Cara Unik Miliarder Norwegia Hadapi Limbah Plastik Lautan

Sekitar 276 juta ton metrik (MT) limbah plastik dihasilkan oleh 192 negara berpantai pada 2010, dan 4,8 hingga 12,7 juta MT hanyut ke laut.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 28 Jul 2017, 15:28 WIB
Potret sampah plastik di lautan (AFP)

Liputan6.com, Oslo - Limbah plastik samudera bukan hal yang direka-reka. Dalam beberapa tahun belakangan, sudah ada beberapa kelompok yang mencoba mengangkat masalah itu ke permukaan.

Kenyataannya, masalah limbah plastik belum semakin surut sehingga harus ada cara-cara cepat dan tepat untuk mengatasinya. Seorang miliarder Norwegia bernama Kjell Inge Røkke memutuskan untuk melakukan sesuatu.

Rokke adalah pebisnis besar bidang perminyakan lepas pantai pemilik 67 persen Aker ASA-- perusahaan minyak lepas pantai. Sebelum jadi miliarder, ia dulunya adalah seorang nelayan. Sekarang, melihat bahaya limbah plastik di samudera, ia berencana membiayai kapal yacht besar yang bisa 'menelan' plastik-plastik lautan.

Dikutip dari superhv.com pada Jumat  (28/7/2017), kapal yacht penyedot sampah plastik itu nantinya mampu memungut 5 ton plastik setiap hari. Limbah itu kemudian dilumerkan.

Kepada harian Aftenposten, Røkke menjelaskan alasan pembuatan kapal itu, katanya, "Saya ingin memberi kembali kepada masyarakat sebagian dari apa yang sudah saya raih. Kapal ini adalah bagian dari pengembalian itu…lautan menutupi 70 persen permukaan Bumi dan banyak yang belum diteliti."

Untuk kepentingan manajemen kapal, Rosellinis Four-10 akan bekerja sama dengan World Wildlife Fund (WWF) Norwegia. Nantinya, selain memunguti sampah plastik, kapal Research Expedition Vessel (REV) akan diawaki oleh 60 ilmuwan dan peneliti kelautan, bersama-sama 40 awak lainnya.

Mereka akan mempelajari sejumlah isu terkait perubahan iklim, perikanan berlebih, polusi plastik, dan ekstraksi, demikian menurut perusahaan pemilik kapal, Rosellinis Four-10, anak perusahaan TRG milik keluarga Røkke.

Para ilmuwan diberi akses pada laboratorium, drone laut dan udara, auditorium, dua helipad, dan kendaraan mandiri bawah air (underwater autonomous vehicle, UAV).

Manajemen kapal diserahkan kepada WWF Norwegia -- yang selama ini tidak selalu berada di pihak yang sama dengan para pelaku bisnis perminyakan lepas pantai-- termasuk kepada perusahaan Rokke. 

Nina Jensen, Sekretaris Jenderal WWF Norwegia mengatakan kepada Aftenposten bahwa WWF memang berseberangan dalam hal pertambangan minyak lepas pantai, tapi "proyek ini akan secara kolektif membuat perbedaan besar dalam perjuangan lingkungan."

Dikutip dari bigthink.com, laporan 2015 dalam jurnal Science menyebutkan sekitar 276 juta ton metrik (MT) limbah plastik dihasilkan oleh 192 negara berpantai pada 2010, sekitar 4,8 hingga 12,7 juta MT melarung ke laut.

Laporan 2016 terbitan World Economic Forum (WEF) memperkirakan bahwa, jika terus seperti sekarang, maka menjelang 2050 samudera akan berisi lebih banyak plastik daripada ikan (menurut ukuran berat).

Bukan hanya itu, sekitar 95 persen nilai bahan pembungkus plastik – setara dengan US$ 80 hingga 120 miliar per tahun – hilang begitu saja secara ekonomi karena pemakaian pertama yang berlangsung singkat.

Kapal Yacht Terbesar

Kapal Research Expedition Vessel (REV) rancangan Espen Oeino itu akan dibuat oleh perusahaan VARD. Menurut Yacht Harbour, kapal REV sepanjang 182 meter itu nantinya akan menjadi suatu yacht terbesar sedunia, sedikit melebihi yacht Azzam sepanjang 180 meter milik keluarga kerajaan Adu Dhabi.

VARD menjelaskan bahwa unjuk kerja lingkungan merupakan hal penting dalam rancangan kapal. REV akan dilengkapi dengan “sistem kemudi pemulih energi, mesin berkecepatan sedang, sistem propulsi diesel-listrik direct drive dengan baterai, dan sistem pembersih asap buangan.”

Sistem manajemen energi yang diterapkan juga membantu para awak mengurangi jejak karbon REV. Yacht penyedot limbah plastik ini direncanakan siap pada 2020.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya