KPK Beri Sinyal Tersangka Baru Kasus E-KTP Usai SPDP Bocor

Pasca praperadilan Setya Novanto, membuat KPK menjadi lebih hati-hati

oleh Fachrur Rozie diperbarui 07 Nov 2017, 12:20 WIB
Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi mengangkat topeng saat aksi teatrikal di depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis (14/9). Mereka menuntut KPK menahan tersangka kasus dugaan korupsi KTP elektronik, Setya Novanto. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bocor. Dalam surat yang ditandatangani Deputi Penindakan KPK Aris Budiman itu disebutkan, penyidikan tertuju untuk Ketua DPR Setya Novanto. Namun, KPK masih belum menyebut tersangka baru dalam mega korupsi itu.

"Kemungkinan tersangka baru selain 5 orang tersebut tentu tetap ada, sepanjang memang buktinya kuat atau yang disyaratkan Undang-undang KPK, yaitu bukti permulaan yang cukup tersebut terpenuhi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, dalam pesan singkat kepada Liputan6.com, Selasa (7/11/2017).

Lima orang yang dimaksud itu adalah Anang Sugiana, Andi Agustinus atau Andi Narogong, Irman, Sugiharto, dan Markus Nari.

Adapun SPDP terbit atas dasar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan UU KPK, juga atas dasar Surat Perintah penyidikan (Sprindik) Nomor 113/01/10/2017 tertanggal 31 Oktober 2017.

Penyelidikan dan penyidikan di KPK memiliki pola 'satu atap', di mana dalam proses peningkatan status penyelidian ke penyidikan, KPK dapat langsung menetapkan tersangka. Karena penyidik dan penuntut satu atap mencari siapa bertanggung jawab atas dugaan korupsi yang dipersangkakan.

Namun, pascaketuk palu hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar dalam praperadilan yang dimohonkan Setya Novanto atas status tersangkanya, menjadikan KPK lebih hati-hati. Dalam ketetapan yang disampaikan Hakim Cepi, penetapan tersangka seharusnya di akhir penyidikan.

Langkah ini serupa dengan yang dilakukan kepolisian, terkecuali dalam kasus Ahok karena polisi sudah berkoordinasi dengan kejaksaan sebelumnya untuk mempercepat kasus yang menjadi perhatian besar. Namun, dalam UU KPK, status tersangka tidak bisa dibatalkan. Berbeda dengan polisi dan kejaksaan yang dapat menghentikan penyidikan meski sudah ada tersangka.

"Secara paralel tim tentu juga mencermati putusan praperadilan, putusan MK, dan aturan hukum lainnya," kata Febri disinggung mengenai kelanjutan kasus E-KTP.

 

2 dari 3 halaman

Sempat Tersangka

Setya Novanto sempat dijadikan tersangka korupsi e-KTP oleh penyidik KPK, namun gagal dengan putusan Hakim Cepi Iskandar dalam praperadilan.

Dalam ketetapan yang disampaikan Hakim Cepi, penetapan tersangka seharusnya di akhir penyidikan. Menurut Hakim Cepi, penetapan tersangka terhadap seseorang harus di akhir penyidikan. Hal tersebut bagian dasar dari KUHAP soal penetapan seseorang sebagai tersangka, karena pada UU KPK tidak diatur dengan tegas dan jelas.

Dalam amar putusannya, Hakim Cepi menyebut penetapan tersangka harus bertahap. Mulai dari pemeriksaan saksi, ahli, penyitaan barang bukti, hingga pemeriksaan calon tersangka.

Respons Pihak Setya Novanto

Saat dikonfirmasi ke orang dekat Setya Novanto yakni Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, dia mengaku belum tahu hal tersebut.

"Saya enggak bisa menanggapi kalau saya belum tahu. Saya ndak bisa, saya belum tahu sampai sekarang ada (surat) itu," kata Idrus di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Senin (6/11/2017).

Meski belum bisa menanggapi hal tersebut, Idrus mengaku Partai Golkar tetap menghormasti segala proses hukum termasuk KPK.

"Tetapi kalau ada proses proses seperti itu kita hargai proses itu tapi saya belum tahu sampai sekarang," ujar Idrus.

Dia menambahkan, Golkar sampai saat ini masih menghormati putusan hakim mengabulkan gugatan Setya Novanto dalam praperadilan beberapa waktu lalu.

 

Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menunjukkan tulisan saat aksi Indonesia Berkabung di kawasan Bundaran HI Jakarta, Minggu (1/10). Aksi ini reaksi atas dikabulkannya permohonan praperadilan Setya Novanto. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)
3 dari 3 halaman

Heran

Sementara Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, heran surat rahasia tersebut bisa tersebar.

"Saya juga belum tahu. Itu kan SPDP. Saya juga belum pernah terima," ujar Yunadi ketika dihubungi Liputan6.com, Senin (6/11/2017).

Oleh karena itu, dia meragukan kebenaran surat tersebut. Jika SPDP itu benar, KPK pasti akan mengumumkannya secara resmi.

"Kalau memang itu benar, pasti panggil wartawan. Itu kan kategori rahasia kan?" kata Yunadi.

Namun, ketika KPK mengklarifikasi SPDP tersebut benar, pihaknya akan mengambil langkah hukum.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya