Kapolri: Reuni 212 Arahnya Pasti ke Politik 2019

Tito menyebut gerakan massa 212 dan aksi lanjutannya sejak awal sangat bermuatan politis.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 30 Nov 2017, 12:14 WIB
Kapolri, Jenderal Pol Tito Karnavian. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Tito Karnavian menduga acara reuni akbar gerakan 212 bermuatan politis. Dia menyebut ada agenda terkait Pilkada serentak 2018 dan persoalan Pilpres 2019 di balik pelaksanaan acara tersebut.

"Ini enggak akan jauh-jauh dari politik juga, tapi politik 2018/2019. Sudahlah, ini pasti larinya ke arah politik 2018-2019," kata Tito di Hotel Bidakara, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (30/11/2017).

Menurut Tito, gerakan massa 212 dan aksi lanjutannya sejak awal sangat bermuatan politis.

"Jelas sekali arahnya ke mana kan. Itu kan arahnya ke gubernur yang lama. Politiknya tinggi sekali," ujar dia.

Kendati demikian, Tito mengaku tidak melarang pelaksanaan acara tersebut. Namun dia meminta agar reuni 212 dilakukan di Masjid Istiqlal.

"Lebih bagus di Istiqlal saja sebetulnya. Sarannya, bagusnya di Istiqlal saja," ucap dia.

Terkait jumlah estimasi massa yang akan datang dalam acara tersebut, Tito menduga tidak akan sebesar aksi-aksi sebelumnya.

"Yang jelas enggak akan seperti dululah. Kalau yang dulu kan banyak kepentingan politik," ungkap Tito.

 

2 dari 2 halaman

Gerakan Situasional

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto sebelumnya menyampaikan aksi 212 dan beberapa aksi lanjutannya merupakan gerakan spontanitas yang bertujuan menuntut mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait kasus dugaan penistaan agama.

Ahok saat ini telah menerima vonis hukuman terkait kasus tersebut.

"Kalau aksi 212, 411 itukan gerakan situasional menghadapi kondisi saat itu dan sekarang selesai. Dan sekarang (Ahok) sudah di tahanan, masuk ke penjara. Lalu apalagi?" ucap mantan Ketua Umum Partai Hanura itu.

Wiranto menganjurkan agar masyarakat melakukan hal-hal positif lain dalam membangun, dan tidak menggelar berbagai kegiatan yang dapat memecah persatuan bangsa.

"Lebih baik energi itu digunakan pada hal-hal yang positif, membantu pembangunan, membantu mengamankan lingkungan menghadapi terorisme dan radikalisme," Wiranto menandaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya