Kemkominfo Siap Buka Blokir Telegram Minggu Ini

Kementerian Komunikasi dan Informatika akhirnya memastikan akan melakukan normalisasi situs web Telegram yang sebelumnya sempat diblokir.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 01 Agu 2017, 16:30 WIB
CEO Telegram, Pavel Durov didampingi Dirjen Aplikasi Informatika Kemkominfo, Semuel A Pangerapan saat konferensi pers terkait pemblokiran situs web Telegram di Jakarta, Selasa (1/8/2017). (Liputan6.com/Agustinus M Damar)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika akhirnya memastikan akan melakukan normalisasi situs web Telegram yang sebelumnya sempat diblokir. Kepastian ini diketahui langsung dari Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Semuel Abrijani Pangerapan, usai bertemu dengan founder dan CEO Telegram, Pavel Durov.

Semuel menuturkan, kedatangan Durov di Indonesia adalah membahas mengenai penutupan channel yang digunakan sebagai sarana propaganda terorisme via Telegram. Sesuai dengan regulasi yang ada, setelah ada upaya untuk membahas solusi pemblokiran ini, Kemenkominfo dapat melakukan normalisasi.

"Peraturan dari kami (Kemenkominfo), kalau memang sudah ada indikasi untuk menghadirkan solusinya, kami bisa membuka layanannya lebih cepat. Kalau bisa minggu ini. Kita masih cari tanggal baiknya," ujarnya saat konferensi pers di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta, Selasa (1/8/2017).

Salah satu solusi yang ditawarkan Telegram adalah dengan menyediakan channel khusus agar Kemkominfo dan Telegram dapat saling berkomunikasi. Jadi, tim dari Kemkominfo dapat langsung melaporkan channel yang dipakai sebagai saran propaganda terorisme.

"Lewat channel ini, kami dapat lebih cepat merespons laporan dari Kemkominfo terkait kanal-kanal yang menjadi sarana propaganda terorisme. Dengan demikian, proses penutupan dapat dilakukan sesegera mungkin dan lebih akurat. Kami juga telah memiliki anggota tim berbahasa Indonesia," ujar Durov menjelaskan.

Ditemui secara terpisah, Menkominfo Rudiantara menuturkan, komunikasi ini penting karena pihaknya juga bersinergi dengan lembaga lain, seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk isu terorisme dan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk isu jaringan narkotika.

"Semua stakeholder harus bersama-sama. Kalau SOP-nya sudah dibuat, jelas nama contact person-nya siapa dan service level-nya berapa lama, seperti saat akan menutup channel yang memuat konten negatif seperti terorisme," ujar pria yang akrab dipanggil Chief RA tersebut.

Sebagai informasi, Kemkominfo memang telah melakukan pemblokiran situs web Telegram pada bulan lalu. Pemblokiran itu dilakukan karena layanan chatting tersebut kerap digunakan sebagai sarana terorisme.

(Dam/Ysl)

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya