Teknologi Rumah Kayu Bisa Pangkas Biaya Membangun 30 Persen

Kekurangan lahan di sektor properti juga berpengaruh pada backlog atau ketimpangan terhadap kebutuhan rumah.

oleh Nurmayanti diperbarui 24 Agu 2017, 13:30 WIB
Kekurangan lahan di sektor properti juga berpengaruh pada backlog atau ketimpangan terhadap kebutuhan rumah.

Liputan6.com, Jakarta Berbagai terobosan baru di bidang properti sebagai bentuk inovasi masih terus berkembang. Terobosan tersebut dibuat untuk mengatasi masalah di sektor properti, khususnya backlog atau ketimpangan terhadap kebutuhan rumah.

Dari sekian banyak terobosan properti, teknologi rumah kayu tahan api, tahan rayap, mudah disusun alias knockdown bisa menjadi pilihan. Apalagi teknologi ini mampu menghemat biaya pembangunan properti hingga 30 persen.

"Terobosan baru harus diikuti. Jika memang menjadi solusi tepat dan memadai dalam penyediaan rumah berkualitas, terjangkau, dan ramah lingkungan," kata ekonom yang juga Direktur Riset Center of Reform Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, Kamis (24/8/2017).

Menurut Faisal, model bisnis properti saat ini lebih banyak mengejar keuntungan. Kondisi itu membuat harga tanah terus terkerek. Selain itu, model tersebut memberi celah yang sangat besar bagi pemodal yang menguasai lahan.

Faktor lain yang memengaruhi masalah tanah adalah keberadaan spekulan. Spekulan ini memengaruhi harga tanah di lapangan. Jika pemerintah tidak bertindak tegas atas permasalah ini, harga tanah melonjak tinggi. Harga tanah yang tinggi akan membebani pengembang serta konsumen kelas bawah.

Kekurangan lahan di sektor properti juga berpengaruh pada backlog atau ketimpangan terhadap kebutuhan rumah. Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, backlog telah mencapai 11,6 juta rumah.

Sistem bangunan menggunakan bahan bangunan kayu rekayasa tahan api dinilai dapat memenuhi kebutuhan perumahan yang terjangkau dengan cara yang ramah lingkungan, hemat biaya, dan efisien (cepat). Rumah kayu juga dianggap sebagai solusi tepat dan memadai karena berkualitas terjangkau dan memiliki keberlanjutan jangka panjang.

Menurut Laporan McKinsey Global Institute (MGI), terdapat 330 juta rumah tangga perkotaan di seluruh dunia yang tinggal di perumahan di bawah standar. Sekitar 200 juta rumah tangga di negara berkembang tinggal di daerah kumuh.

MGI memprediksi, pada 2025, sekitar 440 juta rumah tangga perkotaan di seluruh dunia - setidaknya 1,6 miliar orang - akan menempati perumahan yang tidak memadai, tidak aman, karena tidak punya akses finansial.

Terobosan teknologi properti seperti penggunaan produk kayu kimia tahan api non-polusi dalam bahan bangunan rumah kayu menjadi pilihan sebagai langkah antisipasi agar prediksi MGI tidak terjadi.

Pertimbangan lainnya, teknologi properti dengan menggunakan kayu rekayasa ini sesuai dengan melimpahnya pasokan kayu di hutan tanaman industri. Apalagi hutan tanaman yang ditanam kembali akan menghasilkan sumber daya kayu berkelanjutan yang terus tumbuh setiap tahunnya. Kayu yang dihasilkan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang terus tumbuh.

Berdasarkan hitungan McKinsey Global Institute, rumah yang terbuat dari kayu rekayasa lebih murah daripada rumah beton dan bata dengan ukuran yang sama. Rumah kayu 30 persen lebih murah.

Selain itu, keunggulan lain rumah kayu dalam pembuatan dan produksi otomatis, biaya fondasi lebih murah, konstruksi yang cepat, dan biaya pembiayaan yang jauh lebih murah. Rumah kayu juga dikenal tahan api, tahan air, tahan cuaca, tahan rayap, shock-proof dan load-bearing.

Terakhir, pembangunan rumah bisa dilakukan cepat, efisien, dan berkualitas karena komponen rumah kayu yang direkayasa, seperti dinding, pintu, atap, dan lantai diproduksi di pabrik dan disatukan di lokasi.

Tonton video menarik berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya