia kelak bisa pergi menelusuri semesta paralel.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 20 Mar 2018, 07:30 WIB
Stephen Hawking meninggal dunia diusia 76 tahun. (Justin TALLIS / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Stephen Hawking meninggal dunia di kediamannya di Kota Cambridge, Inggris, pada Rabu (14/3/2018). Fisikawan kelahiran kota Oxford pada 76 tahun silam itu sempat memberikan kesan berkat pemikirannya tentang semesta dan waktu.

Sebelum wafat, Hawking disibukkan oleh karya tulisnya berjudul A Smooth Exit from Eternal Inflation (jalan keluar mulus dari inflasi abadi). Dalam karya tulis tersebut, ia menyampaikan teori kemungkinan untuk menemukan dunia paralel dan juga memprediksi hari akhir.

Dilansir dari Business Insider, Selasa (20/3/2018), Stephen Hawking percaya umat manusia bisa menemukan semesta-semesta lain menggunakan penyelidikan pesawat antariksa.

Masih dalam karya tulis yang sama, Hawking berteori kalau semesta kita kelak akan gelap gulita karena bintang-bintang akan kehabisan energi.

Dalam penelitiannya itu, Hawking dibantu oleh Profesor Thomas Hertog dari Universitas Katolik Leuven. Sepuluh hari sebelum Hawking meninggal, karya tulis tersebut berhasil mendapatkan revisi terbaru.

Hertog menyesalkan tidak adanya hadiah Nobel yang didapatkan sang fisikawan ketika ia masih hidup.

Sekarang, Stephen Hawking tidak bisa mendapat hadiah Nobel karena hadiah tersebut tidak bisa diberikan secara anumerta.

 

2 dari 3 halaman

Kesuksesan Stephen Hawking

Foto pada tanggal 09 Desember 2014, aktor Inggris Felicity Jones dan Eddie Redmayne berfoto bersama ilmuwan Inggris Stephen Hawking dalam pemutaran perdana film 'The Theory of Everything' di London. (AFP Photo/Justin Tallis)

Hawking lahir pada 8 Januari 1942, tepat 300 tahun sejak kematian Galileo Galilei di Oxford, Inggris. Ayahnya bernama Frank, sedangkan ibunya bernama Isobel.

Kedua orangtua Hawking belajar di Universitas Oxford. Stephen pun turut menempuh studi fisika dan kimia di universitas yang sama. Setelah selesai di Oxford, Stephen Hawking melanjutkan studinya di Universitas Cambridge untuk mendalami ilmu kosmologi.

Awalnya, Hawking sempat depresi akibat penyakitnya, bahkan dokter mengatakan ia hanya bisa hidup selama dua tahun. Untungnya ia tidak menyerah, dan berhasil menghasilkan tesis berjudul Properties of Expanding Universes (sifat-sifat semesta yang meluas).

Dia juga telah menulis banyak sekali buku, beberapa di antaranya adalah A Brief History of Time (sebuah sejarah singkat waktu), Blackholes and Baby Universes (lubang-lubang Hitam dan bayi-bayi semesta), dan The Theory of Everything (teori dari segalanya).

Kisah hidupnya telah menginspirasi banyak orang. Terbukti, kisah hidup Hawking diangkat dalam film berjudul Theory of Everything. Eddie Redmayne yang memerankan Hawking berhasil meraih piala Oscar berkat aktingnya.

 

 

3 dari 3 halaman

Punya Selera Humor

Tutup usia di umur 76 tahun, Stephen Hawking memberikan kontirbusi besar untuk dunia semasa hidupnya. (doc: Justin TALLIS / AFP)

Meski telah tutup usia, Stephen Hawking meninggalkan beragam kesan bagi banyak orang. Salah satunya selera humor yang tinggi. Hal ini diungkapkan oleh ketiga anak Hawking saat mengonfirmasi kematian sang ayah.

"Keberanian dan ketekunannya dengan kecemerlangan dan humornya mengilhami orang-orang di seluruh dunia," begitu kutipan dari pernyataan ketiga anak Stephen Hawking, seperti dikutip dari The Guardian.

Tak hanya itu, Stephen Hawking juga dikenal memiliki selera humor yang jahil.

Contohnya, ketika ia mulai pakai kursi roda, ia sering dengan sengaja menabrak para mahasiswa, serta kebut-kebutan di jalan Cambridge.

Hawking pernah mengatakan bahwa jika kehidupan tidak lucu, maka hidup akan tragis.

(Tom/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya