Penyebab Banyaknya Bangunan Ambruk Saat Gempa Aceh

Pendataan rumah dan bangunan akibat gempa Aceh terus dilakukan.

oleh Yusron Fahmi diperbarui 17 Des 2016, 18:46 WIB
Dokumentasi Kondisi Gempa Aceh

Liputan6.com, Jakarta - Pendataan rumah dan bangunan akibat gempa Aceh terus dilakukan. Verifikasi tingkat kerusakan dilakukan agar dapat diklasifikasikan tingkat rusaknya yaitu rusak berat, rusak sedang, dan rusak ringan.

Hingga Sabtu (17/12/2016), tercatat kerusakan meliputi masjid 65, meunasah 160, ruko 357, kantor pemerintahan 30, sekolah 139, pasar 11, jembatan 83, dan jalan 88,5 km.

Berdasarkan catatan sejarah, gempa yang berdampak di tiga Kabupaten Pidie Jaya, Pidie, dan Bireun pernah terjadi pada 1940-an, sehingga kemungkinan siklus adalah 70-an tahun.

"Kemungkinan terjadi gempa besar lagi tidak mungkin. Masyarakat jangan kuatir karena periode ulangan gempa mungkin akan berlangsung sangat lama, tetapi gempa-gempa kecil mungkin tetap terjadi," ujar Wahyu Triyoso, ahli gempa dari ITB dalam keterangan tertulis kepada Liputan6.com.

Wahyu menyatakan, sekarang ini yang perlu menjadi perhatian adalah penilaian atau pengecekan ulang kondisi perumahan apakah ada kemungkinan masih bisa dipakai atau tidak.

"Ini tentu saja perlu melibatkan orang-orang yang ahli dalam konstruksi bangunan," kata dia.

Diharapkan setelah ada pengecekan tersebut, warga yang rumahnya masih dapat ditempati dapat segera kembali ke rumah masing-masing.

Struktur Bangunan Salah

Sutarji dari Kementerian PUPR menyatakan, kerusakan bangunan baik pasar, rumah, masjid maupun lainnya terjadi kerena banyak faktor. Struktur bangunan yang salah, besi yang tidak memenuhi standar, tidak ada tulangan geser, dan faktor lainnya.

"Faktor kualitas mutu bangunan, kerikil yang bulat bukan batu pecah, besi tulangan polos bukan ulir yang menyebabkan bangunan rusak," ujar Sutarji.

Bangunan masjid yang roboh akibat gempa Aceh setelah diinspeksi terjadi karena beban kubah yang sangat berat yang tidak ditopang dengan pondasi yang bagus. Getaran gempa mengakibatkan pondasi yang ada tidak mampu menahan kubah, yang berakibat robohnya bangunan masjid.

Konsep rumah tumbuh juga memberikan kontribusi terhadap banyaknya rumah yang hancur. Pondasi dan tulangan yang didesain untuk satu tingkat, ternyata dikembangkan oleh masyarakat hingga 2-3 tingkat.

Beban ini yang tidak dipikirkan untuk mampu ditopang oleh konstruksi yang dibangun. Percepatan getaran gempa yang telah diukur dan dianalisa oleh BMKG membuktikan bahwa, percepatan maksimal terjadi pada bangunan 2-3 lantai.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya