MKD DPR Sudah Terima Surat Pengunduran Diri Setya Novanto

Surat Setya Novanto yang ditujukan untuk pimpinan DPR berisi pengunduran diri dan menunjuk Aziz Syamsuddin sebagai pengganti.

oleh Ika Defianti diperbarui 11 Des 2017, 10:03 WIB
Tersangka kasus korupsi e-KTP Setya Novanto berjalan keluar seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/11). Setnov menjalani pemeriksaan ketiga sebagai tersangka korupsi e-KTP. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Sarifuddin Sudding mengaku sudah menerima surat pengunduran diri Setya Novanto sebagai Ketua DPR. Sudding menyatakan telah menerima dua surat dengan tanggal yang berbeda.

"Sudah ada suratnya, surat pengunduran diri pak Setya Novanto. Ada yang tanggal 4 Desember dan juga 6 Desember," kata Sudding di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (11/12/17).

Sudding menjelaskan, surat Setya Novanto yang ditujukan untuk pimpinan DPR berisi pengunduran diri dan menunjuk Aziz Syamsuddin sebagai pengganti. Surat itu ditandatangani oleh Setnov dan Idrus Marham sebagai pelaksana tugas Ketua Umum Golkar.

Surat itu, kata dia, diantarkan langsung oleh Ketua Fraksi Golkar DPR RI Robert Kardinal.

"Iya (yang anterin) dari fraksi. Ketua Fraksi," dia.

2 dari 2 halaman

Surat Tak Wajar?

Partai Golkar menyebut, proses tersebut tidak wajar. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang merupakan salah satu Ketua DPP Partai Golkar mengatakan, seharusnya penunjukan penggantian Ketua DPR dilakukan setelah musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) partai selesai digelar.

"Tentu wajarnya itu sesudah Munas Luar Biasa. Karena kalau itu masuk di agenda yang tiba-tiba, ini kan tentu tidak sesuai dengan mekanisme yang bisa berlaku di DPR. Dan DPR kan sebuah lembaga tinggi negara tentu kita wajib menghormati DPR dan proses yang dilakukan parpol," tutur Airlangga di bilangan Kasablanka, Jakarta Selatan, Minggu (10/12/2017).

Menurut Airlangga, kalaupun benar DPR sudah menerima surat tersebut, harusnya disampaikan terlebih dahulu ke Golkar. Terlebih, pembahasan itu merupakan agenda besar yang hasilnya harus ditunjukkan kepada publik.

"Di DPR tetap ada mekanisme. Walaupun sudah menerima surat, harus disampaikan ke Badan Musyawarah (Bamus), dan Bamus itu perlu mengadakan rapat di mana diagendakan dalam rapat DPR," jelas Airlangga.

Saksikan video di bawah ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya