Hapus Sanksi 200 Persen, DJP Jamin Penegakan Hukum Tetap Jalan

Ditjen Pajak (DJP) mengatakan revisi PMK mengatur bagi wajib pajak yang sudah ikut tax amnesty bebas dari denda 200 persen.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 22 Nov 2017, 07:45 WIB
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak atau Ditjen Pajak Kementerian Keuangan memastikan akan tetap menjalankan penegakan hukum meski ada penghapusan denda 200 persen.

Insentif ini tertuang dalam perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 mengenai Pengampunan Pajak (tax amnesty).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, revisi PMK mengatur bagi Wajib Pajak (WP) yang sudah ikut tax amnesty dapat dibebaskan dari denda 200 persen di Pasal 18 UU Tax Amnesty. Ini juga berlaku bagi WP yang tidak ikut tax amnesty dibebaskan dari sanksi 2 persen dikalikan maksimal 24 bulan.

"Tidak ada pengampunan pajak jilid II. Ini lebih kepada tidak dikenakannya sanksi Pasal 18 UU Tax Amnesty (200 persen) atau Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2017 (2 persen kali 24 bulan maksimal)," kata Hestu Yoga saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (22/11/2017).

Pembebasan sanksi atau denda pajak, ia mengakui, akan diberikan kepada WP, baik yang ikut tax amnesty maupun tidak untuk mengungkapkan sendiri harta yang belum dilaporkan dalam Surat Pernyataan maupun dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dengan membayar PPh sesuai tarif yang diatur dalam PP Nomor 36 Tahun 2017.

PP ini mengatur pajak penghasilan tertentu berupa harta bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan, sepanjang Ditjen Pajak belum melakukan pemeriksaan. Adapun tarif PPh normal sesuai PP tersebut, yakni untuk WP orang pribadi sebesar 30 persen, badan usaha sebesar 25 persen, dan WP tertentu dikenakan tarif 12,5 persen.

"Kalau WP secara sukarela mendeklarasikan harta yang belum diungkap di tax amnesty maupun belum diikutkan bisa dihapuskan sanksinya, hanya bayar tarif PPh normal. Tapi dengan syarat, belum diterbitkan surat perintah pemeriksaan pajak atau pemeriksaan belum dilakukan ya," tegas Hestu Yoga.

Dengan kata lain, dia menyebut, Ditjen Pajak akan tetap menjalankan penegakan hukum sepanjang menemukan data harta WP periode 2015 ke bawah dan sudah dicek validitas atau kebenarannya, maka harta dianggap sebagai penghasilan tambahan, dikenakan PPh tarif normal, plus sanksinya.

"Penegakan hukum tetap jalan. Kalau pemeriksaan sudah jalan, tidak bisa lagi mendeklarasikan harta. Nanti akan ditetapkan pajaknya plus sanksi 200 persen bagi yang sudah ikut tax amnesty dan 2 persen kali 24 bulan bagi yang tidak ikut," Hestu Yoga menerangkan.

Hestu Yoga mengatakan, perubahan PMK 118/2016 akan diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM dalam satu sampai dua hari ini. Di samping itu, Ditjen Pajak juga akan mengeluarkan peraturan teknis dalam bentuk Peraturan Dirjen.

"Minggu ini PMK dan Perdirjen sudah bisa selesai," tutur dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Ditjen Pajak Tegaskan Tak Ada Pengampunan Pajak Jilid II

Sebelummya Pemerintah memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak yang memiliki harta yang belum dilaporkan baik dalam SPT Tahunan 2015 maupun dalam Surat Pernyataan Harta, untuk secara sukarela mengungkapkan sendiri harta tersebut dengan membayar pajak penghasilan final sesuai tarif. Kesempatan tersebut tertuang dalam perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016.

"Dalam hal Wajib Pajak mengungkapkan secara sukarela maka tidak ada pengenaan sanksi sesuai Pasal 18 UU Pengampunan Pajak," JElas Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Hestu Yoga Saksama dalam keterangan tertulis, Selasa 21 November 2017.

Dengan adanya penegasan perlakuan perpajakan dalam PMK yang baru ini, pemerintah memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak yang secara sukarela mengungkapkan harta yang belum pernah dilaporkan.

Pada saat yang bersamaan, Ditjen Pajak tetap konsisten menjalankan penegakan kepatuhan sesuai PP 36/2017 dalam hal telah menemukan data dan informasi harta yang tidak dilaporkan, yaitu dengan menerbitkan SP2 Pajak tanpa menunggu Wajib Pajak mengungkapkan/melaporkan harta tersebut.

Dengan demikian perlakuan ini tidak dapat disamakan dengan program Pengampunan Pajak yang berlaku pada 1 Juli 2016 – 31 Maret 2017.

Secara spesifik perbedaan dari perlakuan dalam perubahan PMK 118/PMK.03/2016 ini dibandingkan dengan program Pengampunan Pajak adalah sebagai berikut:

1. Dalam Perubahan PMK 118/PMK.03/2016 tarif yang berlaku 12,5 persen hingga 30 persen sedangkan dalam Pengampunan Pajak tarif yang berlaku 0,5 persen - 10 persen.

2. Dalam Perubahan PMK 118/PMK.03/2016 dilakukan pemeriksaan atau penyelidikan sedangkan dalam Pengampunan Pajak tidak ada pemeriksaan atau penyelidikan.

3. Dalam Perubahan PMK 118/PMK.03/2016 ada penghentian penyelidikan sedangkan dalam Pengampunan Pajak tidak ada penghentian pemeriksaan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya