Hipmi Dukung Usul Penghapusan Tarif Batas Bawah Taksi Online

Pengusaha khawatir PM 26 Tahun 2017 tentang Perubahan PM Nomor 32 Tahun 2016 akan menjadi pintu masuk pemberangusan industri kreatif.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 10 Apr 2017, 15:23 WIB
Ilustrasi Foto Taksi Online (iStockphoto) ​

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diminta tidak perlu menetapkan tarif batas bawah bagi [taksi online.]( 2911719 "") Ini yang menjadi usulan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Usulan ini pun mendapatkan persetujuan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia  (Hipmi). “Kita dalam posisi mendukung langkah KPPU menghapus tarif bawah taksi online,” ujar Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan Anggawira BPP Hipmi di Jakarta, Senin (10/4/2017).

Anggawira mengatakan, justru bila pemerintah ingin berpihak kepada konsumen dan persaingan usaha yang sehat serta berkembangnya industri kreatif, tarif atas taksi online yang harus konsisten diterapkan.

Sebelumnya, KPPU telah bertemu Presiden dan meminta Kemenhub mengevaluasi aturan transportasi online.

Ketua KPPU Syarkawi mengatakan, setidaknya ada tiga poin yang harus dievaluasi Presiden dari aturan transportasi online yang terdapat dalam revisi Permenhub No. 32 Tahun 2016 tentang Kendaraan Bermotor Umum tidak Dalam Trayek.

Pertama, menyangkut pengaturan tarif batas bawah. KPPU ingin agar aturan tarif batas bawah tersebut dihilangkan. Sebab pengaturan justru akan mematikan inovasi pelaku usaha di sektor angkutan transportasi.

"Mereka tidak akan mencari cara kurangi biaya agar harganya di masyarakat bisa terjangkau, makanya kami dorong itu," katanya usai pertemuan di Istana belum lama ini

Sejalan dengan KPPU, Hipmi menilai Kemenhub tidak sejalan dengan semangat Presiden Jokowi yang berupaya memangkas inflasi, memotong tingginya beban komponen biaya transportasi di masyarakat, serta mendorong tumbuh kembangnya industri kreatif.

“Ada banyak masukan dari pengusaha-pengusaha muda start-up yang terganggu dengan revisi Kemenhub itu. Mereka curiga, revisi ini cuma jadi pintu masuk bagi model-model bisnis konvensional untuk memberangus mereka sebab bisnisnya terancam,” ujar Anggawira.  

Sebab itu, sejak awal Hipmi meminta agar Kemenhub tidak mempersulit keberadaan taksi berbasis online dengan berbagai regulasi baru.

Hipmi khawatir, revisi Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Perubahan PM Nomor 32 Tahun 2016 akan menjadi pintu masuk pemberangusan industri kreatif nasional.

Tak hanya itu, pengaturan tarif taksi online hanya akan menguntungkan korporasi besar dan mematikan semangat ekonomi kerakyatan yang sedang tumbuh pesat di masyarakat.

”Kebijakan ini hanya akan menguntungkan segelintir orang pemilik korporasi dan investor saham di pasar modal. Sementara sopir-sopir taksi konvensional dari lahir sampai mati hanya jadi karyawan dengan gaji seadanya,” tambah Anggawira.

Hipmi juga setuju dengan keberatan KPPU yang mewajibkan STNK armada angkutan berbasis online yang harus atas nama badan hukum. KPPU merekomendasikan agar kewajiban tersebut dihapus.

Hipmi dan KPPU kini sejalan mendorong agar pemerintah sebaiknya mengembangkan regulasi yang dapat mengakomodasi sistem taksi online dengan badan Hukum koperasi yang asetnya dimiliki anggota.

Sehingga, meskipun STNK tetap tercatat sebagai milik perseorangan akan tetapi dapat memenuhi seluruh kewajiban sebagai perusahaan jasa angkutan taksi dalam naungan badan hukum koperasi. (‎Yas/nrm)

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya