Merawat Persatuan

Kehidupan berbangsa yang sangat beragam di Indonesia mendapatkan ujiannya kala Pemilihan Kepala Daerah utamanya Pilgub DKI Jakarta

oleh Gabriel Abdi Susanto diperbarui 24 Jun 2017, 14:28 WIB
Ilustrasi Merawat Persatuan

Liputan6.com, Jakarta Kehidupan berbangsa yang sangat beragam di Indonesia mendapatkan ujiannya kala Pemilihan Kepala Daerah utamanya Pilgub DKI Jakarta pada Maret dan April lalu. Suasana pecah kentara sekali kalau kita mengamati media sosial. Banyak pasangan kawan yang menjadi lawan satu sama lain. Orang saling adu ujaran kebencian dan ketidaksukaan lewat komentar-komentar yang tersedia. Data Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENET), sejak 27 Januari 2017 hingga 31 Mei 2017 bahkan menyebutkan, ada 59 orang korban persekusi, khususnya mereka yang dicap sebagai penista agama atau ulama

Pegamat politik Yunarto Wijaya mengatakan, yang terjadi saat ini, warga masyarakat sedang resah. Kelompok ekstrim saat ini berupaya melakukan gerakan-gerakan untuk mengganti Pancasila dan NKRI dengan dasar negara lain. "Inilah yang dimaksud dengan ancaman secara internal dalam negara. Kalau kita membandingkan dengan negara lain, di negeri sendiri masih membicarakan dan mempertahankan ideologi negara. Sedangkan di negara lain masyarakatnya sedang berkutat pada kemajuan teknologi informasi," ujar Yunarto yang juga Direktur Eksekutif Chartra Politikal itu.

Untung, Presiden Jokowi telah menetapkan tanggal 1 Juni sebagai Hari Kelahiran Pancasila. Momen ini menjadi saat penting untuk semua orang melakukan refleksi tentang arti hidup berbangsa dan bernegara dalam konteks Indonesia yang beragam dan plural ini. Ketua MPR RI Zulkifli Hasan dalam sambutannya di sebuah acara buka puasa bersama mengimbau agar komponen bangsa meninggalkan ribut-ribut mengenai suku dan agama untuk fokus pada pembangunan kesejahteraan.

"Kita menghentikan silang sengketa ini, kita fokus mendukung penuh program-program Presiden untuk membangun memajukan negeri ini," kata Zulkifli di kediaman resmi di Jalan Widya Candra IV, Jakarta, pada Jumat (2/6). Zulkifli mengatakan untuk mendukung hal itu, MPR RI akan melaksanakan temu tokoh nasional untuk melakukan refleksi kebangsaan dengan tema "Merawat Kebhinekaan Menjaga Keutuhan NKRI".

"Itu cita-cita Indonesia merdeka, kita harus merdeka, kata Bung Karno, agar kita bisa bersatu, berdaulat, berlaku adil dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," jelas Zulkifli.

Ajakan pemerintah disambut oleh semua kalangan. Sinta Nuriyah Wahid, istri almarhum Presiden keempat Indonesia, KH Abdurrahman Wahid, mengajak semua pihak benar-benar mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan yang nyata dan menjaga kebhinekaan. Menurut Sinta, sejak 17 tahun lalu ia menggagas sahur bersama dengan kelompok-kelompok yang selama ini termarginalkan. Di antaranya kaum miskin kota dan para pemulung.

Ia pula mengajak tokoh-tokoh lintas agama dalam program ini sebagai rasa hormat dan cinta kasih kepada umat Islam sehingga kaum muslim bisa menjalankan ibadah puasa dengan baik. "Inilah kebhinnekaan yang kita perjuangkan," ungkap Sinta.

Anggota DPR RI Puti Guntur Soekarno menekankan penting memiliki rasa kebangsaan dan rasa perikemanusiaan yang sesuai nilai-nilai Pancasila. Saat silaturahmi di Ponpes Manbaul Huda, Desa Cisambeng, Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Jabar, Selasa (20/6) menyebutkan Ia menyebutkan, Bung Karno menginginkan persaudaraan antarumat beragama, tidak melihat perbedaan suku, warna kulit, dan bahasa.

Bangsa ini terdiri dari berbagai golongan, kata Puti, tapi kita bukan bangsa yang tidak beragama, setiap orang memiliki keyakinan agama masing-masing menjadi negara berketuhanan yang Maha Esa. "Konsep kebangsaan dan konsep Pancasila Bung Karno sangat dekat dengan konsep keislaman, soal ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathoniyah," ujar Puti.

Pemerintah sendiri sudah menyatakan sikapnya. Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk tidak ragu-ragu menindak tegas segala bentuk ucapan dan tindakan yang mengganggu persatuan dan persaudaraan. Perintah itu disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka Jakarta, Selasa, dalam jumpa pers setelah pertemuan dengan delapan tokoh lintas agama, pada Selasa (16/5).

TNI sebagai garda terakhir jelas-jelas menyatakan dukungan sepenuhnya pada utuhnya NKRI dan sikap pemerintah. Panglima TNI Gatot Nurmantyo saat buka puasa bersama dengan Muspida Kota Tarakan dan 1.000 anak yatim serta 4000 prajurit di Islamic Center Tarakan, Kalimantan Utara, Minggu. (18/6) mengingatkan kepada seluruh prajurit TNI dan komponen bangsa agar tidak mengikuti ulama yang menginginkan agar bangsa Indonesia mengalami perpecahan.

"Kalau ada yang mencoba pecah belah bangsa dan mencaci maki dengan berpakaian ulama, pasti bukan ulama. Oleh karenanya, jangan diikuti," Meskipun, lanjut dia, orang itu merupakan kiai atau ulama, namun bila menginginkan adanya perpecahan di Indonesia berarti orang itu bukan orang Islam asal Indonesia atau orang Indonesia yang belajar Islam di luar negeri. "Jadi, kalau ada orang bersorban mengaku ulama atau kiai, tetapi berbicaara soal memecah belah bangsa, bukan kiai dari Indonesia atau orang tersebut belajar Islam dari luar negeri," kata," katanya.

Wujud Toleransi
Contoh kecil dan nyata toleransi dikedepankan oleh Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan di Jalan Gatot Subroto Serengan, Solo, Jawa Tengah. Gereja yang letaknya bersebelahan dengan Masjid Al Hikmah ini mengundurkan jadwal kebaktiannya pada 25 Juni 2017 mendatang. Tujuannya untuk menghormati salat Idul Fitri yang dilaksanakan di masjid tersebut.

Harmonisasi dua keyakinan dengan dua tempat ibadah berbeda itu dirawat sejak puluhan tahun lalu. Gereja berdiri terlebih dahulu pada tahun 1939. Selang delapan tahun, berdiri musala pada 1947. Musala itu lama-lama berkembang dan berubah menjadi masjid. Sebagai bentuk keharmonisan dan toleransi, dua simbol keyakinan berbeda ini mengikrarkan diri dalam prasasti Tugu Lilin. Prasasti ini terletak di sebelah selatan masjid.

Sikap toleransi dilakukan saat dua umat beda keyakinan ini memang beberapa kali "bertabrakan" jadwal dalam kegiatan atau perayaan agama masing-masing. Seperti Lebaran tahun ini yang jatuh pada Minggu, 25 Juli. Tentu jadwal salat Id bersamaan dengan jadwal kebaktian Minggu pagi.

Hal yang mirip juga dilakukan Gereja Katedral Jakarta dan Katedral Kristus Raja, Kota Bandar Lampung. Jadwal perayaan ekaristi atau misa yang sedianya dilakukan pada pagi hari digeser ke jadwal yang agak siang sehingga tempat atau halaman gereja bisa digunakan untuk shalat Ied umat Islam. Kebetulan kedua gereja berdekatan atau tetanggaan.

Contoh upaya merawat persatuan ini dapat dilihat di banyak peristiwa dan kasus lain yang kalau disebut satu-satu akan banyak sekali, seperti dalam link berikut ini :

 

Inspirasi Kemesraan Gereja Joyodiningratan dan Masjid Al-Hikmah

Katedral Tiadakan Misa Pagi Saat Istiqlal Gelar Salat Idul Fitri

Ketika Pelajar Merawat Kebinekaan Melalui Wisata Rumah Ibadah

Sahur Bersama, Cara Sinta Gus Dur Rawat Kemajemukan Bangsa

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya