Terkait Peredaran PCC, Mendikbud Minta Perbatasan Diawasi

Muhadjir menjelaskan, dari hasil diskusinya, penyelundupan obat-obatan terlarang seperti PCC biasanya menggunakan jalur tikus.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 14 Sep 2017, 16:09 WIB
Muhadjir Effendy menjadi Menteri Pendidikan menggantikan Anies Baswedan (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy meminta kepala daerah menyikapi penemuan PCC yang diduga narkoba jenis baru di Kendari, Sulawesi Tenggara. Dia berharap, kepala daerah mengawasi jalan tikus yang biasa digunakan pengedar untuk memasukkan narkoba.

"Saya sudah diskusi panjang dengan gubernur di wilayah-wilayah perbatasan. Memang drug traficking memang sangat-sangat intensif. Karena itu, saya mohon ada perhatian," kata Muhadjir di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Kamis (14/9/2017).

Muhadjir menjelaskan, berdasarkan diskusi dengan berbagai pihak, penyelundupan obat-obatan terlarang ini biasanya menggunakan jalur tikus yang tidak terkawal. Wilayah Indonesia yang luas membuat jalur tikus pun membentang ratusan kilometer di perbatasan.

"Tentu saja itu bukan wewenang saya. Tapi juga saya sudah diskusi panjang, misalnya dengan Gubernur Kaltara, untuk mendapatkan masukan informasi tentang itu dan saya juga sudah sampaikan kepada pihak yang berwenang," ujar dia.

Muhadjir berpendapat, anak-anak Indonesia sangat rentan menjadi korban peredaran obat terlarang.

"Ada daerah-daerah terdepan yang memang berbahaya, terutama Kalimantan, kemudian sebagian Sulawesi, Maluku Utara, itu yang harus diwaspadai," pungkas dia.

 

 

2 dari 2 halaman

Pengguna Terus Bertambah

Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyebutkan, jumlah pengguna obat PCC di Kendari terus bertambah. Saat ini, tercatat 61 pasien telah dirawat di sejumlah rumah sakit di Kendari. Mereka hilang kesadaran usai mengonsumsi obat terlarang ini.

Dari 61 pasien tersebut, satu orang meninggal. Korban pengguna obat terlarang ini merupakan siswa SD.

"Kemarin meninggal R, pelajar SD kelas VI, umur 13 tahun. Dia memang sempat dibawa ke RS, tetapi sudah terlambat," ujar Humas BNNP Sultra Adi Sak-Ray kepada Liputan6.com, Kamis (14/9/2017).

Akibat mengonsumsi obat terlarang itu, para korban yang didominasi pelajar mengalami kelainan mental. Gejala yang dialami sama, seperti orang tidak waras, mengamuk, berontak, dan ngomong tidak karuan setelah mengonsumsi obat yang mengandung zat berbahaya itu.

"Sebagian harus diikat," ujar Murniati.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya